Semburat oren perlahan memudar. Lampu-lampu jalan mulai menyala bergantian. Di tengah sepinya jalan kompleks perumahan Elit, seorang gadis tengah mendorong gerobak dagangannya.
“Bakso! Bakso! Bakso!” teriaknya menjajakan jualannya sambil memukuli kentongan kecil yang terbuat dari bambu.
“Sudah satu jam muter-muter. Tapi belum juga laku!” Eluhnya sambil menyeka keringat yang mulai menetes dari keningnya.
Gadis itu mendongak menatap langit yang warnanya memudar dan mulai gelap. Malam akan datang, di mana waktu yang paling tepat untuk menikmati semangkuk bakso.
Dia kembali mendorong gerobak dagangannya. Hingga dia melewati sebuah bangku taman yang menggiurkan untuknya istirahat. Langkahnya berhenti dan diapun menepi. Dengan sedikit membanting tubuh, dia mendaratkan tubuhnya dan menyandarkan bahunya.
“Capek banget.” Ucapnya dengan mata yang memejam menikmati kenyamanan yang baru saja dia dapatkan.
Hanya bertahan beberapa menit lalu buru-buru menegapkan badannya dan tangannya mengepal diangkat tinggi “Ayo Andin. Semangat! Gak boleh ngeluh!” ucapnya menyemangati diri sendiri.
Andin. Iya gadis penjual bakso itu bernama Andini Karisma Putri. Anak sulung dari dua bersaudara. Anak pertama dari pasangan suami istri yang menikah 27 tahun yang lalu.
Ada alasan tersendiri. Kenapa dia bisa berjualan keliling hari ini. Andin benar-benar baru pertama kali mendorong gerobak sendirian dan berkeliling menawarkan makanan yang begitu banyak penggemarnya ini. Jika biasanya sang papa yang melakukan, hari ini dia yang memaksa. Dia tidak mengizinkan laki-laki yang sangat dia sayang itu berjualan hari ini. Kondisi papanya yang tidak baik membuatnya menjadi bawel untuk melarang kesayangannya itu melakukan ini itu.
“Capek juga ternyata.” Ucapnya sambil memijat pelan betisnya yang terasa keras.
Sembari istirahat, Andin mengamati setiap mobil ataupun motor yang melewati jalanan depannya. Beberapa kali dia juga menawarkan baksonya ketika ada orang yang berjalan melewatinya. Tak sekali dua kali dia juga mengibaskan tangannya untuk menghilangkan rasa gerah yang mendera tubuhnya.
Sepuluh menit. Waktu yang sangat cukup untuknya istirahat. Dia kembali mendorong gerobak baksonya menuju tempat biasanya papanya mangkal. Tempat yang strategis pilihan papanya semenjak satu tahun yang lalu. Ketika awal papanya memutuskan berjualan bakso keliling.
“Ehh.. berat banget sih!” rengeknya sendiri sambil mendorong dengan susah payah.
Entah sudah berapa kali Andin menyeimbangkan dirinya. Gerobak yang begitu besar tak kuasa ditopang oleh tubuhnya yang ramping ini. Karena tidak terbiasa, membuat terkadang jalannya sedikit sempoyongan. Namun itu masih bisa dia atasi.
“Ayo semangat Andin. Tinggal nyebrang sudah sampai!” Ucapnya terengah-engah seraya terus mendorong gerobaknya dengan tenaga penuh.
Jalanan yang tidak rata, dan juga sedikit menanjak membuatnya benar-benar harus mengeluarkan tenaganya ekstra. Gerobaknya yang cukup tinggi dan fokusnya hanya pada jalanan di bawahnya, membuatnya tidak memperhatikan jalanan di depannya.
“SRAK! BRAK!”
Tubrukan benda keras itu terdengar nyaring. Gerobak itu oleng dan ambruk. Bakso-bakso bulat di dalam panci berhamburan dan menggelinding ke mana-mana. Tubuh Andin tersimpuh di tengah jalan, “Arkhhh!” rintihnya menahan sakit.
Andin menatap nanar gerobaknya yang sudah berantakan dan isinya tercecer di mana-mana. Dan tatapannya menajam pada sebuah mobil yang terhenti tidak jauh dari posisi gerobaknya ambruk.
Kesal, marah telah menguasai dirinya. Dengan langkah tertatih dia berdiri lalu berjalan menghampiri gerobaknya. Gigi atas dan bawahnya bertautan, menandakan kekesalannya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerity Of Love (END)✔
RomansaPepatah Jawa mengatakan "Witing tresno jalaran soko kulino." (Cinta tumbuh karena terbiasa) Kisah yang menceritakan perjalanan cinta dua manusia. Rasa itu ada tanpa mereka sadari sebelumnya. Ketika takdir mempertemukan mereka dengan pertemuan yang b...