8. Hai, Kenalin.

712 133 93
                                    

Suara deru mesin mobil terdengar memecah hening, tidak seperti akhir pekan sebelum-sebelumnya, ini masih terlalu pagi untuk beraktivitas di garasi memanasi mobil untuk digunakan.

Chandra sibuk memasukkan sepeda lipat ke dalam bagasi mobil, mengatur posisi benda itu agar bisa masuk tanpa harus dipaksa. Setelah aksi Wenda merengek kemarin malam. Akhirnya, mencapai kesepakatan bahwasanya Chandra mengizinkan istrinya, untuk ikut berolahraga pagi seperti yang biasa Chandra lakukan setiap weekend.

"Chan, pake mobil aku?"

Chandra menoleh pada wanita yang berdiri bersandar di pintu penghubung ruang samping dan garasi. Pria itu berjalan menghampiri sang istri, memperhatikan Wenda yang sudah siap mengenakan pakaian olahraganya.

"Mobil kamu jarang dipake, mesti sering-sering dipanasi, Sayang."

"Kenapa kita nggak langsung sepedaan aja ke jogging track-nya? Lagian cuma lima belas menit, kan ke sana."

Chandra mengulas senyum tanpa Wenda mengerti maksudnya, tangannya terulur mengusap kepala Wenda seraya berlalu masuk meninggalkan sang istri. Wenda masih bingung tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.

Seperkian menit kemudian, Chandra kembali ke tempat di mana wanita itu masih berdiri, netra Wenda teralihkan pada sepasang sepatu olahraga yang Chandra jinjing, dengan model persis seperti yang Chandra kenakan.

Senyum Wenda terbit. "Oh, iya, ya. Kita punya sepatu olahraga couple," ujar Wenda girang mengikuti langkah Chandra masuk ke mobil.

Chandra duduk di kursi kemudi, sepatu Wenda ia simpan di bawah kursi. "Kamu tuh aneh, tahu nggak. Apa-apa maksa mau beli barang couple-an biar kayak pasangan Korea, tapi kamu sendiri yang paling jarang makenya, bahkan ada yang belum kamu pake sama sekali."

Wenda menyengir, tubuhnya membungkuk meraih sepatunya. Diusapnya pelan sisi sepatunya, masih bersih dan ada price tag di sana. Bukti jika sepatu itu belum sama sekali Wenda kenakan, sangat berbeda dengan kondisi punya Chandra yang sudah kotor karena terlalu sering ia kenakan. Lagi pula, untuk apa juga Wenda mengenakan sepatu itu sementara ia paling malas berolahraga.

"Chan," panggil Wenda di sela-sela kegiatannya menunduk mencari sesuatu di bawah kursi.

"Di dalam sepatunya, Wen. Tadi udah aku masukin," sahut Chandra seolah paham dengan apa yang Wenda cari.

Wanita itu mendongak menatap suaminya yang sudah fokus pada setir, segera ia meraih sepatunya kembali, senyumnya terkembang saat kaus kaki yang ia cari berhasil ia temukan.

Wenda beringsut mendekati Chandra, tangannya melingkar di lengan pria yang sedang sibuk fokus pada jalan di depannya. "Aah, baik banget. Makasih, Chan."

Chandra terkekeh ulah gemas sang istri, belum lagi saat Wenda meninggalkan jejak bibirnya di pipi Chandra. Tangan kirinya terulur mengusak poni Wenda. "Ingat janjinya semalem apa?"

Wenda menjauhkan tubuhnya, bola matanya bergerak ke atas percakapan kemarin malam kembali berputar di kepalanya.

"Olahraga itu capek, Sayang."

"Tapi aku mau coba, Chan. Boleh ya aku besok ikut kamu olahraga." Wenda memelas untuk kesekian kalinya, membujuk agar Chandra memberikan izinnya.

"Kamu kenapa, sih, Sayang? Gabut banget? Tumbenan pengin ikut olahraga."

Wenda merubah posisi duduk di paha kanan Chandra. Lengannya melingkar di bahu sang suami. "Nggak apa-apa, mau nyoba aja. Boleh ya?"

Chandra menghela napas panjang. "Iya, boleh. Tapi harus janji dulu, kalau capek tanggung sendiri, jangan uring-uringan nyalahin aku. Ini kamu sendiri yang mau, bukan aku yang ngajakin."

Cerita Kami: TokophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang