16 - DAMAR

554 71 0
                                    

"Kenapa?"

Ya, lo pasti udah nebak gimana tanggapan gue soal Sara yang gak mau punya anak. Cewek ini betul-betul punya plot twist yang berlapis-lapis. Gue sampai terkejut-kejut dibuatnya.

Sara dengan santai nyendokin dessert manis yang gue pesenin buat dia. Kaya gak ada beban buat ngasih tahu gue yang keheranan. Jujur, Man, baru kali ini gue nemu cewek yang gak mau punya anak. Biasanya kan, mereka mendadak absurd kalau ketemu anak kecil. Semacam eehh, adeek, gumush banget cih, gumush gumush gumuuuussh, gitu sambil nyubitin pipi si bayi.

"Gini ...." Sekarang Sara natap gue dan menghentikan kegiatan makannya. "Kita cuma manusia biasa, sama kaya pasangan yang baru kita lihat. Saat ini kita emang masih dalam tahap kasmaran sampai mabuk kepayang, sehingga mudah bagi kamu buat ngomong apa yang tadi panjang lebar kamu omongin.

Tapi, lima enam tahun mendatang, siapa yang tahu? Hati gampang banget terbolak-balik, dan kita gak tahu pasti bakal gimana hubungan ini nanti. Gimana kalau kita gak bisa mertahanin semuanya dan bukan maut yang misahin kita, tapi perceraian?"

Oke. Oke. Gue ngehirup napas dalam. Gue mencoba banget memahami Sara dan apa yang ada di otaknya. Bahwa dia pernah trauma dan itu berpengaruh sama sikap optimismenya akan sesuatu. Singkatnya, pengidap PTSD kebanyakan akan terus beranggapan buruk sama masa depan. Persis kaya Sara ini. Harusnya dia seneng, kan, karena dilamar cowok yang dia cintai?

"Aku gak mau, kalau sampai itu beneran kejadian, harus ada orang lain yang menanggung derita. Anak kita, Dam."

"Itu gak akan terjadi sama kita, Sara. Please, jangan pesimis. Kamu harus percaya sama aku. Aku bukan bapak kamu." Gue nyela ucapan dia.

Sebenernya gue gak terlalu peduli mau punya anak atau gak, tapi yang bikin gue gusar adalah, dengan sikapnya ini berarti Sara emang gak percaya sama gue. Dia takut bakal ada Sara-Sara lain yang gak lain gak bukan adalah anak kami.

"Dam, aku pengin karma ini, kalau emang terjadi, berhenti di aku. Cukup aku yang rasain. Bukan berarti aku gak percaya sama kamu, tapi ... siapa sih, yang bakal tahu nasip hubungan kita ke depannya?" Sara kembali menyendoki dessert-nya. "Lagi pula, memangnya masalah kalau kita gak punya anak? Maksudku, kamu boleh mundur sekarang kalau kamu bermimpi menjadi ayah dengan banyak anak. Kamu bisa wujudin itu, tapi bukan denganku."

Petugas restoran masih sibuk ngeberesin kekacauan di meja seberang, sementara gue berusaha mencerna perkataan Sara. Gue gak apa-apa gak punya anak, malah ada sedikit rasa takut di hati seandainya gue sampai punya anak. Bukan takut semacam bisa jadi bapak yang baik atau bukan, ya. Bukan itu.

Gini, kalau lo jadi orang yang ngeliput berita kriminal tiap hari di lapangan, lo bakal tercengang sama betapa kejamnya dunia yang lo pijak ini. Contoh kecilnya ya, katanya, kesetaraan gender itu ada, nyatanya itu cuma bullshit. Berapa ribu kasus pemerkosaan terhadap cewek yang terjadi setiap tahunnya di Jakarta? Itu baru di Jakarta, Man!

Itu yang lo sebut kesetaraan gender? Bullshit! Sampai kapan pun cewek gak akan pernah bisa ngerasa merdeka dan aman dari yang namanya perkosaan. Lo mau salahin bajunya? Gak bisa! Bahkan, gak jarang cewek-cewek berhijab yang jadi korban. Emang dasar sange salah alamat tuh para pelaku setan.

Menurut gue, gender baru bisa dikatakan setara kalau cewek udah gak perlu was-was lagi meski naik metromini malem-malem sendirian. Saat cewek gak ngerasa terancam sama keberadaan sopir atau kernet yang kemungkinan besar bisa ngapa-ngapain dia, saat itulah cewek bisa dibilang merdeka. Permisalan lho, ya.

Kalau lo lihat jasad Eno cangkul dalam kasusnya yang bikin gempar satu Indonesia itu, lo bakal tahu kalau di negeri ini cewek masih jadi budak nafsu. Lo, kalau masih punya hati, bakal ikut ngerasain sakit hati yang selamanya dirasain keluarga korban. Seharian gue gak nafsu makan setelah ngeliput berita ini, Man, gak habis pikir gue sama kebejatan tiga pelaku goblok itu.

Childfree Marriage (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang