BURU BURU NIKAH (2)-(OnGoing)

Bab 96. Pikiran yang Tak Terhitung (1)

Leah mengira Ishakan mengambil keuntungan dari situasi ini, tetapi secara impulsif dia tetap duduk di pahanya. Dia memeluknya dengan sopan dan tegas, tetapi berhati-hati untuk tidak menyentuhnya secara tidak tepat. Dia tidak bisa menahan tawa. Dia bertingkah seperti kursi sungguhan.

Ada rasa nyaman dan stabilitas saat dia bersandar padanya, membentang dari dadanya ke ujung jarinya. Itu adalah situasi yang aneh, dan dia harus menahan diri untuk tidak meletakkan wajahnya di bahunya.

Ishakan mengeluarkan kue seukuran telapak tangan dari sakunya, dibungkus dengan kantong kertas. Itu adalah campuran keripik coklat, buah, dan kacang-kacangan, cukup subur sehingga sepertinya setengah kue akan cukup untuk mengisi perutnya. Dia melepaskan bungkusnya dan meletakkan kue itu di tangan Leah.

“Kau tidak melupakan janjimu, kan?”

Baik. Janji untuk menerima apa pun yang dia berikan padanya masih berlaku. Leah memandangi kue itu lama sekali sebelum dia menggigitnya dengan hati-hati. Mengunyahnya dengan hati-hati, dia merasa sangat lembab, rasa manisnya membangkitkan semua indranya yang tidak aktif. Dia menelan dan mengatakan itu enak.

Mulutnya berair memikirkan lebih banyak, tapi dia menyerahkan sisanya kembali ke Ishakan, mengabaikan seleranya yang memohon. Alih-alih mengambil kue, dia mengambil tangannya dan mengarahkannya ke mulutnya sendiri, menggigit yang sama kecilnya dengan miliknya.

“Rasanya enak,” katanya. “Kenapa kamu tidak makan lebih banyak?”

"Karena aku kenyang," jawabnya, dan dengan cepat mengubah topik pembicaraan. Dia tidak ingin dia memintanya untuk makan lebih banyak. "Tolong beri tahu saya tentang ratu."

Ketika tampaknya mengubah topik pembicaraan tidak akan cukup dan dia akan mengeluh, dia menambahkan, "Bagaimana Anda tahu dia seorang Gipsi?"

Dia menunggunya untuk menjawab pertanyaannya, tetapi seberapa lama dia menunggu, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Dia akan menekannya lagi ketika tiba-tiba dia terkekeh dan menggerakkan tangan Leah, masih menggenggam kue di jarinya, kembali ke bibirnya. Dia tahu dia berusaha menghentikannya dari membuatnya makan lebih banyak. Dia tidak mudah tertipu.

"Aku akan memberitahumu segera setelah kamu selesai makan," katanya. Rasa manis melintas di matanya saat dia tersenyum, dan menatap mereka, dia setuju dan menggigit kue itu perlahan sekali lagi.

Seleranya senang menerima rasa manis yang kaya, tekstur kue yang lembut, kerak kacang yang kuat dan cokelat yang meleleh, berpadu dengan potongan buah. Dia merasa gembira dengan sensasi itu, tetapi dia masih menyesalinya. Dia seharusnya tidak mengambil gigitan pertama itu, akan lebih mudah untuk mengendalikan dorongan hatinya jika dia tidak mencicipinya. Sekarang kue itu tertanam di benaknya. Itu mengganggunya dengan kehadirannya.

Tetapi meskipun dia tahu dia tidak boleh memakannya, dia tidak bisa menahan diri. Keinginan impulsif itu tidak biasa, tetapi keinginan itu membuatnya melahap semakin banyak sampai hilang. Dia malu. Dia telah berbohong. Dia tidak pernah kenyang.

Ishakan mengulurkan tangan dan dengan lembut menyerempet sudut bibirnya, menyapu remah-remah kue. Secara refleks, dia meremas bungkusnya. Dia mengotori dirinya sendiri, makan dengan tergesa-gesa.

Dia malu. Dia pasti terlihat sangat kasar, mengabaikan semua etiket untuk menikmati makanan ringan. Sayangnya, ini tampak seperti pola yang berulang. Dia tidak tahu mengapa, tetapi setiap kali dia bersama Ishakan, nafsu makannya yang biasanya sangat kecil meningkat secara dramatis. Dia merasa bersalah karena kurangnya kontrol diri.

Menyesal, dia mengutak-atik bungkus kue sampai Ishakan mengambilnya dan meremasnya. Dan yang bisa dia pikirkan saat dia melihat adalah dia merindukan lebih banyak kue ...

TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN DAN VOTE NYA 🙏