07

5 3 0
                                    

"Mengertilah, apabila kamu ingin dimengerti oleh orang lain."
• Love Your Self •

Gina turun dari motornya Dhio.  Melepaskan helm yang ia kenakan, lalu memberikannya pada Dhio dan diterima oleh Dhio. Gina merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan.

Hari ini, mereka berangkat bersama karena tadi Dhio menjemputnya. Gina biasanya datang ke sekolah sendiri menggunakan angkutan umum. Dhio selalu memaksa Gina untuk pulang bersama, tapi Gina tetaplah Gina yang teguh akan pendiriannya.

"Nanti pulang sekolah tunggu gua dulu, ya."

"Ngapain? Gak, ah, males. Nanti gue pulang sendiri aja naik angkot," balas Gina.

Dhio turun dari motor matic miliknya, lalu berdiri berhadapan dengan Gina. "Nurut aja kata gua apa susahnya sih, Gin?"

"Iya bawel, ntar gue pulang bareng lo. Puas?"

"Puas banget. Semangat belajarnya, Gembul."

Dhio melangkah berbelok menuju koridor ruang eskul tanpa bersama Gina, ia buru-buru akan pergi ke ruang eskul karena ada sedikit urusan di sana. Gina melangkah menuju ke kelasnya yang ada di depan koridor.

Saat Gina melewati toilet wanita yang berada jauh sebelum ruang kelasnya Gina, seseorang lebih dulu menarik dirinya menuju pojok sekolah.

"Masih berani deket sama Dhio?" tanya orang itu dengan tatapan mengintimidasi. Gina menunduk, tak berani mendongak karena ditatap oleh Putri dan temannya.

"Kalau ditanya itu jawab!" bentak Putri dengan penuh emosi.

"G--gue cuma ...."

"Cuma apa?! Lo bener-bener bikin gue marah ya, Gina!" baru saja Putri akan menampar Gina, tiba-tiba ....

"Ada Pak Rian lagi ngerazia woy!" teriak Debby yang entah dari mana tengah berlari melewati Putri dan temannya yang tengah merundung Gina.

"Put, kasih dia pelajarannya nanti aja, ayo cepet sembunyiin alat make-up kita," ajak Risma dengan wajah panik.

"Iya, Put. Gue gak mau kalau dihukum bersihin kamar mandi," kata Intan menambahi.

Putri berdecak. "Kali ini lo selamat, awas lo nanti!" gertak Putri. Setelah itu, mereka berbalik dan meninggalkan Gina menuju kelas mereka.

Gina menghela nafas lega, ia melihat ke sekitar. Debby muncul dari belakang pohon yang dekat dengan pagar luar, ia mendekati Gina sambil tersenyum lega.

"Lo gak papa, Gin?" tanya Debby saat sudah berada di hadapan Gina.

Gina mengangguk, tersenyum manis pada Debby. "Makasih ya, By. Udah nolongin gue tadi, kalau gak ada lo, pasti gue udah babak belur lagi."

"Sama-sama. Kita kan teman."

Gina mengangguk, lalu berjalan bersama Debby menuju kelas Gina. Kelas Debby ada di atas kelas Gina yang dekat dengan tangga, makannya mereka berjalan bersama.

"Beneran ada razia?" tanya Gina mengisi perjalanan mereka.

Debby tertawa. "Itu cuma bohong. Aku teriak tadi biar mereka gak bully kamu."

"Sekali lagi, makasih ya, By." Debby mengangguk.

*****

Sudah berjalan dua bulan lamanya Debby dan Gina semakin dekat. Putri dan teman-temannya selalu gagal untuk melakukan kekerasan pada Gina karena Debby selalu membantu Gina menggagalkan nya.

Kini, berat badan Gina baru berkurang lima kilo dari setiap minggunya berolah raga dan diet. Gina sendiri kesal pada dirinya yang tak bisa menahan nafsu makannya. Dirinya memang jarang makan di siang hari. Tetapi Gini malam diam-diam makan di malam hari dengan menyembunyikan makanannya di lemari baju.

Gina sudah bisa memakai riasan, ia biasa mengenakan riasan natural setiap kesekolah ataupun keluar rumah. Hubungannya dengan Dhio pun masih berjalan dengan baik. Ah mengingat hal itu,  Gina sendiri lupa mengenalkan Debby pada Dhio. Saat mereka bermain bersama, Dhio jarang ada dan Gina tak dapat mengenalkan mereka berdua.

Gina menghela nafas beratnya sambil menaruh botol serum ke atas meja belajarnya. "Serum, lotion sama cream udah abis, uang tabungan juga udah abis," keluh Gina dengan wajah murung.

"Apa aku minta ke Ibu aja, ya? Tapi ... Ini baru pertengahan bulan, Ibu pasti belum gajian." Gina kembali melamun memikirkan bagaimana caranya ia bisa membeli skincare lagi.

Ibu Gina hanyalah seorang buruh pabrik di dekat rumahnya. Bekerja dengan gaji harian yang hanya sekitar lima puluh ribu rupiah perharinya. Meskipun hanya hidup berdua, kebutuhan mereka masih pas-pas an karena pekerjaan Nita yang hanya sebagai buruh.

"Coba minta dulu, deh. Kalau aku ga pakai skincare, bisa-bisa mukaku jerawatan lagi, deh," putus Gina, lalu ia beranjak dari duduknya.

Gina melangkahkan kakinya keluar kamar, ia mencari Nita mulai dari dapur, ruang tamu, hingga ke kamar Nita. Ternyata Nita ada di dalam sana.

"Ibu ...," panggil Gina sambil memasuki kamar Nita tanpa izin. Kamar Nita hanya tertutupi tirai tanpa pintu, jadi dengan mudah Gina masuk tanpa perlu membuka pintu.

Gina melihat Nita yang tampak tengah menatap sebuah kertas tagihan, duduk di pinggir kasur. Nita pun menoleh kearah Gina. "Eh, kenapa, Mbul? Mau makan?"

Gina menggeleng, ia duduk di sebelah Nita, menatap Nita dengan tatapan memohon dan bibir yang cemberut. "Ibu ... skincare Gina udah habis, Ibu mau 'kan beliin Gina skincare lagi? Ibu 'kan tahu kalau Gina gak pakai skincare, nanti muka Gina jadi kusam dan berminyak, Bu."

"Bukannya minggu lalu kamu baru beli pakai uang tabungan kamu, Mbul?"

Gina merengek. "Ibu ... Ibu 'kan tahu kalau Gina rutin pakai skincare siang dan malam biar wajah Gina terawat. Uang Gina kemarin pun cuma cukup buat beli skincare ukuran mini, Bu. Ibu mau yah, beliin Gina skincare."

"Tapi Nak ... ini masih pertengahan bulan januari, Ibu belum bisa belikan kamu skincare lagi. Ini juga, tagihan listrik sama air pam udah nagih Ibu karena minggu kemarin gabisa bayar buat gantiin uang les bimbel kamu, Nak."

"Ibu mah gitu ... Gina cuma minta uang seratus ribu doang masa Ibu gak ada? Skincare itu penting buat Gina, Bu. Nanti kalau Gina gak pakai skincare, bisa-bisa muka Gina jerawatan lagi, Buuuuu."

Nita menghela nafas beratnya, ia menatap putri kesayangannya dengan tatapan sendu. Nita tak bisa menolak permintaan sang putri, tapi kalau ia tak punya uang, bagaimana ia bisa menuruti kemauan Gina?

Nita mengelus rambut Gina yang terurai dengan lembuh, Nita tersenyum hangat pada Gina. "Iyah, nanti Ibu belikan, tapi gabisa besok, Ibu bakal cari pinjaman ke tetangga."

Gina kembali cemberut. "Terus kapan, Bu?"

"Ibu mau lunasin tagihan listrik dan air pam dulu, Nak. Nanti kalau sudah beres, Ibu akan belikan."

"Itu mah lama lagi, Bu," protes Gina. "Udah lah, Ibu gak akan bisa turutin kemauan Gina. Ibu gak tahu rasanya jadi Gina, Bu." Gina bangkit dari duduknya, ia langsung berbalik dan keluar begitu saja meninggalkan Nita yang menatapnya dengan sedih.

"Maafkan Ibu, Nak. Maaf, Ibu belum bisa membahagiakan kamu."

*****

Cerita ini dipublikasikan pada tanggal ; 29 September 2021

Love Your SelfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang