Kembali

1.7K 277 35
                                    

"Kamu layaknya fajar, yang menyempurnakan indahnya subuhku. Memberi guratan indah setelah kelam dan gelap. Menjadi harapan atas segala pinta dan doa. Menjadi ujung awal kisah yang berakhir indah."

_Aldebaran_

==================================
Di Indonesia.

Di depan ruang ICU terlihat sedang riuh. Dokter yang sudah satu bulan lamanya menemani perkembangan kesehatan Andin baru saja mengabarkan berita buruk.

“Tidak dok! Tidak mungkin! Anak saya pasti sembuh!” panik Pak Surya di depan dokter itu.

“Papa sabar pa. Tenang.” Ucap Bu Sarah menenangkan.

“Ma, mana bisa papa tenang! Andin ma Andin!”

“Maaf pak, bu. Kami mohon maaf. Kami sudah melakukan usaha kami semaksimal mungkin. Tapi dari catatan medis, tidak ada perkembangan yang signifikan. Justru fungsi otak semakin menurun. Dan tidak ada respons apa pun dari tubuh pasien. Bisa bertahan sampai saat ini pun itu karena batuan alat-alat medis yang terpasang di seluruh tubuh pasien.” Jelas dokter tersebut.

“Tolong dok. Selamatkan anak saya. Berapapun biayanya pasti saya bayar.” Mohon Pak Surya.

“Saya paham pak, ini sangat menyakitkan bagi bapak. Tapi, jika terus seperti ini justru menyakitkan buat anak bapak. Sudah terjadi infeksi juga pada paru-paru mbak Andin karena terlalu lama memakai ventilator.” Jelas dokter itu lagi.

“Dok saya mohon dok. Tolong selamatkan anak saya.” Mohon Pak Surya lagi.

“Keputusan ada di tangan bapak. Pikirkan baik-baik pak. Rundingkan sama istri bapak. Saya tunggu di ruangan saya untuk menanda tangani surat persetujuannya.” Ucap dokter itu lagi.

Air mata kembali tumpah. Pak Surya terduduk lemas di kursi tunggu. Setelah dokter itu undur diri.

Suara derap langkah mendekat.

“Pa, ma, gimana keadaan mbak Andin?” tanya Elsa yang baru saja sampai.

Pak Surya hanya terduduk lesu, sama sekali tidak ingin merespons pertanyaan Elsa.

“Ma?” tanya Elsa lagi, ketika pertanyaannya tidak ada yang jawab.

Bu Sarah menggeleng, lalu duduk di samping suaminya. Tangannya kembali merangkul bahu suaminya itu.

“Papa. Dokter mengatakan seperti itu pasti sudah melakukan pemeriksaan, pa. Tidak mungkin asal bicara. Jadi, papa harus ikhlas. Kita harus ikhlas. Kasihan Andin pa, jika terus seperti ini.” Ucap Bu Sarah dengan berat.

Pak Surya yang sejak tadi menatap ubin, beralih menatap istrinya dan memberikan tatapan tidak terima, “Mama kok bilang gitu. Andin pasti selamat Ma! Papa yakin itu!” Elak Pak Surya.

“Papa...” kalimat Bu Sarah terhenti, ketika melihat suaminya berdiri lalu beranjak pergi.

“Papa mau ke mana?” tanya Bu Sarah sembari berdiri.

“Papa mau sholat.” Ucap Pak Surya dingin.

Melihat nada bicara suaminya yang terlihat tidak bersahabat membuat Bu Sarah menghela nafas lelah.

“Sa, kamu tunggu di sini ya. Mama temenin papa dulu.” Pinta Bu Sarah.

Elsa mengangguk, bersamaan mamanya yang berjalan tergesa menyusul papanya yang sudah semakin jauh.

Di masjid rumah sakit, sepasang suami istri itu tengah bersimpuh dengan menengadahkan tangan. Bendungan air mata tak lagi bisa di tahan membuat pak Surya terisak-isak dalam doanya.

Sincerity Of Love (END)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang