Saling Menguatkan

1.7K 255 15
                                    

2 hari kemudian.

Jam 10 pagi, mobil milik Aldebaran berhenti di depan sebuah rumah yang tidak asing baginya satu tahun terakhir.

Halaman rumah itu tampak ramai, dan sudah terlihat indah dengan dekorasi pesta out door.

“Ayok turun!” ajak Aldebaran pada perempuan di sampingnya.

“Kamu yakin?” tanya Andin untuk sekian kalinya.

Mendengar pertanyaan itu kembali terucap, membuat Aldebaran mengerlingkan matanya malas.

“Sudah berapa kali kamu tanya seperti itu Ndin? Dan jawaban saya tetap sama. Saya tidak apa-apa. Saya. Sudah mengubur dalam-dalam kisah itu.”

Aldebaran melepaskan seatbeltnya lalu meraih tangan Andin dan dia genggam lembut. “Karena kamu dokternya. Yang telah perlahan berhasil menyembuhkan luka saya.”

Blushing. Kalimat manis itu membuat pipi Andin bersemu merah. “Dih pinter banget sih ngegombal sekarang. Belajar dari mana? Hmm?” ucapnya menyembunyikan salah tingkahnya.

“Jangan bilang belajar dari google ya?” Ucap Andin curiga.

“Dikit.” Jawab Al sambil tertawa kecil.

“Tuh kan. Mana bisa kamu itu romantis mas. Gak yakin aku tuh.” Ucap Andin sambil melepas seatbeltnya lalu bergegas turun.

“Heh, ngeremehin saya ya kamu. Gitu-gitu juga kamu baper kan! Tuh buktinya pipi kamu merah.” terika Al menatap Andin yang sudah keluar dari mobil.

Andin hanya menggelengkan kepalanya pelan, mendengar teriakan Aldebaran. Lalu memilih meninggalkan laki-laki itu ngoceh sendirian. Malu rasanya, ketahuan salah tingkah di hadapan laki-laki itu.

Buru-buru Aldebaran keluar dari mobil, lalu berjalan sedikit kesusahan menyusul Andin.

“Kamu itu gak boleh masuk sendirian. Harus sama saya.” Ucap Al yang sudah merangkul bahu Andin.

Andin sedikit tersentak kaget karena tiba-tiba ada yang merangkulnya, matanya melirik tangan yang sudah bertengger di bahu kirinya. Dan tubuhnya yang sedikit merapat pada tubuh kekar Al. “Ih lepas ih. Malu diliatin orang-orang!” Bisiknya kesal.

Bukannya di lepaskan, Al justru semakin mengeratkan rangkulannya. Bersamaan keluarnya Michelle dan tunangannya dari dalam rumah. Sedangkan Andin, dirinya berdecak kesal. Karena malu banyak pasang mata yang tengah menatap mereka berdua. Dirinya hanya menunduk pasrah, menyembunyikan rasa malunya.

“Kamu bisa nggak sih, bertingkah seperti biasanya. Aneh tau. Malu juga di lihatin orang-orang.” Bisik Andin ketika mereka sudah duduk di kursi.

Aldebaran yang sejak tadi fokus pada rangkaian acara yang baru saja di mulai, menoleh pada Andin. “Emangnya biasanya gimana sih?” tanyanya.

“Biasanya kan cuek, dingin, bodo amat. Gak ada romantis-romantisnya.” Jawab Andin.

“Serba salah ya saya itu di mata kamu sekarang. Bersikap manis kamu protes. Mau saya marah-marah terus, gitu?”

“Ya enggak gitu maksudnya.” Balas Andin dengan menatap jengah Al.

“Sst! Udah diem, tuh udah mulai.” Ucap Al mengalihkan pembicaraan. Dia tahu, tidak akan ada habisnya meladeni Andin jika sudah begini.

Andin menghembuskan nafasnya pelan. Menahan kata-kata yang berhasil tertahan di kerongkongannya karena perintah Al ini.

“Mbak Michelle cantik ya?” tanya Andin ketika acara telah sampai di titik inti.

“Gak usah mancing. Nanti saya bilang iya terus kamu marah.” Jawab Al masih fokus menatap depan.

“Mana ada begitu?” Andin memelankan suaranya.

Sincerity Of Love (END)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang