Bicara

1.7K 270 19
                                    

Hari masih pagi. Dingin dan suasana hujan di luar sana menambah rasa malas untuk keluar pagi ini.
Seminggu sudah berlalu, tapi semua tidak berubah. Tuhan seakan sedang menarik cahaya keceriaan dari gadis yang sedang memandang rintikan hujan dari jendela kamar.

Cahaya matahari yang lebih memilih bersembunyi di balik awan menambah kesan gelap pada kamar bernuansa pastel itu. Andin lebih nyaman dengan gelap sekarang.

Pintu kamarnya di seret hingga terdengar gesekan antara pintu dan ubin. Tapi, gadis itu tidak peduli. Dia masih terlalu larut memandang ribuan air hujan yang berhambur  jatuh.

Pak Surya berdiri di ambang pintu. Menatap pilu pada putrinya itu. Dengan pelan, bapak dua anak itu menekan sakelar dan nuansa gelap menjadi terang. Lalu berjalan menghampiri Andin.

"Sarapan yuk!" Ajaknya.

Andin tidak mengiyakan ataupun menolak. Tatapan matanya masih kosong menatap lurus, membuat papanya kembali menghembuskan nafas pelan.

"Sarapan ya?" Tawar pak Surya lagi lalu memutar kursi roda Andin dan membawanya keluar.

Di meja makan, Bu Sarah sedang menyiapkan makanan sendiri. Elsa, adiknya itu sudah menikah tiga hari yang lalu. Semua terjadi begitu cepat, setelah papanya tahu adiknya itu tengah berbadan dua. Dan tanpa drama apa pun akhirnya Nino sang ayah dari jabang bayi itu mau menikahi Elsa.

"Pagi Pa, Ndin?" Sapa Bu Sarah.

"Pagi ma." Jawab Pak Surya.

Setelahnya semua hening. Sibuk menikmati makanan masing-masing. Sepeti biasa, nafsu makan Andin masih belum sepenuhnya kembali. Kondisinya sekarang benar-benar membuatnya terpukul.

"Aku sudah selesai." Ucap Andin sambil menaruh sendoknya.

Pak Surya yang sejak tadi tengah menikmati makanannya menoleh, lalu menatap piring yang masih tersisa setengah penuh.
"Masih banyak. Enggak di habisin?"

Andin menggeleng, "sudah kenyang." Ucapnya lalu pamit kembali ke kamar.

Sedangkan di sisi lain, Aldebaran tengah sibuk sendiri dengan sesuatu yang sejak tadi malam dia siapkan. Berkali-kali kehadirannya di tolak Andin, membuatnya menjadi terbiasa. Terbiasa terus menerus berusaha mendekati perempuan itu lagi.

"Lo yakin kan Ga, cara ini bakalan berhasil?" Tanyanya pada seseorang di seberang telefon.

"Lo dari semalam tanya dan udah gue kasih banyak trik jitu masih aja ragu. Percaya deh sama gue. Karena gue sudah berpengalaman naklukin cewek Al." Balas Arga percaya diri.

Aldebaran berdecak kesal ketika sikap buaya darat temannya itu mulai muncul. "Ada gunanya juga gue punya temen buaya kek lo."

"Ban***t!" Umpat Arga.

"Gue ikutin saran lo. Awas aja kalau gak berhasil, dan bikin dia malah gak mau lagi ketemu gue." Ancam Al.

"Siapa sih perempuan itu? Yang sampai bisa buat lo se bucin ini. Sampai berhasil bikin gue heran. Karena ini bukan Aldebaran yang gue kenal." Ucap Arga penasaran.

Aldebaran tersenyum ketika mengingat perempuan ini menjadi wanita berarti ke dua setelah mamanya.

"Adalah. Entar kalau gue kasih tau, lo suka gue yang ribet."

Terdengar decakan dari dalam telefon, "Ya kali gue nikung temen sendiri. Tapi, kalau cantik boleh lah bagi-bagi kebahagiaan." Ucap Arga ngawur.

"Lo mau rumah sakit apa langsung ke alam baka Ga? Sini ketemu gue!" Ucap Al.

"Santai bro santai jangan ngegas."
"Siapa sih?" Tanya Arga lagi.

Aldebaran berdecak kesal ketika Arga terus saja mendesaknya. "Lama-lama kayak cewek ya lo. Kepo banget." Kesal Al.

Sincerity Of Love (END)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang