8

6K 577 49
                                    

Saat ini Dion sudah merasa baikan, walau kepalanya masih agak pusing sebenarnya. Pria itu terlihat sibuk dengan kegiatan nya di dapur, sesekali Dion juga menoleh kearah ruang tamu, tempat dimana kia terlihat asik dengan tontonan nya.

Suara tawa Kia terdengar, Dion terpaku dengan ekspresi riang Kia yang sangat jarang bisa ia lihat. Sudut bibir Dion terangkat, namun karena kurang fokus, pisau yang sedang ia gunakan ternyata tanpa sengaja menggores jari nya. Dion meringis sakit secara refleks. Ia mengangkat tangan nya dan memandangi jarinya dengan panik. Terlihat sedikit darah yang keluar melalui kulit nya yang tergores benda tajam itu.

Air mata menggenang di kedua pelupuk matanya, rasa perih pada jari telunjuk nya membuat Dion terisak karena sakit.

"H-hiks.. s-sakit.. hiks.. hiks.. huwaa.." Dari isakan kini berubah menjadi tangisan. Ketakutan dengan darah dan tak tahu harus apa, ia hanya meremas remas jarinya secara asal sambil terus menangis.

Karena tangisan Dion kian mengeras, Kia mengalihkan pandangannya dan menggeram kesal.

"Heh! Berisikk!" Dion menutup mulutnya secara refleks. Ia langsung menundukkan kepala, seluruh badannya bergetar kuat.

Siapa yang sangka Kia ternyata berjalan menghampiri nya. Tatapan tajam gadis itu layangkan, ada apa lagi dengan pria pengganggu ini?

"Kenapa nangis, Lo?" Tanya Kia ketus. Namun digubris dengan gelengan pelan oleh pria itu.

Tatapan Kia turun dan melihat jika Dion meremas tangannya dengan kuat. Kia menarik tangan pria itu dan melihatnya.

Mata gadis itu sedikit membelak, jari telunjuk pria itu terlihat berdarah. Tanpa berkata kata, Kia langsung menarik tangan pria itu menuju wastafel.

Secara cepat Dion akhirnya mengangkat wajah nya, kedua mata pria itu terlihat sembab, tangan kanan nya bergerak menahan lengan Kia yang hendak membasuh jari nya. Dion menggeleng pelan.

"Hiks.. hiks.. k-kia jangan.. s-sakit." Ucapnya dengan sesegukan. Kia tak kuasa melihat tatapan lemah itu, ia hanya mendengus kasar. Dengan tak rela tangan kiri nya bergerak mengusap puncak kepala Dion, untuk... Yang pertama kalinya.

"Jangan nangis." Ucapnya singkat. Dion terpaku, ia lantas mengusap air mata nya setelah itu memejamkan matanya.

Kia menghidupkan keran dan membasuh jari Dion yang terluka.
Beberapa menit kemudian setelah mendengar keran yang dimatikan Dion langsung membuka matanya kembali, ia curi curi pandang kearah Kia yang terlihat mengusap luka nya dengan handuk halus.

"M-maafin Dion, n-nyusahin Kia lagi." Ucapnya lirih. Kia terdiam, terlihat tak berniat untuk sekedar menjawab apapun lagi.

Gadis itu berbalik mengambil P3K dan kembali lagi.

"Diem. Ribut lagi gue tendang keluar Lo, mau?" Ancam Kia karena Dion kembali ketakutan melihat antiseptik yang berada di tangan Kia. Mendengar ancaman itu, Dion menggeleng kecil.

"Jangan usir D-dion.. kia" ia menatap Kia memohon. Kia memutar bola matanya malas. Kia menarik tangan pria itu dan bersiap menuang obat secara perlahan. Dion menangis ketakutan saat obat itu hampir mengenai luka nya.

"Heh, diem!"

"Dion takut.. hiks.. hiks.." Tangan kanan Dion meremas kain baju Kia dengan kuat, ia sangat takut dengan rasa sakit. Ditambah lagi warna obat itu mirip darah, merah. Dion takut dengan darah. Pria itu terus menggeleng dan berusaha menarik tangan nya.

"Hei.. udah.. udah." Kia tak sadar jika saat ini dia sudah menarik tubuh kurus pria itu kedalam bekapan nya.
Beberapa saat kemudian Kia segera tersadar, ia langsung melepaskan pelukan itu.

"Gue bilangin Diem dong Lo! Bikin emosi aja, sih!" Kia langsung marah sebagai pengalihan rasa kacau di dalam dirinya.

Dion tersentak, dia hanya bisa mengangguk lemah pada akhirnya, ia bahkan tak berani melihat bagaimana marahnya Kia sekarang ini. Kia menarik tangan pria itu dan langsung meneteskan obat merah di atas luka goresan nya, lalu menutupnya dengan plester luka.

Tangan Dion sudah bergetar, dia menangis di sela sela ringisan kesakitan nya

"Maafi-"

"Diem Lo!" Dion memejamkan matanya karena bentakan Kia. Gadis itu terlihat bangkit dari duduk nya dan meremas rambutnya dengan kasar. Isakan Dion hampir tak terdengar lagi di telinga gadis itu, tentu saja Dion tak ingin Kia marah lagi karena dia menangis. Dion sesegukan kecil sambil memandangi tangannya yang sudah Kia obati.

Dion memeluk jari.. ah tepatnya membawa tangan kiri nya ke dalam bekapan.

"Kia, ma- mau kemana?" Tanya Dion dengan suara gemetar. Dia tak dapat menahan rasa penasaran nya saat melihat Kia berjalan menuju dapur.

"Masak." Dion terdiam.

"T-tapikan Dion-"

"Gue lagi berbaik hati, udah Lo duduk aja disana." Dion terpaku, ia lantas mengangguk kecil. Senyuman terukir di bibir tipis nya, ia menatap Kia dengan tatapan sayu.

Entah kenapa Dion merasa senang, ia merasakan sesuatu yang tak dapat ia mengerti, air mata lolos dari pelupuk matanya, kali ini bukan air mata sedih atau ketakutan lagi seperti tadi, tapi.. air mata bahagia.

"Apa Kia jadi baik ke Dion karena Dion terluka?"

***

Kia menatap kearah pria itu yang terlihat memakan nasi gorengnya dengan lahap.

Ia masih ingat bagaimana imutnya pria di depannya ini dulu. Pipi tembam nya yang dulu telah hilang dan tergantikan dengan pipi yang tirus sekarang ini.

Rambutnya juga terlihat tak terawat, apa Dion tak bisa membersihkan dirinya dengan benar?
Selain itu kulit Dion nampaknya tak benar benar ia bersihkan dengan baik.

Padahal semua perlengkapan mandi di kamar mandinya adalah produk dengan merek yang terkenal dan mahal. Tapi, Kia hanya melihat sedikit perbedaan dari awal pria itu dijual kepadanya beberapa Minggu yang lalu.

Namun saat pandangan nya menangkap Dion yang mengenakan pakaian oversize itu membuat kia mengalihkan pandangan. Ada apa ini? Kenapa ia malah memerhatikan pria itu?! Kia mengusap wajahnya gusar.

Ia kembali menoleh namun ternyata Dion juga sedang melihat ke arah nya, saat mata mereka bertemu Dion langsung menunduk dengan takut dan memasukkan beberapa sendok sekaligus ke dalam mulutnya yang mungil.

"Lo bisa kesed-"

"Uhukk.. uhukk.." Kia langsung menyodorkan segelas air putih itu dan berdecak kesal.

"Emm.. m-makasih Kia." Ucap Dion, ia meletakkan gelas nya kembali diatas meja.

"Dion u-udah selesai. Dion bersihin piring nya dulu Kia."

"Hm."

Dion membawa piring dan gelas kotor menuju wastafel. Ternyata Kia juga ikut mengekori pria itu, saat Dion mencuci piring, Kia berdiri di belakang nya dan membekap tubuh Dion dari belakang.

Dion terkejut bukan main saat merasakan lengan yang melingkari pinggang dan perutnya.

"K-kia.." Dion takut lagi, ia benar benar takut kalau kia mungkin saja memukulnya saat ini.

"Ternyata lo beneran amnesia ya?"



***
Yuhuu~
Jangan lupa tinggalkan jejak nya ya, readers tersayang.
Udah pada follow aku belum nih? Jangan lupa untuk follow aku juga ya.

Papayoo~

Dion's My BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang