Perlahan Melati membuka matanya ketika merasakan seseorang mengelus perutnya. Sentuhan tangannya begitu lembut, menciptakan kehangatan di hatinya. Perempuan itu mengucek matanya, samar-samar terlihat seorang laki-laki yang ia duga sebagai orang yang mengelus perutnya. Hingga perlahan pandangannya mulai jelas dan alangkah terkejutnya Melati melihat sosok laki-laki itu.
"K-kak A-arich?!" panggil Melati dengan bibir bergetar dan mata membola.
Arich tersenyum manis menampilkan lesung pipinya. Air mata Melati jatuh begitu saja. Arich mengenakan baju koko berwarna putih, rambutnya tertata rapih, wajahnya putih berseri tampak begitu sehat.
"K-kak? I-ini bener kakak?" Melati merubah posisinya menjadi duduk. Tangannya terulur mengusap pipi Arich yang terasa lembut dan dingin seperti es.
Arich hanya mengangguk kecil dengan senyum tipis yang setia menghiasi wajahnya. Dengan cepat Melati menghambur memeluk tubuh Arich dengan erat seolah tak ada yang boleh memisahkan keduanya. Air mata Melati tumpah begitu saja, akhirnya rasa rindunya terpecahkan meski sebenarnya ia masih tidak percaya dengan sosok yang sedang dipeluknya.
"Ya Allah, kak. Kamu kemana aja? Aku kangen banget," ujar Melati di sela isak tangisnya.
Arich mengelus punggung Melati dengan sangat lembut menciptakan desiran hangat di perut dan dada Melati. Meski tubuh Arich terasa dingin bagai es tapi entah mengapa Melati nyaman memeluknya. Aroma tubuh Arich terasa sangat menenangkan jiwa dan pikirannya. Aromanya sangat wangi, Melati belum pernah mencium wangi seperti ini sebelumnya.
"Maaf," ujar Arich membuat Melati melepaskan pelukan rindu itu dan menatap lekat mata bening Arich.
Kini di mata itu tak ada lagi rasa sakit yang Arich pancarkan. Mata itu tampak memancarkan kebahagiaan.
"Jangan pergi lagi, ya? Janji sama aku. Kita besarin anak ini sama-sama. Aku mohon, kak. A-aku t-takut menghadapi kejamnya dunia ini jika sendirian," lirih Melati seraya menaruh tangan Arich ke perutnya.
"A-aku gak sanggup untuk melangkah sendirian. A-aku gak sanggup jika harus kehilangan kakak," lanjut Melati dengan air mata yang terus merembes keluar.
Arich kembali tersenyum. "Mel, tolong ikhlas. Kamu pengen saya tenang'kan? Saya percaya kamu bisa menjaga anak kita. Saya minta maaf, Mel. Saya sudah tidak kuat menahan luka saya."
DEG!
Tubuh Melati menegang sempurna. Jantungnya seakan berhenti berdetak dalam beberapa saat. Air matanya terus saja berjatuhan bak rintik hujan. Rasa sesak perlahan menyerangnya.
"K-kak?" parau Melati dengan tubuh terasa mati rasa.
Arich tersenyum lebar seraya melambaikan tangannya lalu sosoknya perlahan melebur. Lantas Melati menjerit kencang berusaha memeluk tubuh Arich tapi dia tidak bisa menyentuhnya.
"KAK! JANGAN TINGGALIN AKU!" jeritnya pilu.
Hingga sosok Arich benar-benar menghilang dari pandangannya.
"KAK ARICHH!!!!" jeritnya lagi.
"Sttt, neng istigfar."
Melati langsung terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu. Tubuhnya mengeluarkan keringat dan matanya sembab bahkan air matanya membasahi bantal. Nini yang memang sengaja menginap untuk menemani cucunya dibuat khawatir karna sejak tadi Melati mengingau memanggil nama Arich dan menangis kencang sampai membangunkan abah dan Digo yang tidur di ruang tamu.
Tatapan Melati tertuju ke langit-langit kamar, meski itu hanya mimpi tapi entah kenapa rasanya seperti nyata. Sentuhan Arich, sentuhan itu seakan nyata. Melati benar-benar merasakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVESICK [TAMAT]
General FictionMonmaap nih gue mikir cerita ini pake otak sendiri, ngetiknya pake jari sendiri, kuota sendiri jadi awas aje lu kalau baca doang kaga vote dikata gue kaga stres bikin ni cerita:'( Arich Debara Jeffrey, S. Pd. Seorang guru muda berparas tampan yang t...