20

4 1 0
                                    

"Dimakan, Debby. Jangan melamun terus," tegur Dhio dengan pelan.

Lagi-lagi Debby ketahuan melamun. Pikiran gadis itu rasanya berkecamuk hanya karena Dhio. Debby mengangguk, meraih piring berisikan ayam bakar yang ternyata sudah disajikan. Debby saja tak tahu kalau pesanannya ternyata sudah datang.

"Ngelamun in apa, Deb? Kayaknya, lo banyak beban banget. Mau cerita sama gua?" tawar Dhio, kemudian memasukkan ayam bakar yang sudah ia potong ke dalam mulutnya.

"Ah, enggak. Lain kali aja," tolak Debby dengan terkekeh. Ia menyibukkan diri untuk memotong daging ayamnya kecil-kecil agar mudah ia santap, sekaligus menghindari tatapan Dhio yang kini justru malah asik menatapnya terus.

Debby memasukkan potongan ayam tadi ke dalam mulutnya menggunakan garpu. Mengunyahnya dengan pelan, menikmati rasa bumbu dengan tekstur ayam yang sangat lembut dan enak, membuat perutnya terasa senang.

Debby meminum es teh miliknya, mencoba menatap Dhio, pemuda itu kini tengah meminum es teh juga, tetapi tatapannya terfokus pada Debby.

"Deb," panggil Dhio setelah meletakkan gelas tadi kembali ke meja, begitupun dengan Debby.

"Iya, Dhi. Kenapa?"

"Besok gua mau nembak Gina. Ditempat kesukaannya, di dekat danau pinggir kota. Em, lo bisa bantu gua siapin semuanya? Gua, mau menyatakan perasaan gua ke Gina."

Debby yang baru saja meneguk minumannya lagi langsung tersedak. Dhio yang sigap memberikan es teh miliknya sambil berdiri mendekati Debby dan menepuk pelan punggung gadis itu agar tak lagi tersedak.

"Hati-hati dong, Deb," kata Dhio setelah Debby tak lagi terbatuk akibat tersedak.

Debby hanya mampu tersenyum menanggapinya. Hatinya terasa nyeri saat Dhio bilang ingin menyatakan perasaannya pada Gina dengan bantuan Debby.

Debby mengangguk pelan, memasang senyum manis milihnya. "Pasti aku bantu."

****

Debby merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Perasaannya campur aduk. Malam ini, ia senang bisa malam mingguan bersama Dhio, walau hanya jalan bersama, tak terlalu bersenang-senang karena kecanggungan.

Selain senang, rasanya juga sedih dan kecewa, mengetahui sang pujaan hati akan menyatakan perasaannya dengan seorang gadis, yang notabennya adalah sahabatnya sendiri.

Debby harus apa? Apakah Gina akan menolak pernyataan Dhio? Atau justru sebaliknya?! Tidak! Debby tidak mau Gina dan Dhio menjalin hubungan asmara. Tidak, Debby tak sanggup.

Tapi ... seharusnya, Gina memang akan menolak pernyataan Dhio, bukan? Gina 'kan tidak memiliki perasaan apapun pada Dhio. Setidaknya, Debby masih memiliki sedikit harapan. Ya, benar!

Debby bangkit dari posisi rebahnya dan kini duduk di atas kasur. Gadis itu merogoh tas selempang yang tadi ia kenakan saat pergi bersama Dhio. Debby meraih ponselnya, lalu menyalakannya. Setelah itu, Debby segera menelfon Gina.

"Halo?" sapa Gina dari seberang sana.

"Ginaaaa!" teriak Debby dengan heboh.

"Astagfirullah! Debby, kuping gue sakit, ih!" Tampaknya, Gina kesal saat mendengar teriakan Debby.

Debby terkekeh. "Maaf, maaf, aku ada info penting."

"Apa itu?" Gina tak lagi kesal, nada bicaranya menjadi penasaran.

"Kamu janji, jangan pernah bilang ini sama Dhio, ya?"

"Iya, Debby ...."

"Dhio besok bakal nembak kamu, Gin!" kata Debby dengan nada gembira.

Di sisi lain, Gina terdiam mendengar penuturan Debby. Apa maksudnya?

Dhio ... akan menembak dirinya? Ah bukan, maksudnya, dalam artian menyatakan perasaan. Apakah itu mungkin? Tetapi, perkataan Dhio beberapa bulan lalu jelas masih teringat dalam otaknya.

"Jangan pernah berusaha deketin gua dengan siapapun, Gina. Gua cuma gamau orang yang gua sayang sakit hati."

Apa sebenarnya? Gina benar-benar bingung. Kalau perkataan Debby benar, lantas, bagaimana perasaan si gadis yang Dhio sayangi itu? Apa Dhio tak memikirkan hal itu?

Siapa yang bodoh di sini? Kesalah pahaman yang besar, malah membuat semuanya terasa rumit. Gina bingung, ia harus apa? Jujur, Gina sangat senang saat mendengar kabar kalau Dhio akan menyatakan perasaannya.

Tetapi ... bagaimana dengan Debby? Meskipun tadi suara Debby terdengar sangat riang gembira, Gina bisa mengetahui kalau itu kebohongan. Gina yakin, perasaan Debby saat ini tengah hancur saat tahu kalau Dhio akan menyatakan perasaannya.

Gina benar-benar dilema. Satu sisi, ia bahagia apabila Dhio benar-benar menyatakan perasaannya.  Namun, satu sisi lagi ia merasa tak enak hati pada Debby.

Apalagi, waktu itu dirinya pernah bilang kalau tak memiliki perasaan apapun pada Dhio. Ya Tuhan ... Gina benar-benar bingung.

Manakah yang harus Gina pilih? Perasaannya? Ataukah ... sahabatnya?

****

"Kira-kira, Gina bakal terima gak, ya?" monolog Dhio setelah selesai menata kursi taman yang tersedia di pinggir danau.

"Aku gak yakin, Dhi." Debby berdiri di sebelah Dhio dengan ekspresi membingungkan.

"Maksud lo?"

Flashback on ....

"Lo beneran, Deb?"

"Beneran lah, Gin. Ngapain aku bohong? Kamu harus terima, ya?" Debby berkata seperti itu hanya untuk memancing Gina.

Terdengar gelak tawa kembali di seberang sana. "Enggaklah buset, ngapain gue terima Dhio? Kan lo sendiri tau, gue gak ada perasaan apapun sama Dhio."

"Kamu beneran, Gin?"

"Iyah, Debby. Gue sama sekali gak naksir sama Dhio, ntar kalo tu anak beneran nembak gue bakalan gue tolak kok. Eh, udah dulu, ya, gue dipanggil Ibu. Dahh."

Sambungan pun terputus. Debby menggenggam ponselnya yang sudah ia matikan. Senyum terbit di bibir mungil nya.

"Kalau memang Gina gak suka sama Dhio, berarti masih ada harapan buat aku dapatkan Dhio, yes!!"

Flashback off ....

"W--waktu itu, Gina bilang sama aku, kalau Gina gak ada perasaan apapun sama kamu, Dhi." Debby menunduk, tak berani menatap Dhio.

'Gina ... maaf, Debby bilang kayak gini ke Dhio,' lirih Debby dalam hatinya.

Terlihat dari sudut matanya, tangan Dhio mengepal. "Palingan dia cuma bohong, kita liat nanti aja, Gina bakal terima atau tolak gua. Lo tolong jaga tempat ini sebentar, ya. Gua bakal jemput Gina dulu."

Dhio segera berlalu menjauh dari danau meninggalkan Debby seorang diri, Dhio akan menjemput Gina, sebelumnya pemuda itu sudah berjanjian dengan Gina kalau mereka berdua hendak menghabiskan akhir pekan bersama.

Dhio tak tahu, kalau Gina sebenarnya sudah tahu rencana ini. Gina ... berpura-pura tak tahu pada Dhio, dan menyetujui semuanya, dan Gina sudah memikirkan semuanya matang-matang.

Gina sudah memikirkan apa yang harus ia lakukan. Ini keputusannya. Mau bagaimanapun respon Dhio ataupun Debby, ini adalah keputusan Gina. Gina sudah memikirkan ini dengan matang sejak semalam.

*****

Cerita ini dipublikasikan pada tanggal ;

Love Your SelfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang