17

2 1 0
                                    

Gina mengerjapkan matanya secara perlahan. Ia melihat ke sekitar. Nuansa ruangan bercat putih dengan bau obat-obatan menyeruak dalam indra penciuman Gina. Sepertinya, ini sudah malam hari, Gini melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam.

Gina melihat tangan kanannya yang di infus. Suasana ruangan ini sepi sekali, tak ada seorangpun selain dirinya. Dimana ibunya? Dimana Dhio?

Ceklek ....

Pintu ruangan Gina terbuka perlahan agar tak menimbulkan bunyi. Gina tersenyum tipis saat orang itu masuk dan menatapnya dengan wajah terkejut, tak percaya dan bahagia.

Dhio segera berlari setelah menutup pintu. Meletakkan kantung plastik yang ia bawa kelantai begitu saja. Dhio memeluk Gina saat sudah di dekat gadis itu yang masih terbaring.

Gina tak bisa banyak gerak, ia hanya tersenyum saat Dhio memeluknya. Seluruh tubuhnya masih terasa lemas dan sakit. Rasanya, efek bius setelah operasi baru membuatnya terbangun setelah seharian memejamkan mata.

Gina merasa bahu Dhio bergetar dalam pelukannya. Pemuda ity memeluknya dengan sangat erat, seakan-akan ia tak mau kehilangan Gina.

"D--dhio ...," lirih Gina terbata-bata karena tenggorakannya terasa kering.

Dhio yang peka, lantas melepaskan pelukannya. Lalu ia meraih botol air mineral yang tadi, kantung plastik yang sempat Dhio jatuhkan tadi. Dhio kembali mendekati Gina sambil memasukan sedotan dan membantu Gina untuk minum karena gadis itu masih dengan posisi rebahan.

"Makasih," kata Gina dengan suara pelan.

Dhio menaruh botol tersebut ke atas nakas setelah menutup botolnya. Ia duduk di kursi yang ada di sebelah brankar.

Gina baru menyadari, mata dan hidung Dhio tampak merah  seperti sehabis menangis. "Dhio nangis?"

Dhio menunduk. "Maafin Dhio ... maaf, Dhio telat tolong Gina waktu itu ... andaikan Dhio datang lebih cepat, Gina gak akan kayak gini," cicit Dhio dengan nada bergetar.

Gina mengangkat tangannya secara perlahan, tangannya ia dekatkan ke kepala Dhio, lalu mengelus rambut pemuda itu. "Enggak, Dhio gak salah. Walaupun Dhio telat, sekarang Dhio udah tolongin Gina, kan?"

"T--tapi ...." Dhio tak mampu melanjutkan ucapannya.

"Gina laper ... suapin Gina bubur, ya? Tangan Gina lemes," pinta Gina layaknya anak kecil sambil menjauhkan tangannya dari kepala Dhio.

Dhio mengangguk. "Dhio panggilin dokter dulu, buat cek keadaan Gina."

"Oke!"

*****

Nita yang tadinya sudah pulang karena Dhio yang memintanya untuk beristirahat di rumah, kini kembali berada dirumah sakit. Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Dhio segera menelfon Nita setelah dokter mengecek keadaan Gina.

Untungnya, kini keadaan Gina sudah lebih baik dari sebelumnya. Beruntungnya, cedera kepalanya tak membuat Gina mengalami amnesia. Gina hanya perlu menjalankan pemulihan, karena tubuhnya masih lemas dan sakit, serta kepalanya yang sering kali terasa berdenyut.

"Sekarang kamu tidur lagi ya, Nak. Istirahat, biar pusingnya hilang," saran Nita sambil mengelus rambut Gina.

"Dhio kemana, Bu?" tanya Gina.

"Ibu suruh pulang, kasihan dia seharian jagain kamu terus. Dhio khawatir banget sama kamu," jawab Nita dengan lembut.

"Dhio beneran jagain Gina seharian, Bu?" tanya Gina tak percaya.

Nita mengangguk. "Iya, bahkan dia hampir ga makan karena jagain kamu. Oh iya, tadi kata Dhio, temen kamu yang namanya Debby dateng jenguk kamu." Gina hanya mengangguk menanggapinya.

Love Your SelfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang