Reuni

1.6K 253 18
                                    

Aldebara. Laki-laki itu tidak henti-hentinya memandang gadis cantik di depannya. Seorang perempuan yang akan menjadi pendamping hidupnya, menjadi permaisurinya, dan ibu dari anak-anaknya nanti.
Hari ini, malam ini, dan di tempat ini, menjadi sebuah momen yang membahagiakan untuknya. Pasalnya satu jam yang lalu dirinya baru saja mengobrolkan hal penting, bahkan sangat penting untuk kehidupannya. Obrolan serius itu memberikan kesimpulan akhir, bahwa satu bulan lagi, acara pernikahan yang sempat tertunda itu  benar-benar akan terjadi. Dan untuk kali ini, Aldebaran tidak akan membiarkan kegagalan kembali menghampirinya.

Andin mendengus kesal, dengan menatap malas Al. Malu rasanya di tatap Al seperti itu.

"Udah. Malu ih!" Protesnya.
"Ada papa sama mama itu."

Andin memutar bola matanya malas lalu menghadiahkan cubitan kecil di punggung tangan laki-laki itu. Ketika Al sama sekali tidak mengindahkan ucapannya.

Aksi spontannya itu Membuat Al merintih kesakitan seraya mengusap bekas cubitan yang sudah meninggalkan warna merah di sana, "panas  banget nyubitnya. Bisa biru-biru kalau nanti kamu keseringan begini."

"Sana pulang!" Usir Andin.

"Oh ngusir ini ceritanya? Tanya Al sambil memberikan tatapan tidak suka.

Andin mencebik lalu menunjuk jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 9 malam. "Udah malam, kasihan tante Rossa kamu tinggal-tinggal terus. Jangan karena aku, kamu jadi lupa mama kamu ya. Durhaka itu namanya."

"Orang mama juga gak apa-apa." Bantah Al.

"Di bilangin ya!" Ucap Andin dengan memberikan tatapan tajam.

Aldebaran mendengus kesal. Dirinya selalu tidak pernah bisa menang adu mulut dengan perempuan ini. "Iya, bu ustazah. Iya." Jawabnya.

"Iya apa?"

"Iya pulang." Balas Al malas.

"Ndin? Galak banget sama Al. Jangan gitu Ah." Tegur Pak Surya yang sejak tadi mengamatin interaksi mereka berdua.

Andin yang sejak tadi menatap tajam Al, mengalihkan tatapannya pada papanya. Lalu menyengir. "Ya habisnya nyebelin sih pa."

Aldebaran tersenyum menang ketika dirinya mendapatkan pembelaan. Membuat Andin menatapnya malas.

Entah. Andin kadang merasa aneh dengan sikap Al sekarang. Sejak hubungan mereka semakin serius, laki-laki itu tidak lagi sedingin pertama kali dia ketemu. Bahakan laki-laki itu terang-terangan menampakkan sikapnya yang terkadang konyol. Bahkan kadang menyebalkan untuknya.

"Sana pulang!" Ucap Andin lagi.

"Iya, iya." Jawab Al sembari bangun dari duduknya malas.

"Istirahat yang bener. Jangan mikirin saya terus."

"Dih pede banget."

Aldebaran hanya tersenyum lalu mengelus kepala Andin. "Saya pulang. Selamat malam." Pamitnya.

Andin mengangguk bersamaan Aldebaran yang beranjak mendekat papanya untuk pamit. Dan tanpa drama lagi, laki-laki itu benar-benar sudah menghilang dari pandangannya. Membuatnya bernafas berat.

Entah kenapa, kepergian Al kali ini membuat hatinya tidak tenang. Apa itu, Andin juga tidak tahu.
Kepalanya yang tiba-tiba kembali pusing membuatnya terpejam. Lalu memilih tidur dan melupakan perasaan yang sama sekali tidak dia tau maksudnya.

****

Di ruangan kantornya, Al tampak tengah sibuk dengan tumpukan berkas yang tidak henti-hentinya harus dia tanda tangani. Hari semakin siang, matahari semakin meninggi. Satu jam lagi makan siang, itu artinya waktu dimana dirinya bertemu dengan perempuan yang satu bulan lagi akan segera dia halalkan.

Sincerity Of Love (END)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang