Keyakinan

1.7K 256 18
                                    

Perlahan mobil itu berhenti di depan gerbang besi yang menjulang tinggi. Berhenti sebentar, lalu kembali berjalan pelan ketika gerbang tersebut di buka lebar. Lalu Al mematikan mesinnya.

Andin yang menyadari mobil yang dia tumpangi tidak lagi bergerak, membuatnya mendongak dari keasyikannya dengan benda pipih itu.

Matanya terbelalak kaget. Ketika melihat rumah bak istana terpampang nyata di hadapannya.

“Waw!” ucapnya tanpa sadar.

Aldebaran tersenyum melihat ekspresi Andin yang terlihat terpukau. “Sebentar lagi juga bakalan jadi milik kamu.” Ucapnya.

Andin menoleh ke samping, dan kembali menatap datar laki-laki itu. Rasa kesalnya masih saja tak mau pergi.

“Gombal!”

Aldebaran mengedikkan bahunya dan kemudian melepas sabuk pengamannya. “Ayo turun. Sudah di tunggu sama ibu suri.” Ucapnya kemudian benar-benar turun.

Buru-buru Andin melepas sabuk pengamannya di susul membuka pintu dan ikut turun. Ketika laki-laki itu turun meninggalkannya.

“Ibu Suri? Siapa?” tanyanya ketika sudah berada di depan Al.

“Banyak nanya!” ucap Al dengan tangan meraih pergelangan Andin dan dia tarik menuju ke dalam.

Andin pasrah. Ketika tangannya di tarik Aldebaran. Melewati halaman yang luas dan menaiki tangga teras.

"Selamat datang Andin." Sambut Bu Rossa yang baru saja sampai di ruang tamu.

Andin yang baru saja masuk, terdiam sejenak. Lalu senyumnya merekah.

“Tante?” ucapnya sembari menarik tangannya yang sejak tadi berada di genggaman Al. Membuat Al berdecak karena tangannya terbanting cukup keras.

Andin meraih tangan Bu Rossa lalu menciumnya. “Tante apa kabar? Sudah baikan?”

Bu Rossa tersenyum bahagia. Lalu menarik Andin untuk duduk di sofa. “Verry-verry better. Tante seneng banget waktu Al bilang mau ngajak kamu ke sini.”

Sedangkan Al, tak hentinya menatap interaksi dua wanita itu. Aldebaran tersenyum tipis. Melihat mamanya yang terlihat begitu bahagia. Dengan langkah santai, dia berjalan mendekat dan ikut duduk di sofa. Pagi tadi, dirinya memberi tahu mamanya bahwa dia akan mengajak seseorang yang akan menemaninya hari minggu ini. Dan ketika nama Andin di sebut, dengan antusiasnya mamanya itu bersiap diri.

“Ck! Sampek lupa sama anak sendiri.” Sindir Al ketika dirinya sama sekali tidak di hiraukan.

Bu Rossa melirik putranya itu, dengan memberikan tatapan tajam. “Biasanya juga biasa saja enggak mama perhatiin. Gak usah cemburu, mama pinjem cuman sehari juga.”

“Gak ada ya ma Al cemburu. Terserah mama lah mau ngapain Andin. Al mau ke dalam dulu.” Kesal Al lalu berdiri dan beranjak pergi.

“Ngambek, sama mamanya sendiri.”

Aldebaran tidak menggubris lagi ucapan mamanya. Dirinya memilih pergi menuju ruang kerjanya. Tempat di mana dia bisa seharian menghabiskan waktu tanpa dia rasa.

Sedangkan Andin tengah tertawa kecil, melihat tingkah Aldebaran dengan mamanya. Sifat yang bertolak belakang ketika laki-laki itu berada di kantor.

“Kamu kenapa ketawa Ndin? Lucu ya?” tanya Bu Rossa ketika dirinya melihat Andin yang tengah tertawa kecil.

Andin menganggukkan kepalanya, “beda banget tan, kalau sama di kantor. Kalau di kantor sudah kayak singa yang mau nerkam mangsanya.”

Wanita berumur setengah abad lebih itu tertawa mendengar penuturan gadis di sampingnya ini. Dirinya bahkan sudah hafal benar, bagaimana putranya itu bersikap di kantor. Dan tidak sekali dua kali dirinya menegur untuk sedikit lebih ramah pada karyawannya.

Sincerity Of Love (END)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang