08

49K 10.3K 356
                                    

Ini double update lagi 😋

***

"Hah, lihatlah para pecundang ini." Damon membuang ludah dengan wajah sinis. "Kita jalankan rencana kita!" katanya pada teman-temannya yang lain membuat Allen yang tampaknya tidak mengerti kebingungan. Pemuda itu menatap Arsalan dan teman-temannya yang kini berhadapan di depan mereka.

"Apa kau Allen?" tanya Arsalan mengabaikan wajah angkuh Damon yang sedang melihatnya.

Allen seketika ditatap tajam oleh para anggota Lastfox. Pemuda itu meringis dan mengangguk dengan wajah kaku. "Kakakmu menitipkanmu padaku. Jaga dirimu baik-baik."

"Si bodoh?" Allen menampar mulutnya dan menatap kakaknya yang sedang melihatnya dari kejauhan dengan bingung. "Ya, ya?" sahutnya tidak mengerti. Apa-apaan ini? Apa yang terjadi? Kakaknya mengenal kapten basket lawan mereka? Sejak kapan? Allen diam-diam memaki Aluna dan akan memarahinya karena berteman dengan musuh mereka yang sebenarnya tak dia kenal.

"Apa sekarang kau berganti haluan dan merayu anggotaku?" tuding Damon dengan sinis.

Arsalan hanya menatapnya datar. Berbanding terbalik dengan Edgar yang melihat Damon dengan murka. Dia mengingat teman dekatnya--Eros--yang sedang berbaring di rumah sakit.

"Bagaimana kabar tuan putri Rose? Ah, dia pasti kesepian di sana. Kenapa kalian tidak mundur dan menemaninya saja di rumah sakit?" tanya Damon lagi dengan tertawa mengejek yang juga disambut tawa temannya yang lain terkecuali Allen tentunya.

"Berengsek kau! Aku akan menghabisimu! Lihat saja nanti!" ancam Edgar kemudian.

Arsalan menahan dada Edgar dengan sikunya dan menggeleng.

"Huh, pecundang! Kalian lah yang akan habis hari ini!" Giovanni, salah satu teman Damon membalas dengan sinis.

Aluna yang menyaksikan pembicaraan itu dari jauh mengepalkan tangannya dengan cemas. Dia tidak tenang sebelum pertandingan ini berakhir. Dia harus memikirkan cara bagaimana membuat kejadian nahas itu tidak terjadi. Aluna berulang kali memutar otak dan mencari celah untuknya menemukan jalan keluar namun pikirannya seolah buntu. Dia tidak bisa berpikir apapun. Bahkan ketika peluit panjang ditiup yang menandakan dimulainya pertandingan, Aluna tak bisa berhenti khawatir. Dia duduk di bangku yang sudah disediakan dan menggerak-gerakkan kakinya dengan tak nyaman.

"Hei, kau ini kenapa?" tanya Maggie yang merasa sikap Aluna sangat aneh. Dia terlihat gelisah. Walaupun Maggie tidak selalu peka namun dia bisa tahu jika Aluna sedang merasa resah akan sesuatu. Menurutnya wajah Jelek Aluna memperlihatkan itu semua.

Aluna menggeleng, dia menatap ke arah lapangan dengan tak nyaman. Dia melihat jelas jika Damon dan teman-temannya melakukan beberapa hal yang dimaksudkan memprovokasi Arsalan. Untungnya pemuda itu mendengarkannya. Dia juga sepertinya memberitahukan ini pada anggotanya karena terlihat di antara mereka tidak seorang pun yang menampilkan raut marah dan hanya bermain basket dengan tenang.

Ketenangan itu berlangsung cukup lama sampai akhirnya tiba-tiba anggota basket Wescanta terjatuh hingga berguling di lantai lapangan memegangi kakinya. Kejadian itu begitu cepat saat pukulan dilayangkan ke arah Echostar. Suara teriakan penuh ketakutan dan kepanikan seketika memenuhi penonton. Suasana semakin tidak kondusif ketika banyak dari penonton yang bergabung di lapangan. Aluna yang diserang ketakutan akan kehilangan Allen menerobos masuk ke dalam keributan. Mencari titik demi titik guna menemukan adiknya. Dia tidak peduli bagaimana kondisinya sekarang karena yang dia tahu, dia harus menemukan adiknya. Matanya berputar, mengawasi lapangan itu untuk menemukan Allen.

"Sial, aku tahu, aku tahu ini akan terjadi, kenapa aku mempercayainya. Seharusnya aku mematahkan kaki Allen saja ketimbang mempercayakannya pada Arsa. Sial, apa yang harus kulakukan sekarang?" ocehnya sambil menangis di tengah-tengah keributan.

Dia tidak tahu. Dia buta untuk melihat jika sekelilingnya merupakan lautan bahaya. Dia bisa saja mendapat pukulan kayu atau batu yang mengancam nyawanya namun Aluna tidak peduli. Dia tetap berjalan dengan mata tajam yang terus melihat sekitar dan berharap segera menemukan Allen.

"Kumohon, kumohon, jangan biarkan apapun terjadi padanya. Aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri jika sesuatu terjadi padanya. Dia adikku. Allen, adikku," ratapnya dengan berlinang air mata.

"Hei, apa yang kau lakukan di sini?" teriak seseorang yang tiba-tiba datang dan memeluknya sambil menangkis sebuah balok kayu yang dilayangkan ke arah Aluna. Gadis itu mengerjap dan mengusap matanya yang kabur karena air mata. "Adikmu tidak ada di sini. Aku membawanya pergi ke luar!"

Arsa. Pemuda itu benar-benar menepati janjinya. Aluna menangis terharu. Adiknya selamat. Allennya tidak terluka seperti dalam novel. Gadis itu memeluk erat Arsalan. "Terima kasih, terima kasih, Arsa, terima kasih. Terima kasih karena kau telah menjaga Allen untukku."

Tubuh Arsalan membeku. Sudah sangat lama sejak terakhir kali dia mendapatkan pelukan yang hangat semacam ini. Sudut bibirnya berkedut dan dia tak bisa menahan senyumnya. Arsalan mengusap rambut Aluna dan mengelus punggungnya karena tubuh gadis itu masih bergetar ketakutan. "Ayo pergi, di sini bukan tempatmu," bisiknya lembut yang dibalas anggukan oleh Aluna.

Arsalan kemudian menggiring Aluna keluar dari lapangan dengan memeluknya erat dan melindunginya dari serangan beberapa murid yang tidak seharusnya didapatkan gadis itu.

Perkelahian yang terjadi di lapangan itu menimbulkan kerusakan yang parah dan berhasil dihentikan ketika beberapa polisi datang sembari meletuskan tembakan peringatan. Satu demi satu siswa di sana di paksa tunduk sambil mengangkat tangannya, baik dari sisi Wescanta ataupun Echostar, sang tuan rumah. Edgar terlihat berada di antaranya sambil melotot kaget ketika melihat Arsalan yang diam-diam membawa seorang gadis di rangkulannya keluar dari keributan ini.

"Allen!"

Aluna melepaskan pelukan Arsalan ketika melihat Allen sedang duduk ketakutan sambil memegang tangannya yang berdarah di lorong kelas paling belakang. Pemuda itu mendongak dan menyambut kehadiran Aluna dengan memeluknya. "Kau baik-baik saja? Apa kau sakit? Ah, ini, apa sakit sekali? Apa kau terluka di bagian lain? Kakimu baik-baik saja bukan? Kepalamu? Tubuhmu? Allen, katakan sesuatu sial! Bukankah biasanya kau sangat cerewet, kenapa sekarang diam saja? Apa sakit sekali? Kita ke rumah sakit, sekarang! Ah tidak, jika ayah dan ibu tahu mereka akan ribut, tetapi kau butuh ke rumah sakit. Kita harus emmmpp"

Arsalan yang pusing mendengar ocehan Aluna menutup mulut gadis itu dan mendapat delikan tajam darinya. "Tenanglah, dia hanya tergores. Tapi dia akan mati jika mendengar omonganmu lebih jauh lagi."

Aluna menatap Allen yang sedang mengangguk-anggukkan kepala di depannya. Tubuh Aluna merosot jatuh dan Arsalan dengan cepat menahannya. "Kupikir aku kehilanganmu," bisiknya serak yang membuat dada Allen seperti dihantam oleh sesuatu yang hangat. Dia menyukai kakaknya yang ternyata sangat menyayanginya ini.

****

Beware of The VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang