Part 20

353 57 13
                                    

Selamat membaca
*
*
Chu Ga Eul

Suara itu terdengar nyata membuat kelopak mata So Eun terbuka. Cahaya putih menyilaukan matanya. Perlahan cahaya itu memudar memperjelas pandangannya. Di sebuah hutan tempat di mana dulu ia diasingkan terlihat Hong sedang mengasah pedangnya. So Eun mendekat memanggil nama pria itu. Seketika Hong menoleh.

"Kau ke mana saja?" Hong tersenyum membuat So Eun tertegun.

"Nde?"

"Maaf aku terlambat. Prajurit itu tidak bersedia mengirimkan pesan ke istana," ujar seorang pria muda. So Eun menatap keduanya penuh tanda tanya. Sepertinya Hong tidak bicara padanya melainkan pada pria muda itu.

"Aku tidak mengerti bagaimana seorang raja bisa begitu baik pada penjahat sepertimu. Raja harusnya menjatuhkan hukuman mati," lanjut pria itu lagi.

Hong mengulas senyum ia melanjutkan pekerjaannya mengasah pedang. Di belakangnya banyak pedang kayu yang sudah terkumpul yang nantinya akan dikirim ke istana. Ya, Hong diberi tugas selama pengasingannya di Gunsan untuk membuat pedang kayu yang akan digunakan untuk latihan para prajurit  tentu tanpa bayaran.

"Dia terlalu mempercayai wanita itu. Cinta membuat pria lemah, sama seperti diriku yang tidak memiliki semangat hidup setelah Ruyi pergi. Aku sendiri yang membunuhnya."

Raut wajah Hong berubah So Eun berjongkok di samping Hong lalu mengulurkan tangannya. Namun So Eun tidak bisa menyentuh Hong.

"Kamu memang salah tapi itu semua tidak akan terjadi kalau saja tidak ada orang yang mempengaruhi pikiranmu. Ruyi sangat menyayangimu untuk itu dia mengorbankan dirinya agar kamu berhenti melakukan kejahatan," ucap So Eun namun percuma Hong tidak mendengarnya.

"Pernikahan Putri Chu dan Raja akan segera dilangsungkan. Kau tidak ada niat untuk membatalkannya?" tanya pria muda itu.

Hong menancapkan pedangnya ke tanah, tatapannya tajam membuat pria itu takut.

"Ruyi akan membenciku jika melakukan hal itu." Hong beranjak lalu masuk ke ruangan dan menutup pintunya.

Cahaya putih itu kembali muncul. So Eun menutup matanya. Perlahan mata itu terbuka saat cahaya mulai memudar. Pertama kali yang ia lihat adalah langit-langit kamar sederhananya.

"Jadi itu mimpi?" gumam So Eun lalu beranjak turun dari tempat tidur. So Eun berjalan ke dapur lalu mengambil air minum kemudian menuangkannya ke dalam gelas. Tidak biasanya ia haus di tengah malam. So Eun menarik kursi meja makan lalu duduk termenung. Bola matanya bergulir ke tembok di mana ada sebuah kalender kecil menggantung.

Dua hari lagi pertandingan akan diselenggarakan secara langsung dari salah satu stasiun TV. So Eun meremas gelasnya. Ini yang selama ini ia impikan. So Eun akan berusaha keras demi mimpinya menjadi atlet nasional.

"Eomma, Appa, kalian harus melihatku sukses," gumamnya lalu menghabiskan sisa airnya dalam sekali teguk.

***
Plak!
Suara tamparan mengenai pipi mulus  terdengar menggema di sebuah ruangan. Seorang wanita terlihat marah. Matanya melotot bibirnya gemetar menahan emosi yang membuncah pada seorang pria yang berdiri kaku di depannya.

"Akhiri hubunganmu dengan wanita itu. Dia hanya menjadi penghalang untukmu Kim Sang Bum," ucapnya dengan penuh penekanan.

"Tidak. Aku tidak bisa mengakhiri hubunganku dengan So Eun. Dia gadis pertama yang mengakuiku bukan karena harta tapi dia memberikan cinta yang tak ternilai."

"Hah? Cinta? Kau tidak akan bisa hidup karena cinta, lupakan perasaanmu pada gadis itu dia tidak pantas untukmu."

Kim Bum tersenyum tipis membuat wanita itu geram.

Princess ChuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang