8. Tsundere

16.1K 2.1K 142
                                    

Hey hey hey!

Jangan lupa vote dan komen yes!

𝗦 𝗶 𝗹 𝗲 𝗻 𝘁  𝗕 𝗼 𝘆 𝗳 𝗿 𝗶 𝗲 𝗻 𝗱

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝗦 𝗶 𝗹 𝗲 𝗻 𝘁 𝗕 𝗼 𝘆 𝗳 𝗿 𝗶 𝗲 𝗻 𝗱

Lalisa WirasmaAaraksha Joan

[8. Tsundere]

Pagi ini, Alisa memakai kacamata kesekolah. Tentu saja untuk menyembunyikan matanya yang sembab karena menangis. Ia juga tak tahu menangis karena apa, mungkin karena tak pernah melihat Joan dekat dengan gadis selain dirinya, maka dari itu Alisa kesal. Ditambah keinginan untuk mendengar suara Joan belum terpenuhi membuatnya semakin kesal.

"Tumben kamu jam segini udah nyampe."

Alisa heran kenapa guru kembar tiga itu harus selalu menyinyiri hidupnya. Seakan semua yang ia lakukan adalah sebuah kesalahan dimata mereka.

"Yaudah saya balik lagi, ntar saya kesini lagi jam delapan. Gerbang belakang jangan lupa dikunci biar saya bolos sekalian."

Harusnya, Pak Bambang jangan merecoki saat Alisa pusing begini. Giliran dijawab malah kesal sendiri kan. "Ngapain kamu pake kacamata segede Syahrini?"

"Kalo segede Syahrini saya udah mati gak bisa napas kali Pak."

Pak Atlantis dan Pak Mail menahan tawa. Keduanya langsung diam saat Pak Bambang melirik tajam. "Lagian itu kamu gak risih apa kacamatanya melorot terus?"

"Bapak nggak risih itu rambut palsu nutupin mata?"

Pak Atlantis dan Pak Mail sudah tak bisa menahan tawa mereka lagi. Keduanya tertawa, tak peduli dengan gerutuan Pak Bambang yang langsung pergi meninggalkan mereka. Begitu juga dengan Alisa yang tak bisa menahan tawanya. Bertepatan dengan bel masuk berbunyi, kedua bersaudara menyusul Pak Bambang yang masih ngambek.

Setelah kepergian guru kembar tiga itu, Meisya datang. Berucap, "Pagi-pagi udah ketawa, bahagia lo udah baikan sama Joan?"

Alisa menoleh. "Lo fikir gue ketawa karena gue bahagia? Nggak Mei gue stress!"

Meisya yang tadinya merasa kasihan pun malah menahan tawa.

"Lo lagi galau bisa-bisanya ngelawak." Alisa menatap Meisya datar. "Humor lo anjlok banget, Mei. Gue harap pahala lo nggak anjlok juga."

Meisya menghentikan tawanya seketika, bukan karena ucapan Alisa. Melainkan Joan yang melewati mereka begitu saja. Mulut Meisya terbuka, menganga lebar. Biasanya, Joan akan mengintili Alisa kemanapun, kapanpun, dan dimanapun.

Silent BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang