Cerita ini hanyalah fiksi. Tidak ada satupun kejadian di cerita ini yang teradaptasi dari pengalaman pribadi penulis.
Selamat membaca!
***
Sesosok siswi berjilbab dengan wajah jutek masuk ke dalam kerumunan orang. Ruangan yang terbuka tanpa ada sekat ataupun jendela. Semua udara berasal dari depan, mengarah langsung ke lapangan sekolah. Di sisi kanan dan kiri, ada tembok menjulang pemisah ruangan itu dengan kelas.
"Tari!" Siswi itu menoleh. Mendekat pada sahabatnya yang melambaikan tangan seraya berdiri. Maklum, jika ia duduk justru sulit bagi Tari untuk menemukannya.
"Kau sudah memesan makanan?" Tari duduk di sisi sebrangnya.
Gadis itu kembali duduk dan mengibaskan rambut sepundaknya. "Bakso super pedes, kan? Udah kok. Minumannya bentar lagi dateng."
Tari mengangguk ketika sebuah mangkuk yang penuh dengan bulatan daging dan berkuah merah berada di hadapannya. Ah, air liurnya sudah mulai menetes hanya dengan melihat biji-biji cabai yang menggenang.
Gadis itu memundurkan jilbab putihnya sejenak lalu bersiap untuk bertempur. Melawan rasa panas itu agar masuk ke dalam tubuhnya. Begitu juga dengan Isty, ia menyampirkan anak rambutnya dan mulai menyantap nasi uduk kesukaannya.
"Eh, Isty. Boleh aku gabung?" Kedua siswi itu mendongak. Isty meletakkan sendoknya dan tersenyum. Mengangguk pelan dan sedikit menggeser tubuhnya. Gadis asing itu langsung duduk di dekatnya.
"Siapa?" tanya Tari heran. Setahu Tari, Isty tak begitu dekat dengan orang. Bahkan di kelas hanya dia yang mau menemani sang pacar Aby itu. Alasannya? Karena Isty terlalu biasa.
Lagi-lagi Isty harus menahan sendok yang belum sampai di mulutnya. Sedikit menjauhkan sang sendok dan melirik ke arah samping. "Namanya Nafa. Siswi pindahan di kelas Aby."
Nafa tersenyum dan memajukan tangannya. Tari yang mengerti ikut mengulurkan tangan sambil mengucapkan namanya. "Salam kenal, Tari."
Gadis itu menoleh ke belakang ketika namanya disebut. Mencari sosok pemilik suara yang sepertinya ia kenali. "Oh, Riri. Ada apa?"
Riri nampak gugup dan menyampirkan anak rambutnya. Memegangi lengan kanannya dan sedikit menatap ke arah samping. "Boleh aku minta saran juga?"
Senyuman miring tercetak jelas di wajah Nafa. "Tentu. Apa yang bisa kubantu?" Tari dan Isty mengabaikan mereka. Lebih memilih menyantap makanan itu sebelum dingin.
"Tolong bantu aku. Apa yang harus aku lakukan agar bisa berpacaran dengan gebetanku?"
"Siapa gebetanmu?" Telunjuk Riri terangkat lurus ke depan. Menunjuk seorang siswa yang berada tak jauh dari mereka. "Lho? Kau meminta cara untuk menikung juga?" Mendengar kata menikung, membuat Isty sedikit tertarik. Ia diam-diam melirik dua siswi itu
Riri tersentak. "Nggak iih. Kakak itu nggak punya pacar."
Nafa dengan santai menggeleng. "Dia punya kok." Pandangannya mengedar. Lalu menunjuk sesosok gadis berambut kepang satu yang berjalan bersama temannya. Tertawa dan sedikit bersenandung. "Itu pacarnya."
"Kau pasti berbohong!" protes Riri sedikit menundukkan diri. Mengepalkan tangan seolah tak terima. "Mana mungkin si cupu itu jadi pacar Kak Hito?"
Nafa tak acuh. Membalikkan badan dan kembali bersiap menyantap makanan. "Kalau tak percaya ya sudah."
Riri menggigit bibir bawahnya. Rasa ragu mulai menyeruak. Bimbang karena bisa saja perkataan Nafa adalah kebenaran. "Lalu, bagaimana kau bisa tahu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Kedua [END MASIH KOMPLIT]
Teen FictionCerita ini berbahaya. Buat kamu yang berencana menikung temanmu sendiri:) Selingkuh, menikung, merebut pacar orang adalah hal yang biasa di dalam sebuah hubungan antar kedua manusia. Keadaan klise yang bisa dan selalu menghancurkan ikatan benang mer...