Son And His Mom

1.5K 240 13
                                    

Di sebuah ruangan kerja, seorang laki-laki tengah sibuk dengan setumpuk berkas yang tak kunjung habis. Hampir satu Minggu dirinya sama sekali tidak di beri nafas lega. Lembur-lembur, itu yang dia lakukan hingga larut malam.

"Tua bangka sialan!" Umpatnya sambil menyandarkan kasar punggungnya di kursi kerja.

Dion, laki-laki itu.
Sudah selama itu juga, dirinya tidak lagi bisa mendapat celah untuk melanjutkan aksinya menghancurkan Aldebaran. Membuat kekesalannya menjadi lengkap.

Laki-laki itu benar-benar memprotek orang-orang yang dia sayangi.

"Bagaimana tugas kalaian?" Tanya Dion ketika dirinya baru saja menelefon orang suruhannya.

"BODOH! MENEMBUS ORANG-ORANGNYA ALDEBARAN SAJA KALIAN GAK BECUS? RUGI SAYA SUDAH BAYAR KALIAN MAHAL-MAHAL!" ucap Dion dengan teriak.

Dia pikir, dengan mengusik tante Rossa membuat pertahanan Al rubuh. Sehingga lengah dengan Andin. Nyatanya salah. Dia lupa, seberapa cerdik laki-laki itu.

"Cari informasi apa pun tentang Aldebaran. Informasi sekecil apa pun." Ucapnya masih di penuhi amarah.

Dengan kasar Dion melempar ponselnya di atas meja. Lalu tangannya mengepal, menatap lurus dengan tatapan tajam.
"Lo boleh lega satu Minggu ini. Tapi, lihat saja sebentar lagi. Lo akan hancur berkeping-keping." Ucapnya dengan senyum jahat.

****
Satu Minggu sudah berlalu setelah malam mengerikan itu. Malam dimana dirinya diberikan cobaan yang mungkin tidak yakin dia lewati.
Ketakutannya tidak berubah nyata. Seperti apa yang di katakan doktet Fahri malam itu. Perlahan, mamanya kembali pulih. Meski satu Minggu yang telah berjalan itu cukup melelahkan untuk Al. Entah sudah berapa kali, dokter Fahri bolak balik ke rumahnya. Atau tidak, dirinya lah yang mengunjungi dokter psikiater mamanya itu ke rumah sakit tempatnya praktek.
Dan juga berkat keberadaan Andin yang perlahan bisa mengalihkan pikiran mamanya.

Dari jauh, Al menatap mamanya yang tengah duduk sendirian di taman. Hari sudah sore. Tapi, mamanya tak kunjung masuk rumah.
Aldebaran mendekat, lalu melingkarkan tangannya di leher mamanya dari belakang.

"Mama sudah janji sama Al, untuk gak gini lagi lo." Ucap Al ketika mendapati mamanya itu melamun.

Bu Rossa yang sempat kaget, mengelus pipi putranya yang tengah menyandarkan dagunya di pundaknya.
"Ngagetin mama aja sih Al."

Aldebaran meringis, "maaf." Ucapnya lalu berubah duduk di samping Al.

Bu Rossa kembali menatap lurus dengan tatapan kosong. Itu membuat Al menghela nafasnya lelah.
"Mama mikirin apa?" Tanyanya.

Terlihat air mata kembali tergenang di mata Bu Rossa, lalu setitik jatuh.
"Roy, Nadia, sama Lia beneran sudah pergi ya Al?"

Pertanyaan itu kembali yang terlontar padanya. Entah dengan cara apa lagi Al harus menjelaskan tanpa harus memantik depresi mamanya kembali kambuh.

Aldebaran merubah posisinya menjadi berjongkok di hadapan mamanya, lalu mengelus tangan mamanya lembut.
"Sudah ya ma. Al yakin, pelan-pelan mama bisa lewati semuanya. Ada Al yang akan jagain mama. Temenin mama. Kapan pun mama butuh. Sudah waktunya ma, mama mengikhlaskan mereka pergi. Agar jalan mereka ke surga lebih ringan." Tutur Al.

"Tapi, sekarang mama sendiri Al."

Aldebaran menunduk, lalu mengecup punggung tangan mamanya.
"Lima hari lagi ma. Al  janji, mama tidak akan sendiri."

"Ini kan yang mama mau dari Al sejak dulu." Ucap Al dengan mengulas senyum.

Bu Rossa menatap mata Al yang terlihat serius, lalu ingatannya kembali pada malam itu. Satu hari sebelum pernikahan Roy berlangsung.

Sincerity Of Love (END)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang