15

42.9K 8.3K 283
                                    

Jadwalnya fiks Senin, kamis, sama sabtu ya.
Aku updatenya malem selasa, malem jumat, sama malam minggu. Oke! 🥰

Jangan lupa tinggalkan jejak ya 🥰

Happy reading ❤️

****

"Bagaimana sekolah baru kalian? Menyenangkan bukan?" Helena bertanya dengan ceria sesaat sesudah sampai di rumah mereka.

"Neraka. Tempat itu adalah neraka yang seharusnya tidak kumasuki," cicit Aluna ngeri sambil memeluk tubuhnya sendiri.

Lain halnya Allen yang tersenyum lebar seperti orang bodoh. "Tempat itu sangat hebat. Aku menyukainya."

Aluna yang mendengar itu sontak menempeleng kepala Allen dan membuat adiknya melotot. "HEI!"

Aluna balas mendelik. Dia meraih kerah seragam Allen dan menariknya ke bawah karena tinggi pemuda itu melebihi Aluna dia jadi merasa tercekik. "Karena kau aku harus bersama Arsalan. Karena kebodohanmu membuat hidupku dalam bencana! Beraninya kau bersenang-senang di atas penderitaanku hah?" serunya tajam.

"Aluna..."

Aluna menoleh pada sumber suara. Dia mengedipkan matanya dan mengusap kasar wajahnya kemudian tertawa seperti orang gila dan pergi ke kamarnya. Allen menatap kepergiannya dengan wajah syok.

"Apa yang terjadi pada kakakmu, Len?" tanya Helena cemas. Dia senang Aluna lebih banyak berekspresi sekarang tetapi semua yang tampak di wajahnya justru seperti kegilaan yang tidak berujung. Dia khawatir.

Allen berdehem canggung karena mereka tidak mengatakan masalah mereka pada orang tuanya. Dia menunduk kemudian berbisik di telinga ibunya. "Kakak sakit hati karena ditolak oleh seseorang yang dia sukai, Bu. Karena itu dia bertingkah aneh belakangan ini."

Mata Helena melebar. "Astaga! Bajingan mana yang berani menolak anakku dan membuatnya seperti ini?" seru wanita itu geram.

Allen terkesiap kaget ketika Helena mengumpat. Dia menatap ibunya tidak percaya karena tak menyangka Helena yang sangat lembut memaki seperti ini. Allen mengusap lehernya dengan gugup. Sekarang dia jadi sedikit takut. Tetapi Helena itu begitu protektif pada Aluna. Jika dia bisa sedikit membuat Aluna sibuk maka gadis itu tidak akan mengganggunya dan dia bisa bermain dengan lebih bebas tanpa pengawasan darinya. Maafkan Allen, Bu.

"Allen juga tidak tahu, Bu. Tapi, Allen dengar bajingan itu menolaknya karena katanya kakak jelek. Dia mengatainya dengan kasar. Andai saja Allen di sana, akan Allen patahkan kakinya!" ujarnya semakin gencar melanjutkan kebohongan. Wajah Helena semakin merah karena murka. "Karena itu ibu. Kuharap ibu harus semakin sering mengajaknya ke salon dan merawat diri. Dia juga harus membeli pakaian yang lebih baik karena bajingan itu mengatainya gembel sebab kakak selalu memakai hoodie dan celana olahraga."

"Ini tidak bisa dibiarkan!"

"Benar-benar!"

"Minggu depan kosongkan jadwalmu! Kau akan ikut menemani kami ke mall dan salon."

Allen melongo. "Ibu! Kenapa aku harus ikut? Aku tidak akan berguna! Lagipula itu akan membosankan sekali. Aku tidak mau!" rengeknya menolak.

Helena menatapnya sinis. "Baiklah. Kau bisa menolak." Dia melangkah pergi meninggalkan Allen yang bersorak senang. "Tetapi tentu saja kau tidak akan mendapat uang saku selama satu bulan ke depan."

Tubuh Allen merosot lemas di lantai. Pemuda itu cemberut dan menghentak-hentakkan kakinya dengan jengkel. "Sial. Sial. Sial. Kenapa aku sial sekali sih! Akhh INI MENYEBALKAN!" pekiknya frustasi.

***

"Selamat datang, Tuan Muda El!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat datang, Tuan Muda El!"

Puluhan orang berjajar rapi di pintu masuk sebuah mansion megah di pinggiran kota sore itu. Mereka membungkuk menyambut seorang pemuda yang datang dengan mulut mengapit rokok di mulutnya dan tas hitam dibahunya. Arsalan. Ya, pemuda itu mengernyit ketika hidungnya tak sengaja mencium sesuatu yang menurutnya tak sedap. Arsalan melangkah menuju sumber bau itu dan mengendusnya di salah satu penjaga yang sedang membungkuk dengan menahan takut. Keringat dingin tampak muncul di pelipis penjaga itu.

"Singkirkan dia!" ujarnya dingin. "Periksa jam tangannya. Ada penyadap di sana."

Pria itu sontak mengeluarkan pistolnya dan mengarahkannya pada Arsalan. Para penjaga lain sontak mengeluarkan pistol mereka dan mengarahkannya pada pria itu.

"TUAN MUDA!" pekik mereka dengan kompak. Arsalan mengangkat tangannya dan mengusap telinganya yang terasa sakit karena teriakan kompak mereka justru membuat kepalanya berdenyut. Telinganya yang sensitif tidak menyukai itu.

"JANGAN ADA YANG BERGERAK ATAU AKU AKAN MENEMBAKNYA!"

Pemuda itu sendiri menanggapinya dengan mengernyit aneh. Dia seperti melihat serangga yang menjijikkan. Arsalan hendak melangkah namun penyusup itu justru menempelkan moncong pistolnya di kening Arsalan. "KUBILANG JANGAN BERGERAK!"

Arsalan mengembuskan napas malas. Dia sangat lelah karena beberapa hari ini harus mengurusi Aluna yang menurutnya aneh tetapi saat dia menemukan seluruh data dirinya tidak ada satupun yang mencurigakan sementara ketika dia pulang dan ingin menenangkan diri ada penyusup yang ingin membunuhnya. "Kau mau apa?"

"KEPALA RICHARD! AKU MAU KEPALANYA SEKARANG JUGA!"

Mendengar kakeknya disebut, Arsalan tak kuasa menahan tawanya. "Richard? Kau mau kepala tua bangka itu?" Arsalan terkekeh geli. "Kau harusnya pergi ke London daripada mendatangiku. Dia sedang berlibur di sana."

"Tuan muda," tegur seorang pria yang sudah cukup tua dengan cemas. Seharusnya Arsalan menjaga rahasia keberadaan Richard karena pria itu butuh liburan tetapi karena dia sudah membocorkannya maka semua penjagaan yang direncanakan selama satu bulan ini berakhir sia-sia. Anton, ya, pria itu mengusap kasar wajah tuanya dengan lelah. "Tuan muda," panggilnya lagi.

Arsalan mengibaskan tangannya. "Santai saja. Dia hanya akan marah dan memukuliku." Arsalan menguap. "Kau sudah mendapatkan informasinya 'kan? Sekarang datangi dia, jangan membuat masalah di rumahku. Aku mau tidur."

Tapi penyusup itu justru memikirkan hal lain. Kenapa dia harus jauh-jauh ke London jika ada mangsa segar di depannya? Membunuh keluarga Silas akan sangat berdampak pada kelompok mereka dan itu juga sangat menguntungkan dunia. Tidak ada penindas tak tersentuh hukum seperti mereka.

Baru saja dia akan menembakkan pelurunya, tubuhnya sudah ambruk terlebih dahulu di lantai. Arsalan mengusap bekas moncong pistol tadi lalu melangkah pelan sambil melemaskan tubuhnya menuju ke kamarnya di lantai atas. Anton melirik mayat yang tergeletak di lantai dengan kasihan. "Sepertinya kau tidak tahu ya jika ada banyak pengawal bayangan yang mengawasi tuan muda?"

****

Makasih udah baca 🥰
JEJAK JEJAK JEJAKNYA ❤️

Beware of The VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang