[✓] Secret Admirer

022

Jam menunjukkan pukul 1 lewat 5 menit pagi, tapi Rosé masih setia terisak disana.

Dinginnya udara dini hari disana tak cukup mengusir Rosé untuk berbalik langkah menuju rumahnya. Mungkin Rosé tak merasakannya atau justru mengabaikannya?

Rosé mengabaikan suara suara hewan malam yang mungkin saja sedang menertawainya itu. Ia lebih memilih menjabani rasa sesak di dadanya.

Mata Rosé yang tadinya terpejam karena menangis, perlahan terbuka saat ia merasakan ada sebuah cahaya yang menyinarinya.

Apa sudah pagi? Apa matahari sudah menampakkan diri?

Rosé memejamkan matanya lagi kala cahaya kuning itu semakin terang.

“Open your eyes”

Bagai sebuah mantra, Rosé membuka matanya. Ia menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya.

Mata Rosé terbelalak saat melihat banyak lampion berterbangan di langit malam saat itu.

“Happy birthday, Kak Rosé”

Rosé dengan cepat membalikkan tubuhnya saat mendengar sebuah bariton suara dari arah belakang.

Netra coklatnya itu terbelalak saat melihat empat laki laki yang selama ini ia tunggu ada di hadapannya.

Tatapan mata tegas dengan rambut coklat pekat, dibalut mantel yang juga berwarna coklat. Rosé tau tatapan tegas tapi lembut itu milik siapa. Iya, Renjun, Averrald Renjun Aditama. Laki laki yang pernah menyuruh Rosé untuk hanya menangis di depannya.

Di sampingnya, lelaki bertubuh jangkung dengan balutan jaket hitam persis anak geng motor. Rambutnya yang dulu pirang sekarang berganti warna menjadi coklat gelap. Jeno, Alvero Jeno Prayudha. Laki laki yang pernah membonceng Rosé naik sepeda sepulang dari Indojuni.

Ah, laki laki yang tengah tersenyum sumringah itu. Rosé benar benar ingat siapa laki laki berkulit tan itu. Warna rambutnya ternyata masih sama seperti dulu. Haechan, Haechan Deandra Bagaskara. Laki laki yang pernah bernyanyi berdua bersama Rosé di ruang musik. Selain itu, laki laki itu pula yang menjadi mood Rosé dulu mungkin juga sekarang.

Dan satunya lagi, sepertinya laki laki itu yang paling mencolok di antara mereka berempat karena rambutnya yang berwarna pink sendiri. Laki laki dengan balutan mantel yang juga berwarna pink itu semakin tampan saat bibirnya menyunggingkan senyum yang selama ini menjadi salah satu objek yang Rosé rindukan. Jaemin, Nathaniel Jaemin Pratama.

Rosé memejamkan matanya, kalau benar ini mimpi maka tolong jangan bangunkan Rosé untuk selamanya. Rosé mohon.

“Tuh kan Kak Rosé takut. Gegara senyuman lo tuh, Chan”

“Kok gua?”

“Senyuman lo kan emang nyeremin”

“Njir, tapi si Jaemin juga senyum tuh”

“Senyuman gua beda lagi. Senyuman gua tuh senyuman yang diidam-idamin cewe seluruh dunia”

“Halah lambemu”

“Cocotmu”

“Iri? Bilang Bos”

“Tau aja kalo gua bos elu”

“Sialan”

Rosé membuka matanya, apa ia terlalu rindu hingga membuatnya sampai membayangkan pertengkaran mereka sekalian? Ia luruh, jujur ia benar-benar rindu dengan mereka.

Renjun menangkap tubuh Rosé yang hampir luruh ke tanah, “Bandel banget. Padahal gua udah pernah bilang, kalo nangis cuma di hadapan gua aja, jangan di hadapan orang lain”

“Eh?”

“Apa ah eh ah eh?”

“Galak banget sih, Njun!” celetuk Jaemin yang mendekat.

“Tau tuh,” timpal Haechan yang juga ikut mendekat disusul Jeno di belakangnya.

“Kalian.” Rosé masih menatap mereka dengan mata berkaca-kaca, “Kalian- gue ngga mimpi kan?”

“Yah, kita dianggap mimpi, ges”

“Masa wajah gua sekarang se unreal itu sih”

“Apa kami keliatan kek mimpi di mata Kakak?” tanya Jeno yang diangguki oleh Rosé.

Jeno tergelak, “Duh, gada cowo di mimpi yg seganteng gua, Kak.” Rosé terperangah, alih alih sadar ia malah menangis lebih kencang hingga membuat keempat laki laki itu bingung.

“. . . Hug”

“Hm?”

“Can I get a hug?”

Keempat laki laki itu saling berpandangan lalu tergelak bersama. Renjun memeluk Rosé diikuti yang lainnya juga memberi pelukan yang sama.

“Cengeng banget,” bisik Renjun yang langsung meringis setelahnya karena mendapat cubitan dari Rosé di perutnya.

Friday, 18 June 2021