05

5 3 0
                                    

"Carilah teman yang mampu membimbing mu mennjadi lebih baik, jangan sebaliknya."
•Love Your Self•

******

"Mau pesen apa, Gin?" tawar Lia pada Gina.

"Em, aku pesen es teh sama siomay aja, deh," jawab Gina.

"Yakin? Kita pada pesen banyak, lho," ucap Debby.

Gina mengangguk pelan. "Iya, sekalian mau diet."

"Oke, gue pesenin dulu." Lia langsung berjalan kearah stan makanan untuk memasan.

"Kalian selalu makan banyak?" tanya Gina.

Roy mengangguk sambil meletakkan ponselnya ke atas meja. "Gue selalu makan banyak, tapi habis itu langsung olahraga."

"Kalian sih enak. Lah aku? Makan sebanyak apapun tubuh aku gak ada peningkatan. Tetep segini-gini aja," keluh Debby sambil menopang dagunya menggunakan kedua tangannya bertopang di atas meja.

"Kalian enak, punya tubuh ideal kayak gitu," cicit Gina sambil menunduk.

"Gimana, kalau lo ikut nge- gym di rumah gue? Kita olahraga bareng-bareng," ajak Roy.

"Emang gapapa?" tanya Gina ragu-ragu.

Roy mengangguk mantap, lalu tersenyum tipis. "Santai aja, Gin. Gue kalau di rumah olahraga sendiri suka bosen. Lia paling susah buat diajak olahraga, dia lebih milih pacaran sama buku."

"Ikut aja, Gin. Nanti gue sama Lia ikutan, kok."

"Emm ... oke."

Gina mengalihkan pandangannya untuk melihat keseluruh kantin. Ia baru sadar, teryata banyak mata memandang ke arah tempatnya duduk. Gina mengalihkan pandangannya lagi ke sudut kantin, dimana ada Dhio yang tengah menyantap semangkuk bangso dengan Putri dihadapannya yang berusaha mengajak Dhio berbicara.

Gina tersenyum senang dalam hatinya saat Dhio mengabaikan Putri. Dirinya pikir, Dhio akan dekat dengan Putri atau perempuan lain apa bila bertengkar dengannya.

"Ngeliatin siapa, Gin?" tanya Debby menyadarkan Gina.

"Eh, bukan siapa-siapa," elak Gina. Ia meraih sepiring siomay yang baru saja sampai setelah mengucapkan terima kasih pada Lia.

Mereka berempat pun menghabiskan waktu istirahat dengan beberapa candaan sambil memakan makanan mereka.

****

"Coba mode pelan dulu ya, Gin," kata Roy setelah menyalakan treadmill dan mengaturnya untuk mode pelan.

Gina mengangguk, lalu ia mulai berlari pelan saat treadmill menyala. Kini, Gina tengah mengenakan seragam olahraga sekolahnya, ia tak sempat pulang terlebih dulu untuk berganti baju. Debby yang baru saja selesai melakukan yoga dengan Lia menghampiri Gina sambil mengelap keringat menggunakan sapu tangan yang ia pegang.

"Pelan banget, tambahin dong," ucap Debby, lalu mengatur kecepatan treadmill menjadi lebih cepat.

"Ih Debby! Gue baru pemanasan tau," omel Gina dengan kesal sambil berlari cepat.

"Biar banyak bakar kalori." Debby tertawa, Roy pun ikut tertawa. Gina hanya mampu mendengus dan semakin mempercepat larinya.

Gina baru saja selesai melakukan pendinginan setelah berolahraga. Kini mereka berempat tengah bersantai di pinggir kolam renang milik Roy sambil meminum jus yang disediakan pembantu di rumah Roy.

'Ternyata, gini ya rasanya jadi orang kaya. Mau apa aja ada. Mau ngapain aja dilayanin. Enak banget. Andai aja ibu jadi orang kaya raya, pasti hidupku gak se menyedihkan ini,' batin Gina sambil menyeruput jus jeruk miliknya.

"Mau belajar make-up gak, Gin?" tawar Lia yang tengah merias wajahnya.

Gina menoleh ke arah Lia yang tengah duduk di kursi santai sambil memakai liptint. "Mau sih, tapi kalau udah kebiasaan make-up takut nanti pas gak ada uang aku luntang lantung."

"Masalah biaya mah gampang, bisa minta ke Ibu lo, 'kan? Yang penting itu muka cantik bersih berseri. Dijamin, cowok-cowok pada naksir lo, Gin," ujar Lia sambil merapihkan alat riasnya.

"Liat Roy, tuh. Se tomboy-tomboy nya Roy, dia sering pakai riasan loh, Gin," kata Debby yang ada disebelahnya.

"Gue cuma pakai Toner, BB Cream, sama face pouder  dan liptint doang, kok. Itu biar muka gue gak berminyak dan keliatan pucet. Biasanya semua murid pakai," ucap Roy memambahi.

"Aku boleh coba punya kamu gak, Ya? Mau beli, takut gak cocok. Mau coba punya kamu dulu," pinta Gina ragu-ragu dan tak enak.

"Boleh banget kok, nih kebetulan aku bawa punyaku yang udah gak aku pake. Masih banyak, aku ganti merk karena udah ganti yang lain." Lia menyodorkan sebuah cream wajah dan juga liptint pada Gina.

Gina melangkah mendekati Lia dan menerimanya. "Beneran gakpapa nih, Ya?"

Lia yang tengah mencari sesuatu mengangguk. Setelah merasa didapat barang yang ia cari, kemudian ia memberikannya pada Gina. Sebuah face powder dan juga foundation.

"Ini masih baru, gue kasih ke lo aja, lagipula dirumah masih banyak stoknya, kok." Lia tersenyum ramah pada Gina.

Gina mengangguk antusias dan tersenyum manis pada Lia hingga menampakkan lesung pipinya. "Makasih banyak ya, Ya. Kalau aku ada uang, aku ganti."

"Santai aja, Gin," balas Lia.

"Ayo ajarin Gina make-up di kamarnya Roy," ajak Debby yang kini sudah berada di dekat Gina. Debby merangkul pundak Gina.

"Les't go!"

****

"Kamu dari mana aja, Mbul?" tanya Nita saat Gina melewati ruang tamu.

"Eh, Ibu. Tadi Gina habis main di rumahnya Debby, Bu." Jawab Gina dengan perasaan senang.

Kini, Gina memakai riasan natural, tadi diajarkan oleh ketiga temannya. Mengenakan baju dengan kemeja kotak-kotak berwarna pink-putih. Tadi, setelah memakaikan Gina make-up mereka berempat memutuskan untuk pergi berbelanja di mall. Gina ditraktir, sebagai tanda pertemanan mereka dimulai.

Nita berdiri dari sofa dan menghampiri Gina. "Main? Kamu biasanya gak pernah main sama siapapun kecuali Dhio. Ini baju punya siapa, Mbul. Itu kenapa barang bawaan kamu banyak, uang dari mana kamu, Nak."

"Ini tadi aku ditraktir sama Debby, Roy, dan Aulia, Bu." Jawab Gina masih dengan senyum manisnya.

"Mereka teman baru mu?" tanya Nita kebingungan.

Gina mengangguk cepat. "Iya, Bu. Mereka baik sama Gina. Sekarang Gina udah bisa pakai riasan loh, Bu. Gina cantik, 'kan?"

Nita tampak menghela nafasnya membuat senyum Gina luntur. "Kamu yakin mereka baik buat kamu, Nak?"

"Ibu kok malah nanya gitu. Harusnya Ibu seneng, Gina udah cantik dan punya teman. Ibu harusnya berterima kasih sama mereka udah ajarin aku cara pakai riasan dan juga tadi berat badan Gina turun."

Nita menggeleng samar. "Bukannya Ibu tidak suka. Ibu hanya takut kamu kena pengaruh buruknya, Nak."

"Ah Ibu selalu gini! Gina udah besar, Bu. Gina bukan anak kecil lagi, Ibu jangan ngekang Gina terus buat bergaul, dong." Gina meninggikan nada bicaranya karena kesal akan sikap Nita.

Nita terkejut, ini pertama kalinya putri semata wayangnya berbicara dengan nada marah. Mata Nita tampak berkaca-kaca, tangannya baru saja terangkat untuk mengelus bahu Gina, tetapi Gina lebih dulu langsung berjalan menuju kamarnya tanpa berniat kata apapun pada ibunya.

Air mata Nita tumpah karena sikap Gina yang tiba-tiba berubah. Nita hanya takut Gina salah pergaulan, bukan bermaksud untuk mengekangnya. Nita hanya ingin menjaga harta berharga satu-satunya. Keluarga yang ia miliki seorang, Nita hanya takut anaknya menjadi remaja yang salah pergaulan seperti remaja lainnya.

*****

Cerita ini dipublikasikan pada tanggal ;

Love Your SelfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang