Four Seasons - 8

3.3K 406 14
                                    

Sasuke sepertinya harus rela, tahun terakhirnya di jenjang senior high school harus ia lalui tanpa Naruto yang menjadi classmate-nya. Dua tahun lamanya ia sekelas dengan pria bersurai blonde itu. Namun di tahun terakhir, Sasuke tidak berada di kelas yang sama dengan Naruto. Ia sedikit mensyukurinya, karena ia bisa menghabiskan waktu dengan tenang tanpa harus mendengar celotehan dari Naruto yang menganggu waktu tenangnya.

Matanya beralih menatap pintu masuk kelasnya. Disana beberapa siswi tertawa, berbicara betapa mereka senang karena berada di kelas yang sama. Namun tampaknya, surai indigo mengalihkan perhatian Sasuke. Gadis itu berjalan sendiri melewati kerumunan siswi yang sedang bertukar topik. Ia duduk tepat di sisi jendela. Sedangkan Sasuke berada tepat di belakang Hinata, hanya saja mereka berbeda barisan, tetapi tidak menjadi penghalang Sasuke untuk bebas menatap Hinata. Gadis itu menolehkan wajahnya ke luar jendela. Melihat kerumunan siswa yang sedang menghabiskan waktu dengan teman-temannya.

Bel bukti pelajaran di mulai pun berbunyi. Hinata mengeluarkan buku catatannya. Seperti pada umumnya, hari pertama kenaikan kelas hanya berisikan tentang pembagian jadwal piket, jadwal mata pelajaran dan tentu saja pengurus kelas. Hinata menjadi sekretaris kelas mendampingi Nara Shikamaru, si pemalas yang jenius, dan sialnya terpilih menjadi ketua kelas.

"Sungguh keajaiban mendapatkan partner seorang puteri sulung Hyuuga," Shikamaru membuka obrolan ketika mereka sedang menyusun rencana kelas ke depannya. Hinata hanya tersenyum menanggapi, "Kuharap kau bisa mengimbangiku, Hyuuga-sama," tidak sedikit yang meremehkan kemampuan Hinata. Dan mungkin, tidak ada yang percaya jika sebelumnya Hinata menjadi ketua kelas di London.

Mereka berbicara sedikit mengenai pengaturan kelas dan juga festival sekolah yang sebentar lagi diadakan. Salah satu dari mereka mengeluh, inilah mengapa ia tidak ingin dijadikan pengurus kelas. Karena selain melelahkan, mereka harus rela tidur di sekolah untuk persiapan menghadapi festival sekolah yang biasanya terbuka untuk pengunjung di luar sekolah. Menjadi sebuah kebanggaan tersendiri jika kelas mereka terpilih menjadi stand terfavorit hasil voting para pengunjung.

Selesai rapat kecil, siswa siswi memiliki waktu bebas, sebelum esok hari mereka kembali belajar seperti biasa. Biasanya, para pria akan menuju lapangan untuk bermain sepak bola atau basket. Sedangkan para gadis akan menuju ke kantin atau sekedar duduk di pinggir lapangan menyaksikan para pria menunjukkan kemampuannya. Hinata? Gadis itu tetap berada di kursinya dengan khayalannya. Ia menyukai novel romansa. Melihat bagaimana kata-kata Shakespeare dan Sandra Brown tersusun rapih, membuatnya tertarik untuk menyelami pendidikan sastra. Ia ingin menjadi penulis hebat. Ketika waktu senggangnya, Hinata lebih memilih untuk belajar sastra, atau sesekali membuat cerita pendek yang akan ia kirimkan untuk mengikuti lomba. Tentunya dengan nama pena yang tidak akan diketahui oleh siapapun. Sedangkan Sasuke, ia tidak begitu tertarik dengan aktivitas pria di lapangan. Ia memilih untuk membaringkan kepalanya di meja dan memejamkan matanya. Sebelumnya, ia tidak pernah merasakan seperti ini, karena Naruto terus mengganggunya.

Perlahan, Sasuke membuka matanya. Sinar terik matahari sedikit mengusik tidurnya. Ia dapat melihat dengan jelas tubuh Hinata yang tersorot cahaya dan bahkan seperti tidak terganggu. Seragam khas musim panas yang Hinata kenakan, sangat cocok dibandingkan dengan seragam musim dinginnya. Kulit putih pucatnya lebih banyak terekspose dibandingkan dengan seragam musim dingin. Ia melihat bagaimana Hinata memainkan penanya, memutarnya, menekannya hingga terdengar suara 'ctik!' berkali-kali. Sesekali ia akan membenarkan letak kacamatanya. Terkadang ekspresi Hinata tersenyum senang seperti seseorang yang mendapatkan sesuatu yang menyenangkan.

 Terkadang ekspresi Hinata tersenyum senang seperti seseorang yang mendapatkan sesuatu yang menyenangkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ahh.. Kufikir aku sudah mulai gila," Sasuke menyembunyikan wajahnya di lengan. Ya, ia fikir bahwa ia sudah gila. Ia menjadi senang hanya dengan melihat berbagai ekspresi yang Hinata tampilkan. Gadis itu sibuk dengan dunianya sendiri. Bahkan tidak sadar jika Sasuke memperhatikannya lama dan lekat. Atau bahkan tidak menyadari jika mereka berada di kelas yang sama. Apakah keberadaannya tidak diakui oleh Hinata? Bahkan siswi di kelasnya sudah ada beberapa yang menahan teriakan karena senang sekelas dengan Sasuke.

Manik onyx-nya tidak lepas dari Hinata. Ia menarik satu sudut bibirnya, sebelum sebuah suara mengacaukan semuanya, "Yo, teme!" Sasuke mendengus, ia jelas kenal dengan suara itu. Hal yang Sasuke tangkap, telinga Hinata terlihat memerah ketika suara itu datang, "Kau tidak merindukanku, huh? Untuk pertama kalinya kita tidak berada dikelas yang sama,"

Sasuke menegakkan tubuhnya. Menatap Naruto dengan tatapan malasnya, "Kau kurang jenius untuk memasuki kelas yang sama denganku. Dan aku tak cukup bodoh untuk berada di kelas yang sama denganmu," ucap Sasuke jujur. Memang kenyataan, jika tahun terakhir di senior high school, kelas mereka akan dibagi berdasarkan peringkat. Sasuke dan Hinata memang jenius. Bahkan, kejeniusan Hinata tidak berpengaruh pada kasus bully yang dilakukan murid lain padanya. Menurut Hinata, pembullyan tidak akan mempengaruhi nilainya.

Naruto tertawa bahkan tidak merasa tersindir sedikitpun dengan ucapan Sasuke si mulut pedas. Setelahnya, Sakura datang membawakan kopi hitam dingin dari kulkas penjual yang berada di dekat kantin. Ia menyerahkan kopi itu untuk Sasuke, "Untukmu!" Sakura menampilkan senyuman manisnya. Ia paham jika Sasuke sangat menyukai kopi hitam itu.

Sasuke menghela nafas, "Terima kasih," Sakura yang mendapatkan ucapan terima kasih hanya tersenyum malu. Ia mengalihkan pandangannya untuk sekedar alibi agar wajah bersemunya tak terlihat oleh Naruto maupun Sasuke. Tetapi semua percuma, karena Naruto yang memiliki perasaan lebih pada Sakura, dapat melihatnya dengan jelas. Bagaimana gadis musim semi itu tersipu malu.

Manik emerald Sakura melihat surai indigo khas seseorang yang ia kenal, "Ah, Hyuuga-san!!" Sakura menghampiri Hinata yang menoleh padanya, "Kau berada di kelas yang sama dengan Sasuke?" Hinata hanya mengangguk menjawab Sakura, "Kuharap kau bisa berteman dengan Sasuke. Tolong akrablah dengannya. Dibalik wajahnya yang dingin dan tak peduli, Sasuke adalah pria yang baik," Sakura berkata seakan ia menyombongkan diri jika ia yang paling paham dengan sifat Sasuke. Tanpa dikatakan pun, Naruto mengetahui hal yang sama.

Hinata tertunduk karena saat ini menjadi perhatian Naruto dan Sasuke, "Akan kuusahakan,"

Sakura tersenyum ramah, "Kau ingin ke kantin dengan kami?" Hinata menolak dengan gelengan lemah. Ia tak suka berada di dekat Naruto, karena jantungnya bertalu dengan keras dan cepat. Tetapi ia pun ingin mengakrabkan diri dengan Naruto. Betapa rumitnya perasaan Hinata saat ini. Tetapi ia memilih untuk melanjutkan kegiatan menulisnya. Merangkai beberapa kata menjadi kalimat yang indah adalah hobinya. Hobi yang mungkin ditentang keras oleh Hiashi -ayahnya.

Mereka bertiga berjalan semakin menjauh. Hinata hanya bisa menyaksikan punggung mereka. Sakura berada di tengah-tengah Sasuke dan Naruto. Seakan mengatakan, tidak ada yang boleh menyentuh Sakura. Gadis musim itu seperti puteri yang memiliki dua pengawal yang memiliki paras rupawan. Sangat mustahil Hinata masuk kedalam lingkar pertemanan mereka. Seperti sebuah dinding besar dan kokoh telah menghalanginya untuk menembus eratnya pertemanan mereka.

Hinata mendengus pelan dan sedikit terkekeh. Mungkin jika Kou tahu ia mendengus seperti itu, Hinata akan menghabiskan waktu berjam-jam mendapatkan ceramah dari Kou. Menurutnya, tidak sopan jika puteri sulung Hyuuga mengeluarkan dengusan dari mulutnya. Tidak bermoral dan beretika.

Hinata membuang pandangannya ke luar jendela. Lapangan luas itu penuh dengan hiruk pikuk siswa siswi yang menghabiskan waktu istirahatnya. Termasuk tiga orang yang baru saja tiba di lapangan. Sasuke dengan sekaleng kopi pahitnya. Naruto dengan sekotak minuman berwarna orange, yang Hinata tebak, rasa minuman itu adalah jeruk. Sedangkan Sakura, ia meminum sekotak susu strawberry. Ia pun menyukainya, jadi ia sangat tahu bentuk dari kotak susu strawberry tersebut.

Hinata menyobek selembar kertas dari bukunya. Ia membuat sketsa kasar dengan role mode mereka bertiga. Ia terlalu asik menggambar, hingga ketika sketsa itu ia selesaikan, ada hal yang tidak terduga dari gambarnya tersebut. Naruto dan Sakura sedang bersenda gurau. Sedangkan Sasuke, tengah menatapnya. Ia kembali memandang ke luar jendela untuk memastikan bahwa sketsa yang ia buat adalah kesalahan, namun terlambat. Tiga sekawan itu sudah menghilang dari pandangannya.

Hinata menepuk pipinya pelan, "Oh, sadarlah, Hinata!" ia bergumam untuk mengembalikan kesadarannya. Mungkin saja ia sedang berhalusinasi. Pria yang ia sukai hanya Naruto. Ia mencintai Naruto. Hanya Naruto yang ada dalam hidupnya. Hanya Naruto cinta sejatinya. Seperti itu Hinata membuat sugesti pada dirinya sendiri. Hanya karena sebuah gambar, ia tidak bisa menyimpulkan jika Sasuke tertarik dengannya. Itu tidak mungkin! Seorang cassanova tertarik dengannya yang seorang kutu buku? TIDAK MUNGKIN, DAN TAK AKAN MUNGKIN!

Four Seasons of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang