19

3 1 0
                                    

Dua bulan kemudian ....

Dua bulan sudah berlalu. Rasanya, kini hidup Gina jauh lebih baik dari sebelumnya.

Kondisi Gina kini lebih membaik, luka dan segala rasa sakit di tubuhnya akibat insiden hari itu sudah tak lagi Gina rasakan. Gina sudah tak mengalami trauma lagi, karena Dhio dan juga Nita membantu Gina untuk tenang dan melakukan terapi sesuai instruksi seorang psikiater.

Kehidupan Gina di sekolah pun bisa dibilang tidak terlalu buruk. Yah, Gina memang sudah tak pernah dirundung lagi. Tetapi, beberapa cibiran masih kerap datang. Bahkan, tak sedikit yang mencemooh dirinya bahwa Gina adalah pengganggu dalam kedekatan Debby dan Dhio. Menyedihkan.

Kini, hubungan Gina dan Dhio bisa dibilang baik-baik saja, hanya bedanya, kini ada sosok Debby diantara mereka berdua. Roy dan Aulia pindah sekolah karena keluarga besar mereka memutuskan untuk pindah ke Kalimantan dan menetap di sana. Itu sebabnya Debby sendirian, dan kerap menghabiskan waktu bersama Gina dan Dhio.

Sikap Dhio pada Debby tak sedingin dulu. Pemuda itu kian mulai bersikap ramah dan perhatian pada Debby, layaknya sikap Dhio pada Gina. Tentunya, hal itu membuat Debby semakin jatuh cinta pada Dhio.

Sebenarnya, Gina sendiri merasa tak suka karena perhatian Dhio harus terbagi. Namun, Gina tidak ingin bersikap jahat. Debby yang selalu membantunya, dan selalu ada untuknya selain Dhio.

Gina masih sering melakukan diet dan juga olahraga sesekali, dan tentunya merawat wajahnya agar tampak glowing. Sebenarnya Dhio tak keberatan sama sekali pada tubuh Gina yang dulu.

Karena memang pada dasarnya, Dhio mencintai Gina sudah sejak lama, sebelum Gina mengalami perubahan. Karena Dhio, mencintai Gina apa adanya, hanya Gina lah yang selalu ada di sisinya.  

"Nanti ada pasar malam di dekat alun-alun. Kalian ke sana, gak?" tanya Debby sembari menyeruput es stroberi kesukaannya.

"Lo mau kesana, Gin?" Dhio menatap Gina yang tengah menyantap siomay miliknya.

Gina mengunyah lalu menelannya. "Mager. Perut gue sakit terus karena datang bulan."

"Berarti gua gak ikut," kata Dhio, kemudian ia menyantap bakso pedas miliknya.

Debby mendesah kecewa. "Yah, aku pengen banget pergi ke sana. Kalau sendiri gak asik. Aku gak punya teman lain selain kalian."

"Temenin, gih, Yo. Kasihan Debby murung gitu," kata Gina dengan santai dan masih asik menghabiskan makanannya.

Dhio tampak menimang-nimang ajakan itu. Ia bisa saja pergi, tapi ia hanya ingin pergi bersama Gina. Tapi, Debby temannya. Dhio juga tak enak hati apabila harus menolak ajakannya.

"Lo beneran gamau ikut, Gin?" tanya Dhio sekali lagi memastikan.

Gina mengangguk mantap, menatap Dhio sambil mengunyah siomay terakhir yang ada di piringnya. "Santai aja elah, cuma malam ini, kan? Besok gantian, Dhio fulltime sama gue, hehe."

"Oke! Gapapa. Kamu mau 'kan, Dhi Temani aku." Debby menatap Dhio dengan tatapan memohon.

Dhio menghela nafasnya, lalu mengangguk pelan. "Oke ...."

*****

Rasanya canggung sekali bagi Dhio. Ini kali pertamanya berkencan dengan gadis lain selain Gina. Jangan katakan Dhio ini cupu, gak laku, ataupun jomblo ngenes. Banyak yang sering mengajak dirinya kencan. Namun, lagi-lagi Dhio menolaknya, dan alasan utamannya adalah Gina. Dhio hanya ingin selalu bersama Gina.

Dhio bukanlah cowok brengsek yang suka bergunta-ganti pacar. Dhio pernah sekali itu berpacaran dengan seorang gadis saat masa putih biru di kelas sembilan. Dhio hanya kagum pada gadis itu, perasaannya pun biasa saja, mungkin cintanya yang belum tumbuh.

Love Your SelfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang