Bab 5

34 4 0
                                    

Cerita ini hanyalah fiksi. Tidak ada satupun kejadian di cerita ini yang teradaptasi dari pengalaman pribadi penulis.

Selamat membaca!

***

"Nafa!" Riri berlari telebih dahulu. Menyusul teman sekelasnya yang sedang berjalan dengan pacarnya. Sang empu yang terpanggil menoleh dan menghentikan langkah. Membelakangi sorot warna jingga yang menyejukan mata.

Garis lengkung di bibir Riri terangkat sempurna. "Sukses besar, Fa!"

Nafa ikut mengulum senyum. Melihat Riri yang berjalan bersama Farhana tadi membuatnya semakin paham dengan apa yang Riri maksudkan. "Jadi, kita bisa lanjutkan?"

Gadis berjepit merah jambu itu mengangguk antusias. "Kita bisa melakukannya besok! Kalau begitu, aku duluan. Ayo, Hana," pamit Riri melambaikan tangan lalu mengait tangan Farhana yang berhasil menyusulnya.

"Apanya yang sukses?" celetuk seorang gadis mungil sedikit memiringkan kepala karena sosok Nafa yang tertutup tubuh Aby.

Gadis itu menyipitkan mata dan tersenyum penuh arti. Ia mengubah posisinya dan menengahi kedua orang itu. Menggandeng tangan mereka dan menariknya ke depan. "Bukan apa-apa!"

"Yang terpenting, ayo kita mulai kencan pertama kita!"

Seperti orang kencan biasanya, mereka melakukan hal menyenangkan bersama. Bermain di play zone, berbelanja, makan di restoran, dan menghabiskan waktu menikmati gemerlap bintang di atas karpet seperti orang piknik. Bedanya, mereka tidak berdua, tapi bertiga. Daripada orang pacaran, mereka lebih seperti teman.

Isty dan Aby acuh tak acuh. Berada di dekat Nafa membuat akal sehat mereka seolah lenyap. Sudah beberapa waktu tidak ada pembicaraan di antara mereka. Entah sibuk dengan pikiran atau hanya ingin menikmati keheningan.

"Maaf, bisa kau ambilkan bol--" Semua pandangan menoleh. Seorang lelaki berlari kecil ke arah mereka lalu berhenti tiba-tiba. Selaras dengan perkataannya yang terpenggal dan wajahnya justru mengkerut bingung. "Apa yang kalian lakukan?"

Aby merotasi kedua bola matanya kesal. Mendengar suaranya saja membuat Aby ingin menenggelamkan lelaki itu. Memilih diam, Aby meraih keripik kentang lalu memasukkannya dalam mulut.

"Candra?" kata Isty sedikit terkejut. Isty heran ketika melihat peluh yang memenuhi wajah teman masa kecilnya itu. Seragam basket yang Candra pakai menjawab pertanyaan di dalam benak Isty.

"Kami cuma sedang piknik."

Jawaban itu membuat Candra tersenyum tak percaya. Ia menyorot semua perlengkapan lengkap yang berada di dekat ketiga orang itu. Makanan ringan, karpet, botol minum, dan beberapa barang belanjaan. "Kalian piknik di lapangan sepak bola?"

"Kenapa? Nggak ada aturan dilarang berpiknik di sini, kan? Sok-sokan kayak lapangan ini punyamu saja," dengus Aby.

Candra memijat keningnya. Ia paham betul orang itu memang gila di sekolah, tapi ia tak menyangka bahwa Aby juga meninggalkan kewarasannya entah di mana.

"Dedek gemes!" Sial, Candra melupakan kehadirannya.

Menoleh malas, pemuda mungil itu sengaja memasang wajah tak senang. Nafa menyodorkan bola basket yang sempat ia minta tadi. Dengan senyum lebar, seperti biasa. Usai berterima kasih, Candra memilih membalikkan tubuh. Bisa-bisa ia ikut gila berada di sana. Kembali ke lapangan basket kota yang berada tepat di lapangan sepak bola.

"Aku baru tahu ternyata dia rajin olahraga," celetuk Nafa kembali duduk di dekat Isty.

"Biar bisa tinggi kali." Aby merebahkan tubuhnya kembali. Menyilangkan tangan di belakang kepala. Mencari posisi rebahan terbaik. "Sok banget. Tubuh lemah kayak gitu malah maksa olahraga. Kena bola sekali juga roboh tuh anak. Aw!"

Pacar Kedua [END MASIH KOMPLIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang