Keesokan harinya Dena masih tidak bisa menghubungi Arich. Perempuan itu sibuk mondar-mandir di dalam kamar seraya menggenggam erat ponselnya dengan perasaan campur aduk. Apalagi semalam ia mengalami mimpi buruk di mana Arich pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Tapi Dena berusaha berfikir positif. Mimpi hanyalah bunga tidur, pikirnya.
"Tumben banget Arich gak bisa dihubungi kaya gini." Perempuan berkemeja putih tipis itu bermonolog pelan.
Di tengah kecemasannya derit pintu terdengar membuat perempuan dengan rambut dicepol asal itu mengalihkan atensinya ke pintu kamar. Sosok lelaki tinggi berwajah western menampakan dirinya membuat senyum Dena merekah. Akhirnya suaminya pulang setelah satu minggu sibuk dengan 'pekerjaannya.'
Bara membalas senyuman Dena dan langsung merentangkan tangannya, tanpa pikir panjang Dena langsung menghambur ke pelukannya. Seketika kegundahan yang semula menyelimutinya sedikit mereda di pelukan Bara. Bara mengusap lembut kepala istrinya membuat Dena mengeratkan pelukannya.
"Aku merindukanmu, sayang," bisik Bara dengan suara beratnya yang khas.
"Me too, honey," balas Dena seraya mengusap pelan punggung Bara.
Bara melepaskan pelukan itu lalu duduk di tepi ranjang, dia menarik tangan Dena agar duduk di pangkuannya. Alhasil Dena duduk di kedua paha Bara dengan posisi menghadap ke wajah Bara yang tampan seperti tak termakan usia. Tangan Dena menangkup pipi Bara, bibirnya tersenyum manis, matanya menerawang wajah Bara yang putih bersih. Raut wajah itu masih sama seperti pertama kali Dena melihatnya ketika Sma.
Si brandal sekolah dan si bidadari sekolah yang tak sengaja dipertemukan di perpustakaan sekolah. Kala itu Bara dihukum untuk membaca buku paket fisika setebal alaihim dan kebetulan Dena duduk di sebelahnya karna deret kursi lain sudah terisi. Bukannya melaksanakan hukumannya Bara malah tertidur dengan modus menyender ka bahu Dena. Dena yang terkenal galak dan anti laki-laki langsung menggeplak wajah Bara dengan buku filsafat tebal yang sedang dibacanya. Sejak saat itu Dena jijik setengah mati kepada Bara tapi akhirnya Bara berhasil meluluhkannya. Iyalah, Bara dulu most wanted di sekolahnya. Tipe cowo bangor tapi ditaksir banyak wanita. Satu-satu murid blasteran Belanda, Korea Selatan dan Indonesia. Tidak heran kenapa Arich memiliki wajah yang sangat tampan.
Makanya lo lo pada kalau nyari jodoh yang good looking biar bisa memperbaiki keturunan. Canda deh maap kawan.
"Pi, dari kemarin mami kepikiran Arich terus," adu Dena seraya mengelus rambut Bara. Laki-laki itu sibuk menjelajahi leher jenjang Dena. Aroma tubuh Dena sudah menjadi candu baginya.
"Dia udah dewasa ngapain mami pikirin?" sahut Bara terpaksa menghentikan kegiatannya.
"Tapi mami ngerasa ada sesuatu yang buruk terjadi sama Arich. Pi, aku ibu kandungnya. Ikatan batin ibu dan anak itu kuat lho," jelas Dena membuat raut wajah Bara perlahan berubah tidak suka.
"Sekarang mau mami apa?" tanya Bara dengan wajah dinginnya.
"Kita cari Arich dan bawa dia kembali ke rumah ini. Tentunya dengan istrinya. Mami gak peduli siapapun wanita itu mami sudah menerimanya lahir batin sebagai menantu mami," jawab Dena dengan tegas.
Bara menghela nafas berat. "Saya tidak sebaik kamu, Dena. Saya masih kecewa dengan Arich. Biarkan anak itu hidup mandiri agar dia tau bagaimana kerasnya hidup!"
Dena menatap dalam mata Bara. "Pi, please. Arich anak semata wayang kita. Satu-satunya darah daging mami. Tolong papi buka sedikit pintu hati papi buat dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVESICK [TAMAT]
General FictionMonmaap nih gue mikir cerita ini pake otak sendiri, ngetiknya pake jari sendiri, kuota sendiri jadi awas aje lu kalau baca doang kaga vote dikata gue kaga stres bikin ni cerita:'( Arich Debara Jeffrey, S. Pd. Seorang guru muda berparas tampan yang t...