7

6.4K 559 24
                                    

Helaan nafas terdengar, Kia menatap kearah Dion yang terbaring dengan mata terpejam. Gadis itu bahkan sudah beberapa kali mengacak rambutnya sendiri.

Susah payah ia menampik rasa di dalam hatinya yang tadi sempat tersentuh dengan perbuatan Dion. Penglihatan kia menelisik kearah wajah pria itu. Tampan, tapi beracun. Kia tak boleh membiarkan hatinya tersentuh sedikit pun atau perasaan yang lagi lagi akan menjadi taruhan nya.

"Hahh.."

Setidaknya itulah harapan nya, namun begitu sulit. Ia tak bisa bohong jika hatinya berdenyut sakit saat melihat Dion masih memikirkan untuk memasakkan sesuatu disaat pria itu sendiri dalam keadaan yang sakit.

Tanpa bisa Kia kendalikan, jemari lentiknya terulur kearah wajah pria itu. Mengusap alis tebal nya kemudian turun kearah kedua mata Dion yang tertutup.

"Wajah ini gak cocok di Lo," jari nya beralih lagi menuju hidung mancung Dion dan terakhir di bibir tipis berwarna sedikit pucat itu. Seketika Kia tersadarkan oleh suara bel rumah, ia pun dengan cepat menarik kembali tangan nya.

Siapa yang datang?

Kia beranjak dari kursi nya dan berjalan keluar. Saat menengok ke lantai bawah, sosok pria paruh baya yang amat dikenal nya itu menoleh keatas dan mengisyaratkan Kia untuk turun.

"Om!" Pekik Kia senang. Gadis itu langsung berlarian kecil menuruni anak tangga dan menghampiri Abron. Kia bahkan terlupa kapan terakhir kali om nya mampir.

Kia tersadar ternyata Abron tak sendiri, gadis itu kemudian kembali memasang wajah datar. Kia duduk berhadapan dengan Abron dan juga Lisa. Lisa, putri dari paman nya itu menatap Kia dengan senyuman miring.

Abron yang menyadari tatapan dari dua anak muda itu seketika langsung berusaha mencairkan suasana. Ia tertawa kecil sembari kedua tangan nya sibuk meletakkan dua kantong plastik barang.

"Eh ini om sekalian beli barang buat kamu." Kia menatap abron dan melayangkan senyuman kecil.

"Terimakasih om." Abron mengangguk.

"Om taruh ini di dapur ya, kalian ngobrol aja dulu." Ucapnya kemudian melenggang pergi menuju dapur meninggalkan Kia dan Lisa dengan keheningan yang seketika melanda.

"Gue denger Lo mau nikah." Ucap Lisa tanpa sekalipun menatap ke arah nya. Kia tersenyum kecil.

"Ya." Jawab Kia singkat.

Lisa terkekeh kecil, gadis itu kemudian mengangkat wajahnya dan melayangkan tatapan ke arah Kia dan dibalas juga oleh Kia.

"Karena Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga." Kia mengernyit namun dengan cepat mengendalikan ekspresi nya, dia memang jarang sekali bicara dengan Lisa, selain tak dekat wanita itu juga tak terlihat suka dengan nya. Apa maksud dari perkataan nya.

"Apa maksud Lo?" Lisa mengangkat kedua bahu nya.

Tak..

Lisa dan Kia sama sama membuang muka, Abron menggeleng kecil melihat interaksi mereka. Ia masih tak mengerti, sebenarnya hal apa yang membuat putri dan juga keponakan nya tak akur begini?

"Hei sudah sudah. Om yang jadi pusing lihat kalian begini terus tahu. Kamu juga, hah.." saat Lisa hendak protes, Abron membalas mendelik ke arah putrinya.

"Oh ya, bagaimana dengan 'dia'?" Tanya Abron. "Dia" yang Abron maksud adalah Dion. Kia mengisyaratkan bahwa Dion sedang berada di kamar.

"Dia sakit. Nyusahin. Lebih baik batal-"

"Om berencana mempercepat tanggal pernikahan kalian, Kia." Potong Abron dengan cepat. Lisa terlihat sedang asik dengan ponselnya tapi sebenarnya mendengarkan percakapan mereka, ia hanya bisa menggeleng kecil.

"Tapi om, kenapa?" Abron menghela nafas.

"Kami akan pindah ke luar negeri untuk beberapa waktu. Perusahaan di Amerika perlu om untuk menghandle. Om cuma tak mau melewatkan momen pernikahan kamu, Kia."

"Tapi.. jika kamu berubah pikiran dengan si tak berguna itu, om sudah menyiapkan calon yang tepat untuk mu. Om juga yakin dia siap menikah di tanggal berapapun." Kia menoleh dengan cepat.

"Kita sudah membeli mahal "dia" Kia tak akan mengecewakan om. Kia setuju." Lisa melirik kecil kearah Kia. Abron yang mendengar hal itu langsung mengangguk dan tersenyum.

"Baiklah satu Minggu lagi." Ucap Abron, Kia membelak.

"Itu terlalu cepat om."

"Bagaimana kalau 5 hari lagi?"

"Baiklah.. baiklah, satu minggu." Abron lantas tertawa.

"Tapi om.. Kia ingin upacara pernikahan yang sederhana, aku merasa pria itu tak layak dengan pesta pernikahan yang megah." Abron hanya mengangguk, sesuai yang kia inginkan saja.

Namun berbeda dengan Lisa, dia terlihat menatap tak percaya kearah Kia.

"Lisa, gak mau ngobrol dulu sama Kia?" Lisa menggeleng.

"Kami sudah cukup mengobrol." Kia berdecih. Lisa mendapat jitakan kecil di dahi nya.

"Anak siapa sih ini." Kesal Abron.

"Kia, om harus pergi sekarang. Kami pulang dulu ya. Saat hari H, Lisa yang menjemput mu dan membantu bersiap siap. Hal lainnya om pastikan sudah beres." Lisa mendelik.

"Pa~"

"Udah, gak ada kesempatan untuk nolak. Ini pernikahan sepupu kamu." Lisa mendengus kemudian.

"Iya om. Hati hati di jalan." Abron mengangguk.

***

Kia melangkah masuk ke dalam kamar yang ditempati Dion. Ternyata pria itu sudah sadar.

Dion yang tidur terlentang diatas ranjang menolehkan kepalanya. Pria itu meremas selimut yang membungkus tubuhnya, Kia berjalan mendekat dengan sebuah nampan di tangan nya.

Setelah meletakkan nampan di meja tak jauh dari ranjang, bukannya duduk di kursi depan ranjang, Kia justru duduk di depan Dion dan mengukung tubuh ringkih pria itu. Dion bergetar takut saat Kia mendekatkan kepalanya.

"Nyusahin banget." Gumam Kia tepat di telinga Dion.

"Maaf.."

Air mata mulai menggenang di pelupuk mata pria itu. Dion mengigit bibirnya menahan agar dia tak menangis.

"Bangun, jangan harap gue suapin Lo." Ujar Kia dan menarik tubuh pria itu dengan kasar.

"Hiks.. hiks.. i-iya Kia.." Dion tak bisa menahan isakan nya lagi, pria itu menahan perih di bagian lengan nya yang tak sengaja tertusuk kuku Kia.

Walau kepala nya terasa pusing Dion akhirnya hanya bisa menurut untuk bersandar pada kepala ranjang. Kepala nya tertunduk sedangkan tangan kanan nya kini telah berpindah ke lengan kiri nya dan mengusap usap nya pelan.

"Nih, makan." Kia meletakkan nampan berisi nasi goreng buatan Dion diatas paha pria itu.

"I-iya.." ucap Dion tersendat sendat. Dion akhirnya mulai menyendok nasi goreng dan memasukkan nya kedalam mulut dengan tangan yang bergetar.

"Napa nunduk mulu sih hah?" Kia menarik dagu pria itu dan mengangkat nya.

"Tatap gue." Perintah Kia, Dion tetap menuruti ucapan Kia dan menatap gadis itu.

Kedua mata Dion berwarna merah karena menangis, tatapan sendu, sedih, dan takut bercampur menjadi satu di mata yang indah itu. Mata yang dulu pernah membuat kia terpesona.

Kia menghempaskan dagu Dion dan langsung memalingkan wajah. Jantungnya berpacu lebih cepat, rasa sesak mulai terasa di dada nya.

"Cih!"

Dion menunduk lagi, ingin sekali dia bertanya, ada apa dengan Kia? Kenapa kia tak terlihat sayang sedikitpun padanya? Dion merasa dia tak pernah nakal, tapi kenapa kia terlihat selalu kesal dan terus memarahi nya?

Pria itu kembali menangis diam diam. Dion harus apa agar Kia senang dengan nya?

***
To be continued

Dion's My BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang