BURU BURU NIKAH (2)-(OnGoing)

Bab 130. Sebelum Pergi

Persiapan untuk melakukan perjalanan ke perbatasan diselesaikan dengan cepat. Tidak banyak yang bisa dilakukan karena Leah tidak akan membawa banyak dan dia tidak akan membawa dayang bersamanya. Suasana di istana tidak begitu baik sejak Blain terluka, dan kepergian Leah akan setenang kepergian orang-orang Kurkan.

Pada hari terakhirnya di istana, Leah pergi menemui Raja. Hubungan mereka telah memburuk, dia bahkan tidak ingat memanggilnya ayah. Tapi dia pikir dia harus melihatnya lagi sebelum dia meninggal. Itu tidak ada hubungannya dengan gelombang emosi yang dia rasakan karena dia juga dekat dengan kematiannya.

“……”

Leah menatap pria yang duduk di seberangnya. Matanya yang tidak fokus tidak berbeda dengan mata dayangnya. Sebelumnya dia masih merasa dia masih hidup, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk membedakan hal-hal. Sekarang bahkan tidak ada itu. Cerdina tidak perlu lagi menyembunyikan apa pun dari Leah. Dia tidak bersusah payah memulihkan sedikit pun kesadaran Raja.

Melihat rambut perak dan wajahnya yang keriput, Leah berbicara perlahan.

"…Mengapa?" Suaranya yang dingin dipenuhi dengan kebencian. “Mengapa kamu meninggalkan ibuku dan membiarkan wanita itu masuk? Saya tidak mengerti apa yang baik dalam dirinya ... "

Leah mengepalkan tinjunya.

"Apakah kamu tahu apa yang telah kamu lakukan?" Dia bertanya kepada Raja. Dia telah berusaha sangat keras, tetapi semuanya sia-sia. Suara Leah memudar menjadi gumaman tak berdaya. "Estia hancur ..."

Tidak ada Jawaban. Tidak peduli apa yang dia katakan, dia hanya berbicara pada dirinya sendiri. Leah menatap mata Raja yang kosong dan berdiri, hanya merasakan ketidakbahagiaan. Orang-orang yang melihat sang Putri berjalan sendirian tanpa ada pembantu menjadi bingung, tetapi Leah tidak peduli.

Saat dia berjalan tanpa tujuan, dia tanpa sadar bergerak menuju aula istana utama. Itu adalah tempat di mana dia dan Ishakan pertama kali bertemu sebagai Putri Estia dan Raja Kurkan. Tidak ada aktivitas. Aula itu kosong dan sunyi. Dia menatap singgasana yang berkilauan di ujung aula dan deretan pilar, lalu melanjutkan.

Tempat berikutnya dia berhenti adalah ruang konferensi. Setelah melihat sekilas ke tempat dia tawar-menawar dengannya, dia berjalan ke Ruang Kemuliaan.

Patung dan lukisan yang terpelihara dengan baik tampak seindah biasanya. Berjalan di tengah-tengah karya seni bertingkat dari sejarah panjang negaranya, Leah datang untuk berdiri di tengah istana. Sinar cahaya turun dari jendela di langit-langit, dan dia berdiri di bawahnya untuk merasakan kehangatan matahari, mengingat suara yang memberitahunya bahwa dia tampak cantik.

Melewati koridor tempat mereka mengobrol beberapa waktu lalu, dia berhenti di air mancur. Mau tak mau dia tersenyum membayangkan benih yang dia lempar ke semak-semak bisa tumbuh menjadi pohon kurma.

Dalam perjalanan kembali ke Istana Putri, dia merasa kedinginan. Meskipun pemilik istana telah kembali, tidak ada dayang yang datang untuk menyambutnya. Leah berjalan di sekitar istana, yang sekarang tidak memiliki kehangatan manusia. Di taman bunga di luar, bunga baru telah ditanam dalam berbagai warna yang sebelumnya hanya ada bunga sedap malam putih.

Ketika dia kembali ke kamar tidurnya, dia menarik tirai dengan hati-hati, membuka pintu kaca dan melangkah keluar ke balkon. Dia berdiri untuk waktu yang lama, berpegangan pada pagar. Rasanya seolah-olah setiap saat, dia akan melompat.

Tapi dia akhirnya kembali ke tempat tidur dan duduk, membelai selimut putih. Seolah-olah dia memiliki beberapa perasaan yang tersisa. Untuk sementara, dia mengelus selimut, lalu bangkit dan pergi ke kantornya. Duduk di mejanya, dia mengeluarkan selembar kertas kosong. Dia mengambil pena dan menulis.

[Wasiat terakhir.]

Dia menyelesaikannya dengan kaligrafi yang rapi. Dia melakukannya dengan harapan tidak akan ada kontroversi mengenai apakah kematiannya karena bunuh diri atau pembunuhan. Isinya singkat karena dia tidak banyak bicara. Menempatkan tanda tangannya di bagian bawah halaman, dia mencapnya dengan segel yang digunakan di Istana Putri.

Leah membacanya lagi dan menyimpannya di bagian bawah laci. Ketika dia meninggal, dia menduga seseorang mungkin menemukannya jika mereka memilah-milah barang-barangnya.

Setelah meninjau dokumen yang berkaitan dengan hadiah yang akan dibagikan kepada dayang dan bangsawan lain yang telah membantunya, dia meletakkannya dengan wasiat terakhirnya. Semuanya dilakukan. Leah kembali ke kamar tidurnya dan pergi tidur lebih awal.

Tibalah hari untuk meninggalkan Istana Estia.

*****

TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN DAN VOTE ANDA 🙏