8 - SARA

596 79 0
                                    

Pondok Indah Mall, Sabtu malam empat tahun silam.

Aku tak henti menggigit-gigit bibir, reaksi otomatis saat sedang grogi dan deg-degan. Lipcream warna nude yang kupoles sepertinya sudah tidak bersisa lagi warnanya.

Keep calm, Sara! Inhale, exhale! Inhale, exhale!

Kulirik jam di pergelangan tangan. Masih kurang lima belas menit lagi dari janji temuku dengan Damar si psikopat. Aku sebenarnya sudah tiba di sini sejak pukul enam petang tadi, memilih jalan-jalan dulu keliling PIM. Tidak lupa aku mampir ke Gramedia untuk mengecek apakah bukuku masih nangkring di rak best seller di sana, sekalian membeli novel Agatha Christie seri Poirot yang belum lengkap kukoleksi. Tujuannya, supaya kalau nanti aku dan si psikopat itu terkungkung awkward moment, aku bisa mengabaikannya dengan membaca buku.

Detak detik jarum jam terasa cepat sekali. Sudah pukul 18.25 sekarang! Sial sial sial! Aku semakin deg-degan. Kebelet pipis. Tanganku dingin. Kuputuskan untuk mampir ke toilet dulu sebelum masuk ke Pondok Indah 1 XXI, tempat janji temu kami. Wajahku tidak boleh pucat begini. Setidaknya, lipcream nude ini akan kelihatan cerah berpadu dengan cardigan terracotaku.

Setelah isi lemari terobrak-abrik, akhirnya aku menemukan ootd yang pas. Skinny jeans berpadu tanktop crop sebagai dalaman, dan cardigan rajutku untuk outer-nya. Karena tidak mau tampak terlalu mengekspos tulang selangkaku yang cekung, aku melilitkan syal yang warnanya senada dengan cardigan. Tidak terlalu aneh memakai syal, berhubung ini masih bulan Februari. Hujan masih sering turun.

Dilengkapi flat shoes dan tote bag hitam polos bertuliskan 'I Hate Everyone', penampilanku benar-benar mencerminkan si cupu kutu buku. Aku sengaja ingin menampilkan diriku apa adanya pada si Damar-Damar ini. Kita lihat bagaimana reaksi pertamanya nanti. Aku jamin setelah ini dia tidak akan menghubungiku lagi. Sudah kubilang, cowok itu pada dasarnya sama. Menilai cewek ya, dari penampilan fisiknya. Bohong kalau ada yang bilang, yang penting hatinya baik. That's totally bulshit!

Huft! Jantungku semakin bertalu-talu tidak menentu.

Ayo, Sara, jangan norak! Ini cuma acara nonton Pengabdi Setan bareng orang yang baru kamu kenal! Kenapa deg-degannya harus heboh begini, sih!

Aku menguatkan diri.

Oke, baiklah.
Aku akan melangkah ke gedung bioskop XXI. Sekarang.

*

[Aku udah dapet tiket]

Si psikopat mengirim chat.

[Aku duduk di bawah poster pengabdi setan]

Tambahnya.

[Sendirian. Yang pake kemeja biru, lengan digulung sampe siku]

Oke. Too much information! Dari sini saja aku sudah bisa melihat batang hidungnya.

Oh! Ya Tuhan!
Jantungku mau lepas rasanya. Kakiku berat sekali digerakkan. Perutku melilit. Separuh hatiku berkata, Sara, ayo pulang saja. Separuh yang lain bilang, Sara, kamu cewek 27 tahun tapi kaya abege puber yang baru kenal cowok.

Baiklah. Aku melangkah maju dari pintu utama XXI. Jangan mempermalukan diri sendiri. Jadilah cewek yang dewasa, petuahku.

Langkahku semakin dekat. Bisa kulihat rambut gondrong Damar yang dikuncir seperti di foto profilnya. Astaga! Dia bahkan lebih ganteng dari yang difoto.

Aku mendadak ciut. Insecure. Kenapa ada cowok ganteng begini, punya kerjaan bagus, harus nyari cewek lewat aplikasi cari jodoh picisan? Jangan-jangan, dia memang psikopat! Makanya tidak ada perempuan yang mau dekat-dekat dia. Aku bergidik sambil membenahi kacamata. Membenahi kuncir rambutku. Ya, aku memang payah sekali untuk urusan menyembunyikan grogi.

Childfree Marriage (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang