Chapter 3 | Pertemuan Pertama & Air Mata Duka

353 105 11
                                    

Desingan rudal dan peluru senjata
Terdengar jelas di langit Gaza
Air mata duka, darah segar para pembela agama,
Turut menghiasi Palestina

Penyiksaan, penderitaan dan kekejaman
Telah menjadi santapan
Yang selalu mereka dapatkan hanyalah luka
Namun, rasa mengeluh tak pernah tersimpan di qalbu mereka

Sabar dan tawakkal selalu mereka lakukan
Bersyukur kepada Sang Pencipta
Atas kesempatan yang diberikan
Kesempatan tuk berjihad, kesempatan tuk membela agama
Berusaha melindungi negeri
Dari para manusia yang tak punya hati



Saat ini, Zayed duduk di atas bebatuan berukuran besar. Matanya terpejam menahan rasa nyeri di lengan kirinya. Darah segar terus mengalir tanpa henti. Sesekali, Zayed menggertakkan gigi-giginya menahan rasa sakit akibat tembakan tadi.

Kedua iris matanya menatap teman-temannya yang tengah mengamankan para penduduk Jalur Gaza. Zayed berdiri sambil terus memegang lengan kirinya. Kedua kakinya melangkah menuju tenda pengungsian yang telah disediakan.

Netra mata cokelatnya mengedar menatap sekitar. Berusaha mencari anak-anak Jalur Gaza yang dievakuasi. Tas ranselnya dia titipkan kepada Qasim. Sedangkan senapan panjangnya, dia titipkan kepada Fadel.

Zayed berhenti di dekat pusat evakuasi penduduk. Suara bising dan teriakan terdengar sangat jelas di tempat tersebut. Terlihat, seorang wanita tua menangis histeris sambil memeluk erat seorang bocah laki-laki yang telah tak bernyawa. Air mata terus saja mengalir deras di kedua pipi wanita itu. Disekitarnya, beberapa tenaga medis tengah mengobati penduduk lain yang terluka akibat konflik yang baru saja terjadi.

Setetes air mata keluar dari mata kanan Zayed. Hatinya bergetar tatkala melihat betapa hancurnya wanita tua itu. Banyak para orang tua kehilangan anak mereka. Begitu dengan anak-anak yang seharusnya bahagia di usia mereka yang masih belia.

Zayed melangkah menuju sebuah tenda berwarna hitam ketika mendengar suara tawa anak-anak. Tangan kanannya membuka pelan pintu tenda. Terlihat, sekumpulan anak-anak tengah tertawa riang. Deretan gigi putih mereka terlihat sangat jelas. Pancaran kebabagiaan menghiasi mereka.

Zayed mengulas senyum di balik sorbannya. Walaupun negeri ini selalu dirundung duka, tak membuat kebahagiaan mereka luntur seketika. Zayed berjongkok melepas sepatu bot yang melekat di kedua telapak kaki nya. Setelah terlepas, kedua kaki jenjang nya melangkah pelan menuju anak-anak tersebut. Walau rasa nyeri masih melekat di lengan kirinya, tak membuat senyum di balik penutup wajah itu padam.

"Paman Zayed!!! " teriak seorang bocah laki-laki berambut hitam legam. Kedua tangan kecilnya dia rentangkan ke arah Zayed.

Mereka berpelukan selama beberapa saat. Disusul dengan anak-anak lain yang ikut memeluk mereka. Zayed melerai pelukan tersebut. Iris mata cokelatnya menatap semua anak-anak yang berada di depannya.

"Apakah kalian baik-baik saja? " tanya Zayed dengan penuh kekhawatiran. Tangan kanannya mengelus surai hitam bocah itu.

"Alhamdulillah, kami baik-baik saja, paman.. "

Zayed menghembuskan nafas secara perlahan. Dirinya mengucapkan hamdalah dengan senyum yang masih mengembang di balik sorbannya.

"Paman, ada apa dengan lenganmu? Kenapa ada banyak sekali darah disana? " tanya seorang bocah laki-laki bermata abu-abu kepada Zayed dengan polos. Telunjuk kecilnya mengarah ke arah luka di lengan kiri Zayed.

"Paman baik-baik saja, Rahaf. Kau tidak perlu menghawatirkan paman.. " jawab Zayed dengan tenang. Zayed tidak ingin membuat anak-anak di depannya khawatir dengannya.

Assalamu'alaikum, Heaven Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang