Maylan menghela nafas. Ini bukan pertama kalinya dia masuk ke ruang operasi. Jika dulu dia dalam keadaan tak sadarkan diri. Kali ini dia dalam kondisi sadar sesadar-sadarnya masuk keruangan yang penuh dengan alat-alat medis lengkap. Terlebih sorot lampu operasi yang tergantung di atas. Dengan AC yang sangat dingin. Apalagi dia hanya memakai baju operasi. Sensasi dingin makin berasa.Sebelum masuk ruang operasi seorang perawat datang dan menjelaskan kalau dia akan mencukur rambut pubis dan memasang kateter. Rasa malu sudah Maylan tinggalkan. Bagaimana tidak yang melakukannya seseorang yang sama sekali tidak dia kenal. Walaupun sama-sama perempuan tetap rasa malu itu ada.
Kembali ke ruang operasi. Rasa deg-degan di tambah kontraksi yang masih terjadi membuat Maylan harus bersabar. Dan tentu menahan rasa kontraksi yang makin kencang di tambah rasa ingin mengeden luar biasa.
Tapi sekuat tenaga harus Maylan tahan. Salah satu janinnya masih sunsang posisinya. Kalaupun satu bisa normal yang lainnya akan beresiko tinggi jika harus di lahirkan secara normal.
Dua orang datang, satu memperkenalkan diri sebagai dokter anestesi yakni dokter Mira dan satunya lagi adalah seorang perawat. Beliau menjelaskan akan melakukan bius spinal yang akan diberikan melibatkan suntikan anestesi lokal dan obat penghilang rasa sakit lainnya di ruang subarachnoid. Ruang tersebut berada di dekat sumsum tulang belakang. Tujuannya, untuk mematikan saraf dan menghilangkan rasa nyeri di daerah-daerah tertentu.
Dengan perut buncitnya Maylan di haruskan untuk duduk kemudian merunduk serendah-rendahnya agar dokter Mira mudah untuk menyuntikan bius spinal.
Kini dokter Mira mulai mengambil kapas yang telah di basahi dengan alkohol dan mulai membersihkan area untuk di suntik bius. Kemudian punggung Maylan ditutupi semacam kertas dengan bolongan untuk memastikan area suntik.
Satu suntikan mulai terasa di punggung Maylan. Maylan hanya bisa berdoa semoga biusnya lancar agar memudahkan proses operasi. Setelah menembus kulit, Maylan merasakan ada rasa sesuatu yang di tusukkan lebih dalam diantara tulang belakangnya. Rasanya nggak sakit, tapi sedikit ngilu bagi Maylan.
Dokter Mira memastikan dosis yang di suntikkan sesuai dosis.
"Sudah selesai bu. Sekarang ibu rebahan ya." ujar dokter Mira.
Maylan rebahan di meja operasi yang lebarnya hanya cukup sebadan. Kini kedua tangannya di sanggap oleh tambahan papan, layaknya orang di salib.
Maylan terus merapalkan doa-doa dan ayat-ayat suci Al Qur'an yang diingatnya. Sebentar lagi dia akan dipertemukan dengan si kembar. Jadi apapun prosesnya harus Maylan syukuri karena ini adalah yang terbaik untuk Maylan dan kedua buah hatinya.
Beberapa orang masuk ke ruang operasi. Satu yang Maylan kenal yakni dokter Rania yang akan mengoperasinya.
"Maylan, bisa gerakkan jari jempolnya?" tanya dokter Mira memastikan biusnya sudah bekerja.
"Nggak bisa dok." ujar Maylan yang sudah tak merasakan sedikit pun jempol kakinya. Apalagi perutnya di cubit pun sekarang tak berasa sakit sama sekali.
Sebuah tirai di bentangkan tepat di atas dada Maylan yang di sangga oleh besi di kanan dan kirinya. Sebagai pembatas agar Maylan tak melihat saat operasi berlangsung.
Di saat seperti ini Maylan teringat akan triplet bagaimana keadaan mereka. Apakah mereka tahu jika sebentar lagi dede satu dan dua akan segera lahir? Apakah mereka juga tahu kalau dia sedang berjuang diatas meja operasi? Entah kenapa setetes airmata keluar dari pelupuk matanya.
"Hai sayang jangan menangis. Ada aku disini." terdengar suara Ken. Apa ini hanya halusinasi Maylan atau memang ada sang suami di dekatnya.
"Mas." lirih Maylan.
KAMU SEDANG MEMBACA
all about Triplet
Spiritual*End - complete ***sequel dari "UNTUKMU IMAM RAHASIAKU" (The Secret Husband) Riweuh pusing musti sabar banyak-banyakin baca istighfar panjang-panjangin usus kata orang jawa hehehe, buat ngasuh ketiga anak yang lahir di hari yang sama bulan yang sama...