23

2 0 0
                                    

Gina berjalan gontai menuju sekolahnya. Kenapa hari ini terasa sangat menjengkelkan bagi Gina?

Tadi, saat ia tengah menaiki angkutan umum, tiba-tiba angkutan yang ia tumpangi mogok di dekat sekolah Gina. Diperkirakan jaraknya sekitar satu kilo meter. Mau tak mau, Gina berjalan menuju sekolahnya, begitupun dengan penumpang lainnya, berjalan menuju tempat tujuan masing-masing.

Gina menengok ke kanan dan kiri, ia hendak menyebrang. Letak sekolahnya ada tepat di sebrang nya, bersebelahan dengan pertigaan.

Mata Gina menangkap pemandangan yang sangat ia kenali. Dhio, sahabatnya, baru saja memasuki area sekolahnya, dari arah depan. Bukan itu yang membuat Gina tertegun. Tetapi, seseorang yang tengah diboncengi nya, Debby.

Benar-benar sial sepertinya hari Gina. Hari senin, bangun pagi kesiangan, sarapan hanya sedikit, ke sekolah jalan kaki sebentar, dan melihat pemandangan yang menohok hatinya.

Gina ingin menangis rasanya. Gadis itu menarik nafasnya, lalu membuang nya secara perlahan, guna meredakan emosinya. Dikarenakan bell masuk akan segera berbunyi, Gina berlari menyebrang dan segera menuju kelasnya, upacara akan segera dimulai.

****

Gina mengelap peluh di keringatnya. Rasanya, Pak Bambang yang tengah memberikan pidato kali ini terasa amat sangat lambat. Bukan hanya Gina yang merasakannya, beberapa murid lainnya pun begitu, terutama yang berada dibarisan paling belakang.

Gina pun merasakannya. Kini, Gina berbaris dibagian paling belakang, dimana posisi itu sangatlah panas di jam delapan pagi. Sedangkan di barisan depan, lebih sejuk karena bangunan bertingkat dua, yang ada di depan menutupi sedikit sinar matahari nya, membuat mereka yang ada di barisan depan tak begitu kepanasan, hanya merasa pegal karena kelamaan berdiri.

Kaki nya terasa pegal, ntah Dhio yang memang sengaja menghindari dirinya atau bagaimana, kini pemuda itu berada di barisan paling depan setelah Danton.

Biasanya, pemuda itu sangat anti di barisan depan karena tak suka di pandang oleh guru-guru, lebih nyaman di belakang, biasanya ia akan menjaili Gina yang berbaris di belakangnya.

Namun kini, Gina berbaris sendiri, tak ada teman di sebelahnya, dikarenakan salah satu murid laki-laki di kelasnya tak hadir, itu sebabnya jumlah menjadi ganjil.

Gina kembali menghela nafasnya. Peluh keringat semakin membasahi wajahnya. Topi putih abu-abu yang ia kenakan tak mampu membuatnya tidak merasa panas. Karena sinar matahari, jelas-jelas memancar dari depannya, sehingga sinarnya langsung menuju ke wajahnya yang gelap.

Makeup dan skincare yang Gina kenakan sepertinya mulai luntur. Gina tak memperdulikan wajahnya yang sudah kusam dan berminyak, Gina hanya ingin duduk dan berteduh.

Kakinya seperti sangat lemas, perlahan tak mampu lagi ia menopang tubuhnya. Pandangan Gina perlahan mengabur. Anggota osis yang berjaga di belakang segera menghampiri Gina yang mulai terjatuh lemas. Meminta bantuan dengan anggota lainnya, lalu mereka membopong tubuh besar Gina dengan kesusahan menuju uks.

Kehebohan itu tentunya tak luput dari pandangan siswa dan siswi yang tengah upacara. Beberapa ada yang berbisik-bisik, salah satunya siswi yang ada di kelas Gina dan Dhio.

"Kasihan banget, anak osis sampai keberatan gotong si Gina," celetuk salah satu siswi yang ada di barisan ke dua, mengenakan hijab putih yang sengaja ia lilitkan di leher, memperlihatkan dadanya yang tertutup seragam, bernama Windy.

Dhio terdiam. Mencoba menguping dengan posisi yang tetap tegap dengan tangan yang memposisikan istirahat di tempat.

"Gila, badan segede bagong gitu malah pingsan, yang gotong sampe lima orang, njir," sahut seorang siswi yang ada di belakang siswi tadi, yang diketahui namanya adalah Sherly, gadis dengan wajah menor.

Love Your SelfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang