BURU BURU NIKAH (2)-(OnGoing)

Bab 110. Proposisi (2)

Dengan demikian perburuan berakhir, dan istana kerajaan terganggu oleh insiden itu. Unsur cara pendekatan kasus, pihak kerajaan memutuskan untuk tidak menggelar sidang untuk saat ini. Blain terluka parah, tetapi situasinya sangat kompleks. Bahkan jika Ishakan bereaksi berlebihan, Blain telah menembakkan panah terlebih dahulu, meskipun menurut mereka yang menemani Blain, dia telah diprovokasi.

Ishakan mungkin memanfaatkan situasi ini. Karena tindakan Blain, negosiasi tidak dapat diselesaikan. Alih-alih menggunakan Leah, pria licik itu menggunakan Blain untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.

Hal yang aneh adalah bahwa alasan Blain melakukannya adalah kemarahannya pada penyebutan Ishakan tentang pernikahan inses. Di Estia, pernikahan kerabat diizinkan untuk melindungi garis keturunan. Tapi itu tidak direkomendasikan kecuali sebagai upaya terakhir. Tentu saja, tidak ada alasan bagi Leah dan Blain untuk menikah, tetapi Blain masih menyerang seolah-olah Ishakan telah menikamnya.

Sampai sekarang, Blain telah membimbing Leah seolah-olah dia adalah objek, miliknya. Meskipun itu memberinya kepuasan karena mempermalukannya, itu adalah indikasi rendahnya harga diri dan posesifnya sendiri.

Tapi apa yang Ishakan katakan padanya di barak itu aneh, dan ada situasi di mana Blain bertingkah seolah dia tertarik padanya. Leah menghela napas dan meletakkan dokumen di tangannya.

Tapi apa gunanya sekarang? Semuanya sudah berakhir.

Ada setumpuk dokumen di atas meja kecilnya, tapi Leah tidak tertarik dengannya. Mengintip ke luar jendela, dia bisa melihat api menyala di Istana Ratu yang jauh. Cerdina telah membawa Blain ke sana dan menjaganya.

Cerdina memperkirakan akan ada konflik selama perburuan, tetapi dia tidak mengira Blain akan terluka parah. Dan dia jelas tidak waras.

Melihat keluar ke istana, Leah menutup tirai dan duduk di sofa, membenamkan wajahnya di telapak tangannya.

“……”

Sejak kembali dari hutan, dia tidak bisa melakukan apa-apa. Meskipun dia tidak sendirian, dia tidak bisa cukup fokus untuk membaca dokumen. Saat ini bahkan sulit untuk memikirkan perjanjian damai. Semua kerja kerasnya selama ini sia-sia.

Apa yang harus dia lakukan?

Tidak peduli berapa banyak dia memikirkannya, tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Ketika negosiasi menjadi lebih rumit, bahkan reformasi pajak menjadi tidak pasti. Akan terlalu jelas jika dia mencoba memanipulasi Byun Gyeongbaek lagi menggunakan suksesi. Dan dia tidak bisa mengambil keuntungan dari keturunan Ratu Gipsi karena dia tidak punya bukti nyata.

Dia merasa kehilangan. Dia menggigit bibirnya sampai bengkak dan merah.

“……?”

Ada ketukan di pintu kaca balkon yang sepertinya familiar, dan bayangan di balik tirai. Berdiri, dia perlahan berjalan ke depan. Penyusup itu mencoba membuka pintu, seolah-olah dia tidak sabar menunggunya mencapainya.

Ketika dia menarik tirai ke samping, dia menatap pria di sisi lain pintu kaca. Dan sebelum dia bisa berpura-pura terkejut, dia berhenti. Mata emasnya suram, penuh dengan campuran belas kasih, kasih sayang, kesedihan, dan kemarahan, semuanya diarahkan pada Leah.

Dia tidak mengerti ekspresinya, dan begitu dia melihat keterkejutannya, Ishakan dengan cepat menghapusnya dan tersenyum dengan kenakalannya yang biasa, mengetuk kaca agan. Leah membuka gerendel dan dia melangkah masuk dengan tidak sabar.

"Apa untuk makan malam?"

Pertanyaan itu membuatnya tersenyum, dan pria itu menariknya mendekat, dagunya bertumpu di atas kepalanya.

"Aku tidak bisa makan karena aku sibuk, dan aku yakin kamu juga tidak." Mengabaikan fakta bahwa dia telah mematahkan pergelangan tangan Blain, dia menyarankan, "ayo makan sesuatu yang enak bersama."

Tapi Lea menggelengkan kepalanya. Dia tidak punya nafsu makan. Dengan lembut, dia mendorongnya menjauh.

"Bagaimana bahumu?" Dia bertanya. Dia telah mendengar Blain telah menembaknya dengan panah, tetapi dia tampak baik-baik saja.

"Sakit," jawab Ishakan sambil mengerutkan kening.

"…Banyak?"

“Aku jarang terluka, tapi karenamu, aku sudah terluka dua kali.”

Tentu saja, Leah tidak bisa disalahkan karena Blain menembaknya, tapi dia tidak membantahnya karena dia terluka. Ishakan dengan lembut menelusuri pangkal hidung Leah dengan jari-jarinya.

“Kau merasa bersalah, kan? Itu sebabnya kita harus makan malam bersama. Pasien perlu diberi makan dengan benar untuk pulih.”

Lea tersenyum. Ishakan adalah seorang sofis. Namun tak lama senyum itu memudar. Pikiran tentang negosiasi yang gagal muncul di kepalanya, dan dia tahu orang-orang Kurkan akan segera kembali ke gurun. Tidak akan ada waktu lagi dengan Ishakan. Memikirkan kepergiannya ke tempat yang begitu jauh membuat hatinya berputar aneh. Dia sudah terbiasa dengan Ishakan yang mengubah hidupnya, dan sekarang kehadirannya normal baginya.

Mungkinkah mereka bersama lagi?

Dia tahu jawabannya. Itu tidak akan terjadi. Ketika dia melihat ke bawah diam-diam, dia mendengar desahan.

"Semuanya sudah berakhir," kata Ishakan. Dia melihat ke bawah ke matanya. "Meskipun mereka tidak bisa menghukum kita, kapan pun Raja akan memerintahkan pengusiran orang Kurkan ..."

Dia meletakkan tangannya di pipinya, menyampaikan kehangatan untuknya.

“Negara ini akan runtuh bahkan jika negosiasi telah selesai. Berhentilah berpegang pada ini.”

Dan dia mengatakan sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan.

"Ikutlah denganku ke gurun."

Bisikan manis menembus hatinya.

"Jadilah tunanganku, Leah."

TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN DAN VOTE NYA 🙏