Chapter 21 | Luka Yang Tak Terlihat

133 32 10
                                    

“Terimakasih atas bantuan kalian, para zionis itu tidak akan bisa kembali lagi kemari.. ” ucap seorang pria bermata silver seraya berjabat tangan dengan Zayed.

Zayed mengulas senyum di balik penutup wajahnya. “Semua berkat Allah. Kami hanya sebagai perantara saja”

Pria di depan Zayed itu mengulas senyum. “Semoga Allah selalu melimpahkan kebaikan untuk kalian.. ”

Aamiin.. ” jawab seluruh pasukan Hamas secara serentak.

Tak berselang lama, dua mobil jep berhenti di depan mereka. Zayed menganggur samar. “Baiklah, kami harus pergi.. kami sangat senang membantu kalian untuk melindungi penduduk disini. Kami harap, semoga Allah mempertemukan kita kembali.. ”.

Pria bermata silver itu mengangguk. Kemudian, memeluk Zayed dengan singkat. Ditepuknya pundak kekar itu dengan pelan.

“Assalamu'alaikum.. ” pamit Zayed kepada pria tersebut. Kedua kalinya melangkah menuju mobil itu.

Seluruh pasukan Hamas berjalan di belakangnya. Zayed tersenyum lebar. Karena misinya telah selesai dituntaskan.

oOo

Zayed berjalan gagah memasuki pelataran tenda pengungsian. Suara tawa anak-anak menggema di sekitar. Para ibu-ibu duduk di atas tikar seraya mengobrol ria. Para bapak-bapak tengah melaksanakan sholat berjamaah.

Zayed melangkah pelan. Netra matanya berusaha mencari seseorang. Namun, nihil.

Seorang wanita tua berjalan melewatinya. Dengan cepat, Zayed memanggil wanita tersebut. “Bibi! ”

Seketika, wanita tua itu berhenti. Kemudian, berbalik. “Bibi, apa kau melihat Rahaf? ”. Wanita itu mengangguk.

“Baru saja bibi melihat Rahaf bersama Haura di bukit. Sepertinya Haura tengah menemani bocah itu memberi makan dombanya.. ” jawab wanita tersebut dengan lembut.

Zayed mengangguk singkat. Kemudian, mengulas senyum. “Terimakasih, bi. Aku akan menyusul mereka.. Assalamu'alaikum” ucap Zayed seraya berjalan cepat menuju tempat lokasi.

oOo

Zayed mengedarkan pandangannya. Berusaha mencari Rahaf. Hingga Iris matanya melihat punggung dua wanita yang sedang berbincang. Di samping kanan mereka, seorang bocah yang Zayed yakini itu adalah Rahaf.

Kedua kalinya melangkah mendekat ke arah mereka. Tiba-tiba, Zayed berhenti. Kedua telinganya tidak sengaja mendengar pembicaraan dua wanita itu.

“Aku tahu.. ini tidak mudah bagimu. Beritahu orang tuamu dan katakan kepada mereka, jika kau tidak bisa menerima perjodohan itu.. ”

Zayed terdiam. Perjodohan? Apa maksudnya?

“Ini begitu sulit, Zaynah. A-aku tidak ingin.. membuat mereka kecewa”

“Setidaknya kau kembali terlebih dahulu. Mungkin, mereka juga merindukanmu. Jika kau ragu, katakan kepada mereka dengan jujur. Aku yakin, kau pasti bisa, Haura! ”

Zayed menipiskan bibirnya. Apa dirinya tidak salah dengar? Haura dijodohkan?

Seketika, kedua kakinya lemas. Dunianya terasa berhenti. Hatinya terkikis.

Haura.. dijodohkan?

Zayed mendongak. Menatap langit biru dengan gumpalan-gumpalan awan hitam. “Laa ilaaha illallah muhammadur rasulullah.. ”. Bibirnya melantunkan kalimat tauhid secara berulang-ulang.

“Ya Rabb, kuatkan hati hamba.. Hanya kepada Engkau lah, hamba berserah diri dan hanya kepada Engkau lah, hamba menyerahkan segala urusan hamba.. ”

Setetes air mata menetes di ujung matanya. Apa yang harus Zayed lakukan? Dia mencintai Haura, tapi, dia juga mencintai negaranya.

Hatinya begitu sesak. Apakah dia harus melerakan? Apakah dia harus melupakan?

Apakah ini merupakan salah satu ujian dari-Nya? Menguji seberapa besar cintanya kepada Sang Pencipta?

“Lusa, aku akan kembali ke Indonesia. Mungkin, aku akan disana selama satu minggu sambil memikirkan jawaban itu. Jika seminggu lebih aku tidak kembali disini, maaf.. aku menerima perjodohan itu.. ”

Zayed tetap diposisi yang sama. Mendengar pembicaraan kedua wanita di depannya.

“Ini begitu sulit.. aku ingin memikirkannya secara matang-matang. Karena pernikahan merupakan janji setia kepada Sang Khalik. Menyatukan dua insan yang saling mengasihi di jalan-Nya. Aku- ingin menentukan pilihanku sendiri.. Walaupun rasanya tidak mungkin.. ”

Apa maksud itu? Pilihannya sendiri?

Apakah Haura, telah memiliki tambatan hati?

Zayed menghela nafas dengan kasar. Bibirnya melantunkan kalimat istighfar secara berulang-ulang. Berharap, rasa sesak di hatinya segera menghilang.

Zayed menghembuskan nafas dengan pelan. Dengan memberanikan diri, dirinya berjalan menuju kedua wanita itu. “Assalamu'alaikum”

“Wa'alaikumsalam warahmatullah, kakak!! ” jawab wanita berjilbab hitam sambil memeluk erat Zayed. Kepalanya mendongak menatap wajah sang kakak yang masih tertutupi oleh penutup wajah.

“Mengapa kakak tidak memberitahuku, jika kembali hari ini? Aku kan bisa menyiapkan acara penyambutanmu.. ”

Zayed tersenyum tipis. Lalu, mengacak pelan jilbab sang adik. Bibinya mengecup singkat pucuk kepala Zaynah. “Sengaja, kejutan untuk kalian.. ”

Lalu, Zayed menatap Haura. “Terimakasih telah menjaga Rahaf.. ”. Haura mengangguk seraya menunduk. Butiran-butiran bening menetes di atas tanah.

Zayed memandang Haura dengan sendu. “Ku mohon, jangan menangis” batin Zayed. Ingin sekali rasanya, dirinya menghapus air mata itu. Mendekapnya dengan erat. Mengecup keningnya. Menjadi sandarannya.

Namun, Zayed sadar, mereka berbeda.

Baba!!! ” teriak Rahaf sambil berlari ke arah Zayed. Zayed melerai pelukan Zaynah dan berjalan ke arah Rahaf. Kedua tangannya direntangkan.

Mereka berpelukan secara erat. Sungguh, Zayed merindukan bocah laki-laki ini. Suaranya, tawanya, tingkahnya, begitu Zayed rindukan selama bertugas di Tepi Barat.

Alhamdulillah, Allah melindungi Baba capten. Baba tahu? aku begitu mengkhawatirkan baba..

Zayed mengacak gemas surai hitam itu. Dikecupnya dahi Rahaf dengan lembut. Kedua tangannya memegang bahu bocah itu. “Alhamdulillah, baba baik-baik saja.. ”

“M-maaf, aku harus pergi.. Assalamu'alaikum” pamit Haura sambil berjalan cepat meninggalkan ketiga insan tersebut. Punggung tangannya terus saja menghapus air mata yang mengalir di cadarnya.

Zayed menatap punggung Haura dengan datar. Kedua tangannya memeluk Zaynah dan dan Rahaf dengan erat. Kepalanya mendongak ke atas. Berusaha menghalau air mata yang akan tumpah.

“Mungkin, memang Allah hanya menakdirkan kita untuk bertemu, tapi tidak untuk bersatu.. ”

oOo

🇵🇸Pray For Palestina🇵🇸

Assalamu'alaikum, Heaven Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang