BURU BURU NIKAH (2)-(OnGoing)

Bab 248. Count Weddleton's Mansion (6)

Sang putri tersenyum kecil mendengar pertanyaan itu. Meskipun senyumnya menyiratkan bahwa itu bodoh, Count mau tidak mau terganggu oleh keindahan wajahnya yang tersenyum. Sulit untuk mengalihkan pandangannya darinya.

"Aku akan menyelamatkanmu," bisiknya penuh kasih.

Mulutnya ternganga, dan sang putri mengerutkan kening mencela.

"Tidakkah menurutmu itu murah hati, mengingat kejahatan yang telah kamu hadapi?" Dia bertanya dengan dingin. “Seorang ayah harus bertanggung jawab atas perilaku putrinya.”

***

Leah tidak ingin ancaman ini terdengar kosong. Jadi dia menyuruh Count Weddleton untuk menanyakan keesokan harinya tentang nasib Byun Gyeongbaek.

Sungguh, dia tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi pada pria itu. Tapi itu cukup untuk menjelaskan mengapa dia pikir Ishakan mungkin mengikuti dan mengumpulkannya. Dan begitu dia menjelaskan ini, dia dan Ishakan meninggalkan ruang tamu bersama.

“Kamu membunuh Lady Mirael, bukan?” Leah bertanya padanya saat mereka berjalan menyusuri koridor.

Itu adalah tebakan berdasarkan kejadian hari ini. Pembantaian Tomaris, niat orang Kurkan untuk membunuh Byun Gyeonbaek, dan cara Ishakan mendengarkan, mengumpulkan informasi dari Blain dan Count Weddleton…

Lady Mirael tinggal di sebuah mansion di ibukota dengan banyak ksatria terampil sebagai penjaga, tapi Ishakan bisa saja mengambil nyawanya tanpa kesulitan. Dan atas pertanyaannya, Ishakan hanya tersenyum.

"Apakah kamu pikir aku hanya membunuhnya?"

“……”

Tentu saja tidak. Semua penyusup yang telah merencanakan untuk menyerang Leah malam itu kemungkinan juga tewas. Lea tidak mengatakan apa-apa.

“Kamu pandai berbohong,” tambah Ishakan.

"Aku tidak punya pilihan," jawabnya. Bohong untuk mengatakan bahwa kekuatan Cerdina melemah, dan Leah telah mematahkan mantra yang dia gunakan. Tapi kebohongan itu akan mengguncang Count.

"Apa yang akan kamu lakukan jika dia menolak bersaksi untukmu?"

"Bunuh dia."

Ishakan tampak terkejut dengan jawabannya yang tidak ragu-ragu.

"Tapi dia akan menerima lamaran itu," lanjutnya sambil berpikir. Dia tidak banyak berinteraksi dengan Count Weddleton sebelumnya, tetapi dia telah mengamatinya dari kejauhan selama beberapa waktu. Dia memiliki status tinggi sebagai ayah Cerdina, dan kakek dari Raja.

Count Weddleton tidak banyak menghitung dirinya sendiri. Dia tidak unggul. Dia hanya memanfaatkan pengaruhnya untuk mengumpulkan kekayaan, dan dia tidak mengambil risiko transaksi bisnis yang curang. Dia membatasi dirinya untuk diam-diam menuai manfaat dari koneksi tingginya.

Dengan kata lain, dia hampir tidak melakukan apa-apa selain memohon dengan sopan.

Dan untuk satu alasan sederhana. Dia takut pada putri dan cucunya. Dia takut mereka akan membuangnya jika dia keluar dari barisan. Jadi dia mundur untuk bertahan hidup.

"Dan kali ini juga, dia akan memilih opsi yang menurutnya akan membuatnya tetap hidup," katanya. Count Weddleton tidak punya pilihan, jika dia ingin mempertahankan hidupnya untuk malam ini.

Saat mereka hendak turun, dia melihat air menetes di jendela. Hujan sudah mulai turun lagi.

“Hujannya tidak terlalu deras,” katanya, saat Ishakan mengikuti pandangannya ke jendela. "Aku akan kembali ke istana malam ini."

“Tidak, kamu tidak akan melakukannya,” kata Ishakan, menegurnya. “Aku baru saja memberitahumu bahwa kamu hamil. Hujan akan berhenti sebelum matahari terbit. Kami akan menunggu di sini sedikit lebih lama."

Diam-diam, dia mengangguk. Dia masih tidak percaya dia hamil, tetapi untuk saat ini dia akan bermain bersamanya. Dan akan menyenangkan untuk menunggu sebentar. Dia sedikit kewalahan dengan semua informasi yang dia pelajari hari ini. Dia lebih suka untuk tidak kembali ke istana sampai dia punya waktu untuk memprosesnya.

Bersama-sama, mereka berjalan melalui koridor kosong untuk menemukan ruang tamu kosong untuk bersembunyi. Ishakan mengikutinya dalam diam sampai tiba-tiba dia menyambarnya dan menutupi mulutnya dengan tangannya. Membuka pintu kecil di ujung koridor, dia menariknya masuk.

Itu adalah lemari sapu. Hampir tidak ada cukup ruang untuk mereka berdua di dalam, dan segera setelah dia menutup pintu, keadaan benar-benar gelap.

Leah menatap ke arah wajahnya saat Ishakan melingkarkan lengannya di pinggangnya. Di luar pintu, ada suara yang familiar.

“Lea…Lea!”

Blain cadel saat dia meneriakkan nama Leah. Dia terdengar seperti sedang mabuk.

Tubuh Leah menegang dan jantungnya berdegup kencang. Dorongan untuk segera berlari ke Blain sangat kuat, dan saat Ishakan menatapnya, jari-jari kakinya melengkung. Dia tidak ingin dia tahu bahwa dia merasa seperti ini. Tubuhnya melakukan ini tanpa sadar.

Saat dia menginginkan Blain menghilang, ada suara wanita.

"Yang Mulia, aku ingin bersamamu ..."

Pintu tipis tidak menghalangi suara. Mereka bahkan bisa mendengar suara basah dari wanita yang mencium Blain, dan nada menggoda saat dia berbicara.

"Yang Mulia, kita tidak bisa melakukan itu di sini," dia menyeringai. "Leah ingin melakukannya di tempat tidur ..."

Wanita itu berpura-pura menjadi Leah.

*****

Crazy up dimalam Minggu🥰🥰🥰🥰