Bukan Rahasia lagi.

1.2K 265 45
                                    


Triplet masih menangis sesenggukan. Om Irie dan tante Fathiya benar-benar di buat kalang kabut dengan tangis ketiga anak kecil itu.

Terlebih om Irie yang bingung hanya pertanyaan tentang handphonenya yang ada di tangan salah satu anggota triplet itu malah membuat ketiganya menangis kejer.

"Kalian ke..." omongan om Irie terhenti ketika tangan sang istri menyentuhnya.

Tante Fathiya menatap dan menggelengkan kepala, seakan meminta sang suami agar tidak usah bertanya pada triplet. Triplet masih butuh waktu untuk menenangkan pikiran mereka. Mungkin tangisan mereka adalah beban pikiran mereka yang tak bisa mereka luapkan dengan kata-kata.

"Mas, ambilin air buat triplet ya." pinta sang istri.

Segera om Irie keluar dari kamar.

Tangisan triplet terhenti menyisakan sesenggukan dari ketiganya.

"Sayang, kalian haus kan?" ucap lembut tante Fathiya. Memberikan satu per satu gelas berisi air yang di bawa om Irie ke masing-masing triplet.

Triplet meminumnya sampai tandas.

"Boleh tante nanya?"

Triplet hanya mengangguk.

"Kalian kenapa?"

Triplet hanya diam kemudian menunduk.

"Kalian kangen ibu dan ayah?" tebak tante Fathiya dengan suara lembut.

Om Irie yang duduk di sebelah sang istri hanya bisa diam. Kali ini istrinya lah yang berperan penting untuk triplet. Dia lebih mengerti bagaimana cara menenangkan ketiga ponakannya.

Triplet mengangkat wajah. Setetes airmata keluar dari pelupuk mata Ashsha.

"Kami kangen ibu dan ayah tante." takut-takut Atha menjawabnya. Sedangkan Fariz masih saja diam, meskipun suara sesenggukan setelah menangis masih jelas terdengar dari dia.

Fathiya menghela nafas, "Kalian megang hape om buat telpon mereka?" ujar Fathiya menggunakan kata megang.

Walaupun sebenarnya Fathiya tahu kalau triplet diam-diam mengambil si gepeng suaminya. Bisa diartikan mereka meminjamnya tanpa ijin. Mungkin terlalu menyakiti hati mereka jika membahasnya dengan menyebut mereka mencuri. Kata negatif seperti ini akan membuat mereka tambah menangis. Sebisa mungkin menggunakan kata positif terlebih dahulu baru mulai menjelaskan kalau yang di lakukan mereka itu salah.

"Maaf tante, kami mengambil handphone om." Si sulung Atha kini malah mengakui kesalahan mereka.

"Bukan, bukan tante. Fariz yang punya ide buat ambil hape om buat telpon ibu dan ayah." lanjut Fariz mengakui semuanya.

Om Irie sedikit terkejut mendengar penuturan triplet. Dia masih diam. Takut kalau perkataannya nantinya malah salah.

"Sayang, kenapa kalian nggak bilang terus terang saja. Nggak perlu kayak gini kan, sembunyi-sembunyi?"

Ketiga bocah kecil itu hanya menunduk dan memilin ujung kaos mereka masing-masing.

"Kalian tahu kalau itu salah?" ucap tante Fathiya dengan nada dan intonasi selembut-lembutnya.

Mereka mengangguk, "maaf om, tante."

"Mas, bisa telponin mbak Maylan?"

Mata ketiga bocah itu berbinar-binar mendengar permintaan tante Fathiya ke om Irie.

Om Irie langsung membuka kunci handphonenya. Tapi baru memencet aplikasi gambar gagang telpo berwarna hijau. Hape om Irie berbunyi duluan, menandakan ada video call masuk dari ayah Ken.

all about Triplet Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang