Chapter 6 | Bunga Hebras & Sepucuk Surat

222 63 2
                                    

Saat ini, Zayed tengah membantu memberikan beberapa pasokan bantuan yang baru saja datang. Kedua tangannya terus saja bergerak mengangkat beberapa kardus yang dia bawa menuju posko bantuan.

Setelah beberapa saat kemudian, Zayed mengucapkan hamdalah. Punggung tangannya menghapus tetesan keringat yang membasahi area sekitar kedua matanya.

Zayed menyipitkan mata. Tampak di arah utara, terlihat punggung seorang bocah laki-laki yang tengah duduk di atas bebatuan besar.

Zayed melangkah pelan menuju tempat bocah tersebut. Ketika dirinya telah berada tepat di belakangnya, kedua telinga Zayed mendengar suara isakan kecil. Zayed kembali melangkah menuju depan tubuh bocah laki-laki itu. Kedua iris matanya melihat bocah itu tengah menangis sambil melipat kedua tangannya.

Zayed menjongkokkan tubuh kekarnya. Tangan kanannya menyentuh bahu kiri yang bergetar itu. "Mengapa kau menangis? "

Seketika, bocah itu mendongak menatap Zayed. Kedua matanya membengkak. Hidung kecilnya memerah. Setelah itu, bocah itu kembali menangis. Namun, kali ini, tangisan itu terdengar sedikit kencang. Zayed memeluk erat tubuh mungil bocah itu. Sungguh, dirinya tidak tega dengan keadaan bocah di depannya.

Bocah itu membalas pelukan Zayed. "A-ayah-ku, i-ibu-ku, d-d-dan k-ka-kak-ku t-te-lah p-per-gi.. m-mengapa me-re-ka j-ju-ga t-tidak meng-ngajak-ku? A-aku t-takut, k-ka-re-na a-aku se-ka-rang sen-di-ri di-si-ni.. " ungkap bocah laki-laki itu dengan terbata-bata.

Zayed hanya diam. Tangan kanannya mengelus lembut punggung bocah tersebut.

Bocah itu melerai pelukan Zayed. "A-apa salah k-kita, paman? K-kenapa m-mereka s-selalu menyerang k-kita? M-menindas kita? A-apa s-salah k-kita, paman? " tanya bocah itu sembari menatap Zayed dengan gemetar.

Zayed hanya diam. Sungguh, lidahnya seperti mati rasa. Begitu sulit untuk berbicara. Kedua tangan kekarnya memeluk erat bocah laki-laki itu. Kedua matanya terpejam dengan tetesan air mata yang keluar. Hatinya begitu sakit ketika mendengar pertanyaan dari bocah tersebut.

Banyak anak-anak telah kehilangan keluarga mereka. Di saat usia mereka yang masih belia. Dimana seharusnya mereka bermain dengan suka cita, namun, yang mereka dapatkan hanya lah air mata dan luka.

"Jangan pernah mengeluh. Bukan hanya kau saja yang merasakan ini, banyak teman-teman mu yang juga merasakan apa yang kau rasakan.. Belajarlah untuk menjadi manusia yang tangguh.. menjadi orang yang berani dan bersabar atas apa yang telah Allah tetapkan. Dengan itu, hati mu akan tentram dan damai.. " tutur Zayed sembari mengelus lembut rambut bocah laki-laki itu.

"Berdoalah, semoga negara kita segera bebas dari mereka.. " lanjut Zayed dengan kedua tangan yang menghapus jejak air mata di pipi bocah tersebut.

"Laa tahzan.. Allah akan menggantikan semua ini menjadi yang lebih baik, aamiin.. "

Jemari-jemari tangannya terus saja mengelus rambut bocah itu dengan lembut. "Apa kau sudah makan, Alwan? "

Bocah bernama Alwan itu menggelengkan kepalanya pelan. Zayed tersenyum. Jemari-jemari tangannya berpindah tempat mengelus lembut kedua bahu kecil Alwan.

"Tunggulah disini! Paman akan segera kembali.. " perintah Zayed sembari berdiri. Kedua kakinya mulai berlari menuju ke arah dapur yang berada di samping posko bantuan.

Kedua netra matanya mengedar ke seluruh penjuru dapur yang kosong itu. Hingga akhirnya, pintu tenda terbuka dan menampakkan seorang wanita paruh baya membawa sebuah panci berukuran besar.

Zayed berjalan cepat ke arah wanita itu. "Mengapa kau membawa benda yang berat ini, bibi? Tak bisakah kau meminta yang lain untuk membantumu? Aku tidak mau jika terjadi sesuatu padamu.. " ujar Zayed sembari mengambil panci itu dengan cepat. Iris mata cokelatnya menatap netra hijau milik wanita itu.

Assalamu'alaikum, Heaven Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang