Hari yang di tunggu tunggu pun tiba. Hari ini adalah hari pernikahan mereka. Tidak banyak yang hadir, hanya kedua pihak keluarga saja.
Dion diam diam mengulum senyum, jantungnya berdetak kencang ketika mengingat kalau hari ini ia akan secara resmi menjadi suami dari Kia. Di sisi lain, hari ini malah mengingatkannya dengan luka masa lalu yang pernah ia torehkan.
Tatapan Dion teralihkan kearah dua orang pasangan paruh baya yang menggendong serta seorang bocah laki laki di depan sana. Jantungnya terpacu semakin kuat, ia segera menghampiri kedua orang tuanya itu.
"Papaa!!" Jeno merentangkan tangannya, ia ingin sekali berhambur ke pelukan Dion. Namun, Dion menggeleng kecil.
"Ibu, bapak.., k-kenapa Jeno bersama dengan kalian?" Kedua pasangan paruh baya itu saling menatap.
"Dia anak kamu nak, di hari penting ini.., kenapa dia tidak harus datang?" Bibir bocah laki laki itu bergetar. Kenapa papa tidak mau menggendongnya? Padahal, Jeno sangat merindukan Dion, selama dua hari ini mereka belum bertemu lagi.
"Papa...," Pupil mata Jeno mulai berkaca kaca. Tangannya terus merentang, ingin meraih Dion namun bocah itu tak sekalipun mengucapkan keinginannya.
"Kenapa Dion? Kamu gak mau gendong anak kamu sendiri?" Suara dengan nada yang dingin itu terdengar dari arah belakang Dion. Dion dengan cepat menoleh dan seketika bergetar takut ketika melihat kedatangan Kia.
"K-kia.. a-aku.." Kia tersenyum singkat.
"Tante, om, kalian masuk aja. Acaranya mulai sebentar lagi." Mereka mengangguk, dan dengan cepat membawa serta Jeno yang mulai berlinang air mata.
Kia mencekal tangan Dion. Gadis itu menatap Dion dengan sorot dingin.
"Lo tau kan, gue gak bakalan ngurus masalah lo sama anak lo itu. Habis ini, Lo juga sebaiknya jangan ngurusin hidup gue deh, ya. Satu lagi, anak lo gak salah. Dua hari yang lalu, lo sayang banget tuh sama Jeno. Gue gak bakal permasalahin tentang cara lo ngedidik dia." Dion mengangkat kepalanya, ia menatap Kia dengan agak ragu.
"K-kia gak benci sama Eno?" Tanya nya dengan suara yang kecil dan pelan. Dengusan pun terdengar, Kia mengusap rahang Dion lalu tersenyum singkat.
Daripada memberikan jawaban, Kia beralih pergi meninggalkan Dion dengan pertanyaan di benak nya.
"Ehem." Refleks, Dion menoleh ketika seseorang berdehem di sebelahnya. Pria itu menatap ke arah perempuan dengan wajah yang asing di matanya.
"Akhirnya, lo jadi nikah juga ya sama sepupu gue yang gila itu."
"Kamu siapa?" Bingung Dion. Wanita itu melayangkan senyuman singkat, kemudian mulai menjulurkan tangannya.
"Gue... Lisa Ladne." Mendengar nama itu, kedua mata Dion terbelak.
***
Setelah melewati rangkaian acara dan pengucapan janji pernikahan, mereka pun akhirnya resmi sebagai pasangan suami istri. Sepanjang acara ini, Dion hanya terdiam dengan kedua tangan yang terasa dingin ketika Kia menyentuhnya beberapa saat yang lalu. Dan sekarang, semua rangkaian acara pun sudah terlewati.
"Kenapa lo?" Bisik Kia, Dion menggeleng pelan.
"Wah! Selamat ya sepupu. Ternyata lo jadi nikah juga sama dia." Perhatian mereka berdua seketika teralihkan ke arah Lisa. Kia tersenyum singkat seraya membalas jabatan tangan dari wanita itu.
"Thanks." Singkatnya. Namun, Kia seakan menyadari kalau Dion terkesan menjauhi tatapan dari Lisa. Pria itu membalas jabatan tangannya dengan sedikit bergetar.
Lisa melirik ke arah Kia, ia melayangkan senyuman miring.
"Semoga bahagia ya, lo." Ucapnya seraya menepuk pundak Kia. Ia kemudian berjalan pergi dengan meninggalkan banyak kecurigaan. Kenapa Lisa terkesan mengetahui sesuatu? Apa Dion ada hubungannya dengan sikap wanita itu barusan?
"Nak, temui kedua mertuamu sana. Om lihat, kamu belum menyapa mereka." Abron terlihat berjalan dengan langkah panjang. Pria paruh baya dengan jadwal yang padat itu, bahkan menyempatkan diri untuk datang ke acara pernikahan sederhana mereka.
"Huum, okey. Om mau balik sekarang?"
"Iya. Kamu tau, jadwal om belakangan ini sedang padat. Selamat ya nak, akhirnya kamu menikah juga. Setelah ini, jangan terlalu kasar sama dia, om juga agak kasihan." Ucap Abron, dengan kalimat akhir yang ia bisikkan kepada Kia. Kia memutar bola matanya dengan malas.
"Entahlah, aku sudah memperingatinya sebelum menikah. Kalau aku kasar, ya itu resiko dia sendiri." Dion mendengar ucapan istrinya itu, dan ia hanya menunduk dengan tatapan sendu.
Kia benar, hubungan mereka pasti tidak bisa kembali seperti dulu. Tidak masalah, Dion akan menerimanya, ia akan menerima semua kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi, kalau saja emosi Kia kembali meledak walau tanpa alasan.
"Ayo, temui orang tua sama anak lo." Dion tersentak ketika Kia kembali menggenggam jemari jemari tangannya yang terasa dingin. Pria itu mau tak mau mengikuti langkah Kia yang terkesan cepat.
"Kia.. pelan pelan." Lirih Dion, namun diabaikan olehnya.
"Papa! Akak cantik!!" Kali ini, Dion akhirnya mau menggendong putra nya itu. Dion memeluknya dengan erat. Jeno pasti sudah menangis dalam waktu yang lama, melihat kedua matanya yang terlihat sembab.
Jeno sangat pintar, bocah itu pasti tahu kalau mereka akan semakin jarang bertemu ke depannya.
"Akak c-cantik kenapa merebut papa dari J-jeno?" Kia yang tadinya sedikit berbincang dengan mertuanya, di buat menoleh ketika mendengar ucapan dari bocah laki laki itu.
Dion terlihat panik, ia mencoba mengisyaratkan agar Jeno tidak berkata seperti itu lagi.
Namun, di luar dugaan, Kia mengusap kepala Jeno dengan cukup lembut.
"Kenapa? Sekarang kan tante cantik jadi mamanya Jeno? Dia milikku sekarang." Kedua pipi Dion bersemu, begitupun dengan kedua orang tuanya yang saling menatap dengan sendu. Jika bukan mereka, setidaknya Dion tidak akan menderita lagi karena kelaparan.
Kehidupan mereka sudah terbalik 180 derajat setelah mereka bangkrut. Anaknya itu sudah mengalami banyak penderitaan, walau mereka dengan terpaksa menukar Dion dengan semua hutang hutang mereka terhadap keluarga Ladne. Setidaknya, Dion bukan budak, ia bahkan menikah dengan keluarga kaya. Tapi, mereka tidak pernah tahu, kalau Kia adalah masa lalu dari Dion, yang saat ini bahkan memiliki sakit mental.
Jeno menunduk dalam. Jadi, tante cantik itu adalah mama barunya? Lantas, kenapa mereka tidak bisa tinggal bersama?
"Papa, Eno mau ikut papa." Dion mengusap sisa sisa air mata di sudut mata Jeno.
"Jeno bisa tinggal sama papa dua hari seminggu. Sekarang Jeno tinggal sama ibu Ratna dulu ya." Jeno menahan tangis, bocah itu hanya mengangguk kecil dengan tidak rela.
Dion akhirnya menurunkan bocah itu dari gendongannya. Jeno pun kembali ke sisi kakek dan nenek nya.
"Nak, ibu sama bapak pergi dulu. Jaga diri kamu baik baik ya." Dion menyeka air mata yang keluar, ia pun mengangguk. Acara sudah berakhir, kedua orang tua Dion beserta putranya akhirnya kembali pulang dan diantarkan oleh supir Kia.
"Gak rela?" Tanya Kia tanpa menoleh ke arah Dion. Dion menunduk, tidak menggeleng dan tidak mengangguk.
"Hah... dahlah. Om udah pesan hotel, kita pergi ke sana sekarang." Kia menyugar rambutnya yang terasa berat karena beberapa hiasan.
"Namanya aja yang nikah, tapi gak ada malam pertamanya, huh." Monolog Kia diiringi dengan dengusan kecil. Kia berjalan lebih dulu meninggalkan Dion yang seketika terpaku dengan rasa bersalahnya.
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dion's My Baby
RomanceDulu, Kia adalah gadis yang baik namun dikecewakan. Kia juga setia namun di sia siakan. Trauma dan ego berhasil merubah Kia menjadi sosok yang berbanding terbalik dengan dirinya di masa lalu. Saat orang yang menyebabkan trauma nya itu datang kembali...