Kekacauan Pondok Pelita

1.3K 222 7
                                    

Aldebaran memandang sepiring nasi goreng yang tersaji di hadapannya. Al menelan salivanya susah.

"Pete?" Tanyanya ragu.

Andin menganggukkan kepalannya. Lalu mengambilkan sendok untuk Al.
"Cobain deh. Pasti ketagihan." Ucap Andin.

Aldebaran menggelengkan kepalanya cepat, ketika Andin menyendokkan nasi dan mengarahkan ke mulutnya. "Saya gak mau." Tolak Al.

"Kok gitu?" Ucap Andin denga wajah berubah sedih.

Aldebaran menghela nafas pelan, ketika Andin berubah sedih. Bukan. Bukan dia tidak mau memakan masakan calon istrinya itu. Tapi, masalahnya, sayuran hijau berbau itu benar-benar sudah membuat perutnya tidak karuan. Dia heran dengan orang-orang, apa enaknya dari petai ini. Hingga bahkan banyak yang meng elu-elukan makanan berbau tajam itu. Sekalipun mamanya.

"Iya, aku sadar. Masakanku tidak seenak masakan di restoran terkenal, atau seenak masakan tante Rossa." Ucap Andin.

Aldebaran merasa tidak tega, melihat Andin seperti ini. Al menatap nanar sepiring nasi goreng itu, lalu dengan terpaksa menyendokkan nasi itu dan memakannya.
Satu kunyahan, dua kunyahan, tiga kunyahan, masih bisa dia tahan. Tapi ketika makanan itu dia telan, lambungnya seakan menolak. Al berdiri lalu bergegas menuju kamar mandi. Memuntahkan semua isi perutnya.

Melihat Aldebaran lari, Andin berubah panik. Di tambah ketika mendengar suara muntahan Al. Andin menyambar tisu yang ada di meja makan, dan membawanya di depan pintu kamar mandi.

Sedikit lemas, Aldebaran menyeka mulutnya. Lalu mengontrol nafasnya. Matanya memerah sedikit mengembun akibat dari dia muntah tadi. "Gila itu makanan gak enak banget." Ucapnya.

Merasa perutnya sedikit enakan, Aldebaranpun keluar. Tapi, dirinya di kagetkan dengan keberadaan Andin yang sudah berada di depan pintu.

"Kamu sakit?" Tanyanya khawatir.

Al mengambil tisu yang di berikan Andin lalu mengusap mulut dan tangannya.
Aldebaran menggelengkan kepala. "Saya gak suka pete." Jawab Al.

Wajah Andin berubah sedih. Dia merasa semakin bersalah sekarang. Setelah tadi sempat berjanji dan dia ingkari, justru makanan ke duanya membuat Al berakhir di kamar mandi dan memuntahkan makanannya.

"Maaf." Ucap Andin menunduk.

Aldebaran tersenyum, lalu berjongkok di hadapan gadis itu. "Gak pa pa. Kamu gak tahu. Nanti saya bisa makan di kantor." Ucap Al.

Andin menggeleng, "enggak, kamu gak boleh pergi sebelum makan siang. Ini udah setengah dua."
"Tunggu sebentar. Aku bikinin telur orak arik aja ya."

Tangan Al menahan kursi roda Andin, lalu menggeleng pelan. "Ga usah. Kamu pasti udah capek. Jadi gak usah masak lagi. Ya?." Ucap Al.

"Jangan nolak please. Aku janji yang ini gak akan ada pete-pete atau apa pun yang buat kamu gak suka." Ucap Andin keras kepala.

Aldebaran menghela nafasnya pelan. Andin, kalau sudah ada maunya sama seperti dirinya. Tidak akan bisa di cegah.
Aldebaran kembali duduk di meja makan. Lalu mengamatin Andin yang terlihat gesit dengan perkakas dapur.
Tidak ada waktu 10 menit, nasi hangat dengan telur orak-arik sudah tersaji di hadapan Al.

"Sepesial buat yang sepesial." Ucap Andin.

Aldebaran tersenyum tipis, lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Terima kasih." Ucapnya sambil mengelus pipi Andin.

Karena merasakan perutnya yang mulai melilit, Al pun mulai menikmati makan siangnya yang sudah telat itu.

****

Sincerity Of Love (END)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang