Four Seasons - 21

2.4K 432 36
                                    

Jangan bermain denganku, Hinata. Kau akan merasakan akibatnya.

Tubuh Hinata bergetar. Ia tahu siapa pengirim pesan singkat itu tanpa dia harus melacaknya. Ia harus bersikap biasa. Ia berada di bandara saat ini, mengantar kepergian Paman, Neji dan Hanabi. Wajahnya di buat normal kembali. Hizashi membawa Hinata dalam pelukan, membisikkannya untuk tetap sehat dan bahagia. Setelah Hizashi memeluknya, Neji menarik Hinata dalam pelukannya, "Katakan jika kau ingin pertunangan ini dibatalkan. Katakan jika Uchiha tidak membuatmu bahagia. Jangan menutupinya seperti yang sudah-sudah,"

Hinata membalas pelukan Neji. Menyembunyikan wajahnya di dada bidang Neji, "Mm,"

Neji melepaskan pelukannya. Ia beralih menatap Hanabi, "Kau tidak ingin memeluk nee-chanmu?" Hanabi hanya melengos semakin memasuki bandara tempat pengecekan tiket.

Hinata tersenyum melihat punggung adiknya. Sedangkan Neji hanya menggelengkan kepalanya, "Jangan kau fikirkan. Hanabi sangat mengkhawatirkanmu. Setiap malam menanyai kabarmu," walau itu hanya karangan Neji untuk menghiburnya, ia merasa sedikit membaik, "Jaga dirimu baik-baik," Hinata mengangguk dan melihat kepergian mereka.

Setelah punggung mereka sudah tak terlihat, Hinata kembali ke tempat parkir. Ia masuk ke dalam mobilnya. Menyandarkan kepalanya pada roda kemudi dan menutup matanya. Ia merogoh kembali ponselnya, dan membaca pesan singkat yang sebelumnya ia abaikan. Hinata menegang. Naruto adalah pria yang nekat. Bahkan ia merelakan segala cara untuk mendapatkan Sakura. Ia tahu ketika ia mengenyam kursi kuliah, ia hendak bertemu Naruto, tetapi yang ia dapat, pria itu memukuli temannya yang tertarik dengan Sakura. Ia bahkan masih mengingat kata-kata pria itu.

"Jangan mendekati Sakura jika kau masih menyayangi nyawamu,"

Hinata menghembuskan nafasnya. Ia menyalakan mesin mobilnya dan menginjal pedal gasnya pelan. Membawa mobil mewahnya membelah jalan kota Tokyo. Menikmati pemandangan musim gugur. Daun mulai berguguran hari itu.

Karena keadaan jalan yang lengang, Hinata sedikit menaikkan kecepatan mobilnya. Ia menginjak pedal gasnya dengan tekanan yang sedikit kuat dari sebelumnya. Tepatnya, ketika tikungan, Hinata tak bisa mengendalikan mobilnya. Remnya tidak berfungsi.

"Sial!" umpat Hinata. Ia memikirkan cara agar mobilnya berhenti dan tak membahayakan dirinya. Tetapi, fikirannya buntu. Untuk menghindari dampak kecelakaan yang parah, Hinata membanting kemudinya. Hanya itu cara yang ia fikirkan saat ini. Suara berdecit mengisi pendengarannya. Ia memejamkan matanya, berharap Tuhan masih memberikannya hidup.

Brakk!!

Hinata menabrak sebuah pohon. Posisinya pohon itu berada tepat di pintu kemudi Hinata, membuat gadis itu mengerang karena benturan yang keras. Kepalanya pun turut menjadi korban. Kepalanya terbentur cukup keras. Pandangannya mengabur walau ia masih dapat bernafas. Hinata mencoba tenang, ia mengatur nafasnya, menghirup dan membuangnya melalui celah kecil bibirnya. Padangannya gelap, karena ia tahu cairan merah sudah menutupi pandangannya. Ia masih dapat mendengar jeritan beberapa orang dan kegaduhan orang yang mencoba menolongnya. Ia hanya bisa mendengar keributan tersebut. Sedangkan matanya sudah terpejam sempurna.



Sasuke berjalan cepat di lobi rumah sakit. Ia mendapatkan kabar jika Hinata mengalami kecelakaan. Berjalan semakin cepat dan tanpa sadar langkahnya membentuk larian kecil. Tiba di ruang Instalasi Gawat Darurat, Sasuke dapat melihat Hinata terbaring lemah. Beberapa alat sudah di pasangkan seperti oksigen yang setia di inderan penciuman Hinata. Gadis itu sudah bersimbah darah. Sasuke yang melihat itu hanya membeku.

Sasuke ingin melangkah lebih masuk ke dalam, melihat keadaan Hinata dengan jelas. Tetapi seorang perawat menghalanginya, "Maaf, Tuan. Anda belum diperbolehkan masuk untuk saat ini,"

Four Seasons of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang