BURU BURU NIKAH (2)-(OnGoing)

Bab 223. Hamil (1)

Begitu dia menemukan Morga, Haban melemparkan penyihir itu ke atas satu bahu dan merobeknya lagi dengan kecepatan luar biasa, bahkan tanpa berhenti untuk penjelasan. Meskipun dia diculik di tengah malam, Morga tidak memberikan perlawanan. Ekspresi wajah Haban sudah cukup menjelaskan.

Di vila yang diterangi cahaya bulan di kebun buah persik, semua orang masih tidur. Haban melesat menaiki tangga dan melewati koridor untuk menurunkan Morga di depan pintu. Dan kemudian dia berhenti, mencengkeram kenop pintu.

Haban takut.

Perlahan, dia membuka pintu, memperlihatkan sebuah ruangan yang remang-remang oleh cahaya bulan dan lampu minyak. Semuanya hening, dan Leah berbaring di tengah ruang yang menyesakkan itu. Wajahnya pucat dan sepertinya dia bahkan tidak bernafas, tubuhnya terbaring diam seperti boneka. Ishakan duduk di sampingnya, mencengkeram tangannya seolah dia takut dia akan meninggalkannya jika dia melepaskannya.

Perlahan, dia mengalihkan pandangannya ke arah Morga. Emas cerah telah meredup.

"Dia ... telah berdarah ..." kata raja dengan putus asa.

Jantung Morga berdetak kencang. Berjalan ke tempat tidur, dia membungkuk untuk memeriksa Leah. Dia memiliki denyut nadi, meskipun lemah.

Tapi ada sesuatu yang aneh. Morga mengeluarkan ramuan dan meminumnya, lalu melakukan mantra sederhana untuk meningkatkan indranya. Matanya berkedip saat dia melanjutkan pemeriksaannya.

Dia tidak yakin bagaimana dia harus menjelaskan. Itu akan menjadi percakapan yang sulit.

"Dia sepertinya mengalami pendarahan karena aborsi," dia memulai. Mata Haban, Genin, dan Mura melebar.

“Dalam, kalau begitu…dia hamil…” Mura mulai putus asa.

Diam-diam, Morga mengangguk, dan semua orang Kurkan membeku.

“Untungnya, Leah dan bayinya selamat,” tambahnya segera.

Tidak ada yang bersukacita. Hanya keheningan berat yang mengikuti sampai Mura berbalik, menutupi mulutnya dengan tangannya, dan Haban menahannya saat dia menangis, menutup matanya. Jin hanya mengangguk.

“Ini adalah keajaiban,” Morga menyimpulkan. Abortifacient akan berakibat fatal bagi bayi normal mana pun, bahkan bayi Kurkan. Hanya bayi Ishakan yang bisa selamat. “Tapi kita tidak bisa berharap lebih banyak keajaiban. Kita harus melakukan sesuatu yang lain sekarang.”

Leah dalam kondisi serius. Dia belum tidur atau makan dengan baik, dan dia telah menelan obat aborsi itu entah sudah berapa lama. Sungguh luar biasa bahwa tubuhnya telah bertahan begitu lama. Dia pasti selamat dari keinginan semata.

“Sepertinya dia telah berjuang keras,” lanjut Morga. “Dia mungkin tidak menyadarinya, tapi mungkin dia secara naluriah mencoba melindungi bayinya. kupikir…” Morga mencoba berbicara dengan tenang. "Saya pikir akan lebih baik untuk merahasiakannya darinya."

Dia tidak mengingat apapun dari masa lalu. Berita mendadak bahwa dia hamil akan sangat mengejutkan, dan dia sudah sangat lemah. Itu akan membahayakan tubuhnya dan bayi di dalam kandungannya. Bahkan mungkin saja Leah, yang masih terbungkus begitu banyak mantra, akan memberi tahu Cerdina tentang kehamilannya.

Bagaimanapun, pernikahan akan segera datang. Mereka bisa menjaga rahasia sampai saat itu dan mengatakan yang sebenarnya begitu dia kembali ke padang pasir. Morga menghitung tanggal. Berbeda dengan sembilan bulan kehamilan bayi manusia, bayi Kurkan lahir setelah delapan bulan.

Untungnya, tampaknya bayi ini bisa mencapai tahap stabilisasi.

"Aku akan menyiapkan penawarnya dulu," kata Morga. Ishak tidak menjawab. Morga ragu-ragu, bibirnya mengerucut, lalu menunjuk ke Mura. Dia mengambil petunjuk itu.

"Aku akan menyiapkan makanan lain yang bisa dimakan Ratu ketika dia bangun," katanya cepat. "Makanan ringan."

Dengan lembut, dia menarik lengan Haban, dan dia menyenggol Genin.

"Kami akan pergi ... untuk saat ini," tambahnya, ragu-ragu. Ishakan masih belum menjawab. Dia hanya duduk, menatap Leah. Bahkan setelah semua orang Kurkan lainnya menutup pintu dan menghilang, dia tetap di tempatnya dengan mata tertuju pada ratunya, tidak bergerak.

***

Terimakasih atas Vote nya ya sist🥰