"Staycation, yuk, Sayang. Ke Bogor dua malam."
Kalimat ajakan serupa memaksa itu masih jelas di telinga Wenda. Pagi-pagi sekali pria yang berstatus suaminya itu tiba-tiba mengajaknya menginap dua malam di kota hujan tersebut. Dan sekarang di sinilah Wenda sekarang berakhir, sudah hampir dua jam ia duduk di sofa panjang menemani pria yang sedang fokus pada layar laptopnya.
Sampai sekarang pun, Wenda belum mengerti arti dan fungsi dia diajak ke sini. Kalau cuma sekadar mengerjakan tugas kantor, ia rasa cukup di rumah saja. Tidak mesti jauh-jauh staycations di hotel bintang lima di bogor, tapi tidak melakukan apa pun.
Chandra berdiri saat ponsel di atas nakas yang sedang ia isi daya itu berdering hebat. Pandangan Wenda masih memerhatikan suaminya, entah dengan siapa pria itu mengobrol. Ponselnya masih di telinga, sesekali bergerak beberapa langkah kemudian kembali ke tempat semula.
Wenda beranjak, berdiri di hadapan Chandra. Melingkarkan lengannya di pinggang pria itu, bergelayut manja. Sigap Chandra menangkap punggung Wenda, karena jika tidak, wanita itu akan terjungkal jatuh ke belakang akibat tingkahnya sendiri.
Alis Chandra bertabrakan, bukannya meminta maaf karena tingkah yang kadang-kadang di luar prediksi, tetapi ia justru menyengir tertawa kecil, mencebik dan menaik-turunkan alisnya menggoda Chandra.
"Aku lagi telepon orang kantor, Sayang. Untung masih bisa aku pegangin kamunya, kalau jatuh tadi gimana?"
Bukannya memedulikan ucapan suaminya, Wenda justru semakin menggodanya. "Emang boleh, sekhawatir itu? Emang boleh ...."
"Ya, boleh, lah. Emang nggak boleh khawatir sama istri?"
Wenda kembali ke sofa, begitu pula dengan Chandra kembali ke posisi semula dan menggeluti pekerjaan yang belum ia selesaikan. Kaki Wenda yang berselonjor menendang-nendang kecil paha Chandra, wanita itu mulai mencari perhatian lagi, tapi sayang sekali tak dihiraukan oleh suaminya.
"Pi," panggilnya seraya memangkas jarak keberadaannya menjadi lebih mendekat ke arah Chandra.
Pria itu menoleh, menaikkan alis menatap wajah istrinya sejenak kemudian kembali menelisik layar laptopnya. Melihat aksi Chandra yang terkesan tak acuh membuat Wenda geram.
"Papi!"
"Apa, Sayang? Aku lagi ngerjain ini dulu, kamu kalau lapar pesen aja."
"Kita ngapain staycation?"
"Menurut kamu orang staycation ngapain?" Chandra menjawab, tapi tidak dengan pandangannya.
"Hmm ... kan, bisa di rumah. Ngapain harus jauh-jauh ke Bogor. Terus udah sampe sini malah dianggurin."
Chandra menoleh, pergerakan jarinya dia atas keyboard laptop seketika berhenti. Ia tersenyum miring menelisik wajah Wenda, Chandra tergelak setelahnya. Ia tahu ke arah mana pembicaraan Wenda.
"Ih, kok, malah ketawa. Nyebelin banget!"
"Kamu mikir sampe mana, Sayang?" Chandra membentangkan lengan kanannya, memberi isyarat agar istrinya itu masuk ke rangkulannya. "Aku tuh ada kerjaan di sini, terus kamu juga nggak ada jadwal kuliah, kan? Makanya aku ajak aja kamu ke sini."
Wenda melingkarkan lengannya di pinggang Chandra, sejujurnya pipi wanita sudah bersemu. Ia pikir suaminya mengajak ke sini akan bulan madu ke sekian, mungkin. Nyatanya, lagi-lagi perihal pekerjaan. Mengenal Chandra sejak anak-anak, membuat Wenda paham betul betapa ambisiusnya Chandra. Termasuk perihal pekerjaan yang sedang ia geluti.
"Kamu pasti udah mikir mesum, ya?" bisik Chandra menggoda istrinya.
Chandra mengaduh saat Wenda melayangkan pukulan di dadanya, wanita itu menguraikan rangkulan Chandra dan kembali ke ujung sofa. Tidak dipungkiri tebakan suaminya benar adanya. Siapa yang tidak berpikiran ke sana saat suami mengajak ke hotel secara tiba-tiba. Jangan salahkan Wenda, ini salah Chandra, kenapa tidak memberi tahu sejak awal kalau tujuan staycation ini adalah karena ada pekerjaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kami: Tokophobia
RomanceSudah memasuki tahun ke dua Wenda dan Chandra mengarungi bahtera pernikahan di usia muda. Namun, fobia yang diderita Wenda membuat rumah tangga mereka memiliki cerita tersendiri. "Kalian pernah dengar istilah tokophobia?" "Tokophobia tempat belanja...