Bab 6

32 4 0
                                    

Cerita ini hanyalah fiksi. Tidak ada satupun kejadian di cerita ini yang teradaptasi dari pengalaman pribadi penulis.

Selamat membaca!

***

Riri memegang ucapannya. Ia tak menyerah begitu saja. Berbagai cara ia lakukan agar Hito bisa berbicara empat mata dengan Farhana. Meski itu membuat gadis berkepang itu semakin membencinya.

"Cukup, Riri!" sentak Farhana. Orang-orang yang berada di taman sekolah langsung saja menaruh perhatian pada kedua siswi kelas dua itu. "Berapa kali harus kukatakan agar kau paham?"

"Aku melakukan hal ini juga untukmu, Hana," bela Riri. "Aku tahu kok kamu masih menyukainya."

Kalimat terakhir Riri membuat Farhana marah. Ia sedang tak suka diusik. Riri menutup mata saat telapak tangan Farhana terangkat ke udara. Namun, tamparan itu tak sampai pada wajahnya.

Kedua gadis itu tersentak kaget. Tangan kanan Farhana yang melayang dihentikan oleh Hito. Sedangkan tangan pemuda Jepang yang lain merangkul Riri dari belakang, berposisi melindunginya. Tatapan tajam juga menguar dari mata sipitnya.

"Kak Hito ...," lirih Farhana melemaskan tangannya. Hito melepaskan genggamannya dan melirik ke arah Riri yang menutup wajah. Pundaknya bergetar, gadis itu menangis. Tangannya menutupinya agar tak ada yang melihat.

"Aku hanya ingin bicara, Han." Hito membuka suara. Gadis berambut kepang di depannya memilin kedua tangannya. Sedikit menyesal karena hendak menampar Riri tadi. "Aku sudah mencoba segala cara. Aku memberimu pesan, kau memblokirku. Aku mencoba berbicara dengan ibumu, kau mengurung diri di kamar. Tak ingin menemuiku. Sekarang, Riri yang sedang membantuku pun hendak kau tampar. Sebenarnya apa masalahmu?"

Telak, Farhana tak tahu harus berkata apa. Semua perkataannya hanya muncul dalam benak.

Hito menghela napas. Ia memberikan sapu tangan pada Riri. "Sudahlah, aku lelah. Ayo, Riri," ajaknya menggandeng tangan Riri dan keluar dari kerumunan yang sudah di sana saat panggung drama itu dimulai.

Farhana membelakkan mata. Ingin menghentikan langkah mereka, tapi sadar diri jika ia tak memiliki hak lagi. Air muka sendunya semakin terlihat saat Riri membalikkan wajah ke arahnya.

Namun, Farhana kembali melototkan mata saat melihat mata Riri yang tak seperti seseorang yang habis menangis. Serta, senyuman miring yang sengaja gadis itu lontarkan padanya. Hanya beberapa detik sebelum kedua orang itu menghilang, Farhana melihat obat tetes mata di balik sapu tangan yang Riri pegang.

"Apa-apaan?"

***

Setelah diantar oleh Hito, Riri dengan riang gembira masuk ke dalam kelas. Melompat-lompat dan tersenyum bangga saat teman-temannya menyorakinya. Mereka jelas melihat Hito yang menggandengnya sampai di depan pintu kelas.

"Ciee, jadian nih?" celetuk sahabatnya.

Tersipu, Riri menampar bahunya. "Belum ish!"

"Semoga cepet jadian ya!" Riri mengedipkan mata dan berlanjut memecah kerumunan itu.

"Nafa!" teriaknya senang mendekat pada gadis tinggi itu. Dengan senyuman, ia mulai menceritakan semuanya. Tentang perjuangannya mendekatkan Farhana dengan Hito, tentang Hito yang sudah membenci Farhana. Nafa ikut tersenyum mendengarnya.

"Jadi, selanjutnya apa?"

Dahi Nafa mengerut. Tak mengerti apa maksudnya.

"Ish. Itu lho, yang menikung dengan elit," bisik Riri menutup pembicaraannya dengan telapak tangan.

Pacar Kedua [END MASIH KOMPLIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang