||Selamat membaca||"Kita mau kemana, Yo?" tanya Gina.
Kini, Gina dan Dhio tengah berada di atas motor ninja kesayangan Dhio. Sesuai ucapan Dhio tadi, Dhio berniat mengajak Gina menuju danau yang ada di pinggir kota.
Sebenarnya, Gina sudah tahu kemana ia akan pergi. Ia berpura-pura, takut Dhio curiga kalau dirinya sudah tau apa yang tengah direncanakan Dhio.
"Nanti juga lo tau, kok. Pegangan yang erat ya, Gin." Dhio meraih tangan Gina yang ada di pinggangnya menggunakan tangan kiri. Mata dan tangan kanannya masih fokus mengemudi.
Tadinya Gina hanya berpegangan pada jaket Dhio, di sisi kanan dan kiri. Tetapi, kini Dhio mengarahkan tangan Gina agar memeluk dirinya.
Tak baik untuk jantung Gina. Ia hendak menjauhkan tangannya, namun sudah dicegat lebih dulu oleh Dhio. Gina pasrah, tetap pada posisi memeluk Dhio, dan Dhio mempercepat laju kendaraannya.
"Maafin Gina. Maaf, Gina harus lakuin ini." batin Gina.
*****
Dhio menggandeng tangan Gina dengan lembut, menuju bangku taman yang sudah terhias dengan sangat cantik menghadap ke arah danau yang tenang dan menyejukkan.
Gina terpukau. Ia tak menyangka kalau Dhio mempersiapkan tempat ini, khusus untuk dirinya sendiri. Ia pikir, Dhio hanya akan menyatakan perasaannya saja, tanpa embel-embel dengan indahnya pemandangan ini.
Seketika, niat Gina semalam tampak goyah. Tidak, Gina tidak boleh labil, Gina harus tetap pada pendiriannya semalam.
Dhio mengajak Gina untuk duduk di bangku tersebut. Mengubah posisi tubuhnya menghadap Gina. "Gimana? Lo suka sama ini semua gak?"
Gina mengangguk, tersenyum lebar menampakkan lesung pipinya. "Bagus banget. Siapa yang buat nih? Kalau lo yang buat, gue yakin pasti, ini bukan kerjaan lo."
"Tega banget njir, bilang makasih kek. Ini seriusan gua yang hias," ucap Dhio dengan nada merajuk.
Gina tertawa gemas. "Iya-iya gue percaya kok." Dhio tersenyum tipis. "Tunggu di sini, gua mau ambil sesuatu dulu." Dhio bangkit dari duduknya menuju belakang pohon besar dan mengambil sesuatu dari sana, sebuah gitar.
Dhio kembali mendekati Gina dan duduk di sebelah gadis itu dengan gitar klasik berwarna coklat di tangannya. "Gua bakal nyanyiin satu lagu buat lo. Dengerin ya, Gin."
Gina mengangguk, ia setia menatap Dhio dengan senyuman yang selalu terukir dalam wajah pemuda tampan itu.
Dhio memangku gitar yang ia pegang mulai mengambil posisi memegang gitar dengan benar dan nyaman. Memetik kan senar gitarnya sesuai irama, dan mulai melantunkan lagu sesuai irama gitar.
Izinkan kulukis senja ....
Mengukir namamu di sana ....
Mendengar kamu bercerita ....Menangis, tertawa ....
Rasanya, seperti tersambar petir. Perasaan Gina seperti tengah diaduk-aduk. Gina senang, bahagia dengan perlakuan Dhio saat ini. Namun, kembali lagi pada kenyataan, Debby menyukai Dhio.
Gina terus memandangi Dhio yang tengah bernyanyi. Suaranya sangat merdu, Gina baru tahu kalau Dhio bisa bernyanyi sebagus ini.
Biar kulukis malam ....
Bawa kamu bintang-bintang ....'Tuk temanimu yang terluka ....
Hingga kau bahagia ....Rasanya seperti mimpi. Jika benar ini mimpi, Gina tak ingin bangun, ia ingin tetap seperti ini, tanpa memperdulikan kenyataan kalau Debby menyukai Dhio.
Aku di sini ....
Walau letih, coba lagi, jangan berhenti ...
Ku berharap ...
Meski berat, kau tak merasa sendiri ....Kau telah berjuang ....
Menaklukkan hari-harimu yang tak indah ....
Biar ku menemanimu ....
Membasuh lelahmu ....Tuhan ... Gina sangat mencintai Dhio. Gina tampaknya akan goyah. Setetes air mata turun membasahi pipi gadis itu. Dhio melihatnya, melihat Gina yang menangis membuat Dhio tersenyum dalam hatinya. Pemuda itu sangat lihat bermain gitar dan juga bernyanyi.
Izinkan kulukis senja ....
Mengukir namamu di sana ....
Mendengar kamu bercerita ....
Menangis, tertawa ....Biar kulukis malam ...
Bawa kamu bintang-bintang ...
'Tuk temanimu yang terluka ...
Hingga kau bahagia, haa-haa ...
Haa-haa ....Dhio tak tahu, kalau Gina menangis sedih, bukan bahagia ataupun terharu. Gina menangis karena pahitnya kenyataan. Awalnya Gina senang berteman dengan Debby. Nyatanya, sahabat barunya itu menyukai cinta pertamanya, Dhio.
Izinkan kulukis senja ...
Mengukir namamu di sana ....
Mendengar kamu bercerita ....
Menangis, tertawa ....'Dhio ... Gina sayang banget sama Dhio, Gina gamau lepasin Dhio, tapi ... Gina gak bisa buat Debby sakit hati kalau dia tau perasaan Gina yang sebenarnya ke Dhio,' lirih Gina dalam batinnya. Sungguh menyedihkan.
Biar kulukis malam ....
Bawa kamu bintang-bintang ....
'Tuk temanimu yang terluka ....
Hingga kau bahagia ....'Tuk temanimu yang terluka ....
Hingga kau bahagia ....Lagu yang terkesan romantis itu berubah menyedihkan bagi Gina sendiri. Lagu itu benar-benar mengisahkan tentang Gina dan Dhio selama ini. Tuhan tega mempermainkan Gina, Tuhan memang memberikan Gina sahabat selain Dhio. Tetapi, kenapa kenyataan ini membuat Gina harus melepaskan Dhio secara tak langsung.
Lagu selesai. Petikan terakhir Dhio akhiri dengan senyum manisnya. Selama lagu itu Dhio nyanyikan, Dhio tak henti-hentinya menatap Gina yang sudah bercucuran air mata. Dhio tersentuh, se bahagia itu kah Gina hingga menangis tersedu-sedu.
Dhio menaruh gitarnya ke bawah, ke samping bangku taman. Kedua tangannya terulur untuk menghapus air mata di kedua pipi gembul Gina.
"Kok nangis gini, sih? Kan gua niatnya pengen bikin lo seneng, tapi malah nangis gitu," ujar Dhio setelah menghapus air mata Gina dan menjauhkan tangannya dari Gina.
Gina menggeleng. "Enggak kok, gue cuma terharu aja lo ngelakuin ini semua, niat banget lo." Gina tertawa menutupi kesedihannya.
Entah Gina yang pandai mengatur ekspresi nya atau memang Dhio yang bodoh ataupun tidak peka. Hey Dhio, Gina sangat sakit hatinya, kau tahu itu, kan?!
Dhio tersenyum lebar. Ia meraih kedua tangan Gina, lalu menggenggamnya dengan lembut. "Gina, boleh tidak, Dhio menjadi satu-satunya lelaki yang selalu ada untuk Gina. Selalu memeluk Gina saat Gina sedih, menghapus air mata Gina saat Gina menangis---"
"---memberikan kebahagiaan kepada Gina dengan cara Dhio sendiri. Bolehkah Gina? Dhio ingin ada untuk Gina, sebagai punggung untuk Gina berlindung, dan sebagai bahu untuk Gina bersandar. Dhio ... ingin Gina menjadi milik Dhio, menjadi seseorang yang akan menjadi tempat berkeluh-kesah Dhio."
Dhio menjeda perkataannya sesaat. "Dhio sayang sama Gina. Bukan, ini bukan sekedar sayang antara sahabat, ataupun teman. Dhio benar-benar menyayangi Gina layaknya seorang pemuda menyayangi gadisnya. Dhio merasakan itu pada Gina."
Lidah Gina rasanya kelu, tubuhnya terasa kaku. Gina ... dilema. Dhio mengecup punggung tangan kanan Gina yang tengah ia genggam.
"Anggina Rahmawati, kamu mau menjadi pacaranya Dhio? Menjadi gadis kesayangan Dhio. Will you be my girlfriend?"
Gina menunduk, menghindari tatapan Dhio, mencoba mengumpulkan semua keberaniannya untuk menjawab.
Gina melepas genggaman tangannya dari Dhio, membuat Dhio kebingungan, Dhio menatap Gina dengan tatapan bingung. Gina menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
Perlahan, Gina menggeleng, bersamaan dengan ucapannya yang membuat Dhio sungguh-sungguh kecewa akan jawaban dari Gina.
"Maaf, gue gak bisa terima lo, Dhio. Gue gak ada perasaan apapun sama lo, gue cuma menganggap lo sebagai sahabat, enggak lebih."
*****
Cerita ini dipublikasikan pada tanggal ;
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Your Self
Novela JuvenilCerita ini dipindahkan dari akun @RafasyahRakaAditya. Apa yang sudah diberikan, tidak bisa dikembalikan. Jika suatu hari nanti cerita ini laku di pasaran, penulis pertama tidak berhak meminta cerita ini kembali karena pada saat ini sudah pindah hak...