27

2.7K 254 16
                                    

Siang hari itu, pada saat jam makan siang, Kia akhirnya memutuskan untuk berjalan-jalan keluar bersama Cloe. Waktu yang mereka habiskan lumayan lama, sekitar 1 jam. Pada awalnya semua berjalan lancar dan menyenangkan. Namun, ketika jam makan siang selesai, Cloe menangis karena pada saat itu ia baru memberitahukan kepada Kia secara mendadak jika ia di utus untuk mengurus perusahaan cabang nya di London selama 6 bulan lamanya.

Cloe tak rela dan tak mampu untuk mengatakan jika ia harus pergi jauh dari Kia, tapi ia harus mengatakannya. Pada akhirnya, tak ada yang dapat Kia lakukan. Ia hanya berusaha untuk menenangkan Cloe dan berjanji akan menengok pria itu sesekali. Semua berita itu terlalu mendadak, bohong jika Kia tak terkejut dengan ucapan pria itu. Karena hari itu adalah hari terakhir yang mereka habiskan, Cloe akan berangkat di hari itu juga.

Kia kesal, tentu saja. Kia bahkan sempat agak marah pada Cloe, tapi kembali lagi, ia tak mampu marah terlalu lama karena Cloe nya akan berpisah jauh darinya selama beberapa bulan lamanya.

Dengan rasa penat, wanita itu melangkahkan kakinya memasuki kediamannya. Entah apakah Dion sudah pulang? Atau pria itu benar-benar kabur? Kia seakan benar-benar sudah membebaskan pria itu, sekalipun jika Dion benar-benar pergi. Jujur saja, ia sedikit merasakan perasaan tidak nyaman di hatinya, tapi mau bagaimana lagi. Kia tak mengindahkan perasaan itu.

"Kia? Sudah pulang?" Kia terkesiap. Pandangannya mengarah ke arah depan sana dimana tepatnya Dion sedang duduk di sofa ruang tamu sembari menatap ke arahnya dengan tatapan polos, lengkap dengan senyuman tipis yang agak kaku. Pria itu ternyata tidak pergi, ia benar-benar kembali.

"Ya." Singkatnya. Wanita itu mengedarkan pandangannya dan seketika mengernyit saat tak melihat keberadaan Jeno. Sepertinya Dion menyadari gelagat Kia. Dengan suara pelan, Dion kemudian membuka suara.

"Eno sedang tidur. Maaf, tadi pagi aku tak seharusnya merusak mo-"

"Jangan bahas lagi, gue lagi capek." Kia memotong ucapan Dion. Dengan raut yang sarat akan lelah, Kia benar-benar langsung duduk di atas sofa tepat di samping pria itu. Dion sepertinya terkejut, tapi reaksi itu tak bertahan lama. Dengan cegatan, ia mengangkat gelas berisikan jus jeruk yang ia buat beberapa waktu lalu, kemudian menyodorkannya kepada Kia. Kia pun menerima nya begitu saja.

Dion diam-diam memperhatikan gerak-gerik Kia tanpa bersuara. Hatinya menghangat saat melihat Kia yang tenang seperti sekarang. Ia tak berharap lebih kok, Kia menerima kehadirannya saja sudah cukup.

Setelah selesai menegak minuman itu sampai habis, barulah Dion buru-buru memalingkan wajahnya. Jantungnya berdegup sangat kencang, pemandangan barusan sulit diterima oleh hatinya yang lemah. Selain itu, ia bahkan lebih takut jika Kia menyadari kalau ia menatap wanita itu sedari tadi.

"M-mommy... udah pulang?" Suara yang terdengar imut itu berhasil menarik perhatian kedua manusia dewasa tersebut. Terlihat Jeno yang sedang berdiri di depan pintu kamar sembari mengucek kedua matanya. Ketika menyadari keberadaan Kia, barulah ia melangkah menuruni tangga dan berjalan ke arah mereka kali ini dengan kedua mata yang sudah terbuka sempurna.

"Mommy... hiks.. hiks.. jangan tinggalkan Eno." Eno tiba-tiba menangis dan berhamburan ke pelukan Kia. Kia tentu saja di buat kebingungan.

"Loh, loh. Ada apa ini? K-kenapa Jeno menangis?" Awalnya Dion mencoba menenangkan Jeno dan hendak membawa nya ke dalam gendongan. Namun bocah itu menolak dan malah semakin memgeratkan pelukannya pada Kia.

"K-kia.. ini,"

Kia menghela pelan nafasnya, kemudian membawa Jeno ke atas pangkuannya dan menepuk punggung nya pelan.

"Udah, gapapa. Eno jangan menangis lagi ya?" Sepertinya anak itu baru saja bermimpi buruk.

"Hiks... hiks.. mommy, jangan pergi. Jangan tinggalkan Eno dan papa, huhuhu." Jeno masih menangis, namun kali ini tangisannya sudah berangsur mereda. Dion juga membantu mengusap pelan punggung anaknya.

Dion's My BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang