"Mutiara Bunda"

1.7K 205 7
                                    

“Kamu beneran gak mau pulang bareng saya?” tanya Al pada perempuan yang duduk di depannya.

“Nggak Al. Aku masih ada urusan di sini. Kamu pulang saja dulu.” Tolak perempuan itu dengan nada lembut.

“Ok. Tapi kamu harus janji sama saya satu hal.” Pinta Al pada perempuan yang duduk di hadapannya.

“Apa? Hmm.”

“Jangan pulang sendiri jika nanti acara usai sampai larut malam. Telefon saya. Nanti biar saya jemput kamu.” Ucap Al mewanti-wanti.

Michele- perempuan berseneli itu tertawa melihat kekhawatiran kekasihnya itu. “Tenang Al. Kamu gak perlu sekhawatir itu sama aku. Aku pulang bareng sama anak-anak kok!”

“Ok. Saya pulang dulu.” Ucap Al. Sambil mengecup kening Michele singkat.

“Hati-hati Al. Kabari kalau sudah sampai.” Ucap Michele.

“Iya.” Jawab Al dengan tangan yang mengelus kepala Michele.

Sejak tadi pagi, Al sudah berbaur bersama relawan yang di bentuk dari gabungan anak-anak fakultas kedokteran itu. Michele lah yang mengajaknya bergabung di sini. Sifat sosialnya yang tinggi, membuatnya selalu semangat untuk turun langsung dalam acara-acara amal seperti ini.

Tangan Al urung membuka pintu mobilnya. Ketika matanya melihat dua orang tengah bersitegang tidak jauh darinya berdiri.

Bukan. Bukan dia ingin ikut campur dengan urusan orang lain. Tapi, salah satu dari orang tersebut membuatnya tercengang takjub.

“Benar-benar gadis ajaib.” Gelengnya tidak percaya.

Al masih berdiri di sana. Mengamati pergerakan gadis itu yang membuatnya ngilu sendiri. Tiba-tiba gadis itu pergi begitu saja dengan kakinya yang berjalan pincang ketika seorang perempuan menghampiri mereka.

Tidak lagi ingin tahu lebih dalam, Al masuk ke dalam mobilnya lalu meninggalkan parkiran tempat tersebut.

“Ke panti kali ya. Sudah lama gak ke sana semenjak mama sakit.” Gumamnya sendiri.

Al mulai melajukan mobilnya, namun kecepatannya perlahan memelan ketika sesuatu benar-benar mencuri perhatiannya. Dia menepikan mobilnya di pinggir jalan lalu turun.

“Hapus air matamu.” Perintahnya seraya memberikan selembar tisu yang dia bawa dari mobil.

Andin. Orang yang dia ajak bicara itu menoleh padanya, menampakkan wajah sembam yang membuat hatinya tersentil nyeri.

“Saya paling tidak suka melihat perempuan menangis.” Ucapnya ketika tisunya tak kunjung di ambil.

Andin mengambil tisu yang di berikan Al padanya. Lalu mengusap sisa air matanya.

“Saya kasih libur itu untuk istirahat bukan malah keluyuran gak jelas!” ucap Al.

Al melirik Andin yang masih saja diam tidak menanggapinya. Gadis itu masih saja menunduk sembari memainkan tisu yang sudah lecek itu.

Al bersedekap menyandarkan badannya pada tiang gubuk tersebut. Hingga entah berapa menit dia berada di posisi itu.

Andin menoleh, menatap bosnya yang tengah berdiri menatap rerumputan yang di injak oleh sepatunya.

“Bapak ngapain  masih di sini?” tanya Andin heran.

Al menegakkan badannya lalu berjalan kembali ke mobilnya. Sedangkan Andin menatap tingkah bosnya itu aneh.

“Dasar laki-laki aneh. Di tanya bukannya ngejawab, malah nylonong main pergi saja.” Gumamnya sendiri.

Perlahan kaca mobil itu turun. “Ikut saya!” triak Al yang sudah duduk di kursi kemudi.

Sincerity Of Love (END)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang