Bab 10

24 4 0
                                    

Cerita ini hanyalah fiksi. Tidak ada satupun kejadian di cerita ini yang teradaptasi dari pengalaman pribadi penulis.

Selamat membaca!

***

Farhana POV

"Masa dia pura-pura tidak mengenalku? Padahal kami sudah dekat sejak kecil. Saat ia pindah, siapa orang yang pertama kali menjabat tangannya? Siapa yang menjauhkannya dari orang yang hanya mau memanfaatkannya? Aku! Orang itu adalah aku, Ri."

Itu adalah kebohongan. Karena nyatanya, Kak Hitolah yang selalu menolongku.
Sejak kecil, aku selalu dimanja oleh orang tuaku. Diantar jemput hingga saat ini. Hanya saja, waktu aku bermain dengan Isty itulah aku menaiki transportasi umum. Itu pun harus terkena amukan dari papaku sepulangnya. Papa yang terlalu protektif bahkan pada putrinya yang sudah berumur tujuh belas tahun.

Mamaku tak jauh berbeda. Aku sampai dilarang memasuki wilayah dapur sangking waspadanya. Ruang lingkupku di rumah hanyalah kamar, ruang makan, dan kamar mandi. Ruang tamu pun jarang aku hinggapi, karena aku perempuan. Kalau ada tamu pasti yang keluar duluan adalah papa.
Saat aku mulai muak dengan perlakukan orang tuaku, lelaki itu datang.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam!" jawabku cepat lalu mencari kedua orang tuaku. Menelusuri rumah sederhana itu dengan berlari. Aku mulai panik, suara salam itu kembali terdengar. Namun, aku tak menemukan sosok Papa maupun Mama. Apa mereka sedang keluar?

"Ma-maaf, Mama dan Papa nggak ada di rumah," ujarku malu-malu membukakan pintu. Takut akan terjadi sesuatu, aku membawa raket nyamuk di belakang tubuhku. Karena menundukkan kepala, aku tak tahu siapa yang datang.

"Nggak apa. Aku cuman mau ngasih ini kok." Sebuah plastik tersodor ke arahku. Mau tak mau aku menerimanya masih dengan menundukkan kepala. "Mulai hari ini aku tinggal di dekat rumahmu. Mohon bantuannya ya!" lanjutnya.

Saat entah siapa itu mengulurkan tangannya, aku dengan refleks mengangkat kepala. Membuka mataku sepenuhnya karena terkejut. Sosok anak kecil seperantaranku tersenyum dengan wajah polosnya. “Namaku Hito! Siapa namamu?”

"Ha-Hana," cicitku menerima uluran tangannya dengan menjatuhkan raket listrik itu. Anak laki-laki yang mengetahuinya hanya tertawa renyah.

"Salam kenal ya, Hana! Semoga kita bisa menjadi teman yang baik," pamitnya lalu berlari meninggalkan pekarangan rumahku. Aku hanya terdiam dengan rona merah di pipiku. Kala itu aku senang, karena akhirnya memiliki seorang teman.

***

"Lho, Hana? Kita satu sekolah?" Aku pun berkedip tak percaya saat berpapasan dengannya di sekolahku. Anak laki-laki itu tetap tersenyum lebar dan menyapaku. Sebelum aku membalas sapaannya, ekspresi orang-orang di belakangnya membuatku urung.

"Hito, kusarankan jangan mau berteman dengannya," bisik seseorang di dekatnya seolah sengaja.

"Benar, sebaiknya kau jauhi saja dia. Papanya sangat mengerikan. Seminggu yang lalu, Raka dikeluarkan dari sekolah karena tak sengaja melukainya. Dia itu anak Papa, hihi," imbuh yang satunya.

"Mana dia nggak bisa apa-apa kecuali belajar."

"Hus, dia bisa mendengarmu. Kau ingin dikeluarkan juga?"

Aku menundukkan kepalaku. Memegang dengan erat ujung rok merahku lalu berjalan menjauh dari mereka. Lagi-lagi aku kehilangan teman, pikirku kala itu. Namun, aku salah.

"Hana, pulang bareng, yuk!"

Bukan hanya aku, seluruh penghuni kelas menatap anak laki-laki seputih salju itu dengan wajah tak percaya. Suasana riuh pun langsung hening. Kak Hito yang memang dari kelas di atasku menghampiriku yang masih membeku. Tangannya memegang tanganku yang menggantung dan langsung menarikku dengan senyum tanpa dosa.

Pacar Kedua [END MASIH KOMPLIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang