Cerita ini hanyalah fiksi. Tidak ada satupun kejadian di cerita ini yang teradaptasi dari pengalaman pribadi penulis.
Selamat membaca!
***
"Jadi, bagaimana kau akan menyelesaikannya?" tanya Nafa mengganti topik pembicaraan. Kalau tidak, bisa-bisa ia berbicara sendiri hingga jam pulang nanti.
"Bukan urusanmu," jawab Candra cuek. Tubuhnya berbalik, bersiap meninggalkan gadis menyebalkan itu. "Oh iya, kau sudah tak perlu lagi ke ruang OSIS. Kami bisa menyelesaikannya tanpa bantuanmu," imbuhnya sebelum benar-benar meninggalkan Nafa.
Gadis tinggi itu tak acuh. Dia juga memiliki hal lain yang harus ia lakukan.
Karena orang-orang itu juga aku harus bekerja keras hingga ikut kontes kecantikan itu. Dasar, padahal aku tak ingin terlalu mengeluarkan tenaga. Batin Nafa menyembunyikan rasa lelahnya. Netra matanya berubah kosong ketika melihat langit yang berwarna abu karena mendung.
"Waktu tak mungkin menunggu. Apakah aku bisa tepat waktu?"***
Hujan benar-benar jatuh mengguyur bumi. Rintiknya tak lagi menyejukkan, sangking cepatnya air itu jatuh, akan terasa sakit jika bersentuhan langsung dengan tubuhmu. Seakan-akan sebuah batu yang akan hancur karena terus beradu dengan air.
Cuaca paling buruk ketika kau hendak pulang. Hujan memang memalaskan semua kegiatan. Berbicara di dalam kelas pun harus setengah berteriak karena kalah dengan suara hujan yang bercampur angin.
"Mau nekat, Tar?"
Gadis muslimah itu sudah berdiri dengan tas yang sudah berada di pungungnya. Tangan kanannya menenteng sebuah payung lipat yang ia bawa sebelumnya. "Iya. Kalau nggak, aku bakal telat ngaji hari ini," jawab Tari melirik ke arah Isty.
"Wih, alim sekali," komentar Riko yang duduk di belakangnya. Entah memuji atau menghina, tatapan matanya saja masih fokus pada layar gadget ber-casing gambar kodok. "Paling-paling yang datang cuman dikit. Absen sekali nggak apa kali."
Isty menahan tangan Tari. "Iya, Tar. Deres banget lho. Besok kamu malah kena flu gimana?"
"Ngaji cuman seminggu sekali aja absen. Masya Allah sekali diriku." Tari tersenyum miris menertawakan dirinya sendiri.
Riko melepaskan pandangan usai memenangkan pertempuran di game onlinenya. "Lah mending. Aku nggak pernah ngaji sejak SD."
Tari menatapnya sinis. "Kamu kalau mau masuk neraka, jangan ngajak-ngajak dong."
"Kamu kalau udah di surga, jangan lupa ngundang dong!" balas Riko merengut.
Tari melepaskan tangan Isty. Langkahnya sudah mantap. Sebelum suaranya tak bisa di dengar, ia dengan segera berucap tanpa menghentikan kakinya bergerak, "Idih. Pahalaku aja belum sebanyak itu buat masuk surga."
Ponsel Riko berbunyi. Sebuah notifikasi dari sebuah aplikasi percakapan mengalihkan perhatiannya. Kedua matanya melotot usai membaca pesan itu. Dengan cepat, jari jemarinya menggeser layar dan meneruskan pesan itu. "Cek grub kelas sekarang!" titahnya langsung diindahkan oleh para siswa.
Semua siswa terkejut. Bukan hanya kelas itu, tapi seluruh jajaran warga sekolah. Pesan yang didapatkan langsung dari Ketua OSIS melalui grub sekolah. Beberapa mengumpat secara langsung ataupun melalui chat. Emot dan stiker marah mereka keluarkan demi mengikuti amarah.
Tangan Isty juga bergetar setelah membaca pesan yang dikirimkan ketua kelasnya itu. "OSIS melarang siswa untuk pacaran?" gumamnya.
"Asik!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Kedua [END MASIH KOMPLIT]
Teen FictionCerita ini berbahaya. Buat kamu yang berencana menikung temanmu sendiri:) Selingkuh, menikung, merebut pacar orang adalah hal yang biasa di dalam sebuah hubungan antar kedua manusia. Keadaan klise yang bisa dan selalu menghancurkan ikatan benang mer...