Four Seasons - 29

2.4K 395 25
                                    

Naruto memandang lemah dua sosok yang memasuki ruang inapnya. Dua manusia yang berbeda jenis dengan surai gelap yang sangat mirip. Ia tersenyum lemah, memaksakan dirinya untuk berpindah posisi menjadi duduk, "Kau tidak perlu memaksakan dirimu," ujar Sasuke dengan wajah dinginnya. Sasuke memang selalu seperti itu, mengatakan kepeduliannya dengan wajah yang berbanding terbalik.

Sasuke mempersilahkan Hinata mengambil tempat duduk yang hanya ada satu disamping ranjang Naruto, "Bagaimana keadaanmu?"

Naruto tersenyum mendengar pertanyaan Hinata, "Aku baik," ia beralih menatap Sasuke. Sorot matanya tersirat meminta Sasuke secara tidak langsung untuk meninggalkannya dengan Hinata berdua.

Seperti tahu maksud dari tatapan Sasuke, ia mengusap puncak kepala Hinata. Wajahnya mendekat ke telinga isterinya, "Bicaralah berdua dengan Naruto. Aku akan memberikan waktu untukmu," setelahnya Sasuke mengecup singkat leher Hinata dan memberikan seringaian pada Naruto. Ia seperti sengaja menunjukkan kemesraan dengan Hinata di depan pria kuning itu.

Wajah Hinata memerah. Ia menunggu hingga Sasuke keluar dari kamar inap Naruto. Setelah sosok itu menghilang dari balik pintu, Naruto beralih menatap Hinata, "Kau bahagia?"

"Seperti yang kau lihat. Aku bahagia,"

Naruto tersenyum enggan, "Syukurlah," ia menatap langit-langit ruangannya, "Aku sedikit merasakan penyesalan. Melepasmu adalah penyesalan terbesar dalam hidupku. Selama ini aku hanya mengejar sesuatu yang kuinginkan, tanpa melihat sekitarku yang mungkin saja menginginkanku. Aku terlalu berambisi membangun perusahaan dan mengejar cinta Sakura. Aku tahu, itu adalah kesalahan terbesarku,"

"Naruto—"

"Untuk kali ini, izinkan aku meminta maaf padamu. Aku meminta maaf atas segala yang aku lakukan padamu. Merebut semua milikmu. Menjadi penyebab ayahmu meninggal. Membuatmu kecelakaan. Aku minta maaf untuk semua itu," Naruto menecegah air matanya lolos, ia memalingkan wajahnya dan menyeka air mata yang belum sempat keluar dari sudut matanya.

Hinata menghela nafasnya. Wajahnya berpaling seperti berpura-pura tak melihat sisi lemah Naruto, "Aku memaafkanmu," Naruto menoleh memandang Hinata yang wajahnya tak menatap dirinya, "Hiduplah dengan baik, dengan itu aku akan memaafkanmu,"

Naruto tak bisa membendung rasa bahagianya. Ia bahkan tak bisa menahan air matanya, dan ia biarkan mengalir begitu saja, "Terima kasih,"

Hinata menundukkan wajahnya, "Jangan bertindak bodoh seperti ini. Kushina-san dan Minato-san akan khawatir dengan keadaanmu,"

Naruto terkekeh. Ia seperti seorang yang bodoh. Ia terkekeh walau ia tahu ia sedang menangis bahagia, "Mereka tak akan peduli dengan keadaanku. Dan maaf, Hinata. Sisa perusahaanmu sudah menjadi milik Ayahku. Ia memaksaku untuk menandatangani surat kepemilikan perusahaan sebelum aku berakhir di tempat ini,"

Hinata menghela nafasnya, "Aku sudah tak memikirkan soal perusahaan itu. Aku hanya merebut rumah dan tanah milik Paman," ia menatap manik biru Naruto, "Aku sudah menyerah. Tanpa perusahaan Ayah, aku bisa membuat Hyuuga Company menjadi perusahaan besar seperti ini,"

"Kau hebat," mata Naruto menjelajah wajah Hinata, dan berhenti tepat di leher putih milik Hinata. Ia melihat bercak merah. Senyum getir ia tampilkan, "Kau hebat untuk segala aspek. Kau mendapatkan segala yang kau inginkan. Termasuk cinta,"

Hinata menggeleng pelan, "Aku pernah gagal," Naruto jelas tahu yang dimaksud Hinata, "Namun, aku mencoba berdamai dengan masa lalu. Menerima seseorang yang mencintaiku. Aku tahu, mulanya akan sulit. Karena hatiku benar-benar seperti mati dan tak mampu merasakan apapun,"

"Maaf," Naruto menundukkan wajahnya.

Hinata tersenyum, "Tetapi aku percaya, Tuhan akan memberikan yang terbaik dari segala yang terbaik. Kehadiran Sasuke mengubah segalanya. Termasuk pemikiranku tentang pria yang tak bisa dipercaya," ia menautkan jari jemarinya, "Sasuke memberikanku cinta. Ia terus mengatakan bahwa ia mencintaiku walau aku tak membalasnya. Ia membuktikan banyak hal padaku. Membantuku di saat aku membutuhkannya. Ia memberikan semuanya untukku. Cinta, waktu, kehangatan,"

Four Seasons of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang