***
"Halo," sapa Chandra setelah membuka pintu markas dan mendapati istrinya berkutat di depan komputer.
Sebelum melajukan mobilnya untuk pulang, wanita itu sudah mengiriminya pesan akan posisi keberadaanya. Itulah sebabnya, tujuan utama Chandra bukan kamar mereka melainkan markas.
Wenda menoleh pada sosok yang dengan wajah cengengesan itu, entah apa yang membuat Chandra bertingkah demikian. Sepertinya bahagia sekali suasana hatinya hari ini.
"Walaikumsalam," balas Wenda.
Chandra mendekat, sedikit membungkuk menelengkan wajah ke komputer yang menyala di hadapan Wenda. Tangan yang ia ulurkan disambut Wanita itu untuk dicium.
"Aku udah salam, ya. Kamu aja yang nggak denger."
"Maaf, aku nggak bilang-bilang pake komputer kamu. Laptop aku ketinggalan di kantor." Tanpa menoleh, Wenda sibuk sekali dengan pekerjaannya.
"Pake aja, Sayang. Kamu kayak apa aja izin gitu." Chandra tertawa kecil, mengusap kepala Wenda.
Tak ketinggalan kecupan gemas ia layangkan pada kedua pipi wanita pujaannya dan berakhir di dahi. Mendaratkan bokongnya di kursi sebelah Wenda, pria itu masih penasaran dengan yang sedang dikerjakan istrinya.
"Ngerjain apa, sih, Sayang? Tugas kuliah?" Chandra meraih bundelan di depannya.
Ada banyak gambar dan sketsa model pakaian, tapi jika biasanya yang menjadi model busana adalah orang dewasa, kali ini banyak model pakaian anak balita di sana.
"Kerjaan kantor." Wenda menjawab, tetapi fokusnya masih pada komputer dan kertas-kertas yang baru keluar dari printer.
Chandra mengangguk, menyimpan kembali bundelan tersebut pada tempat semula. Punggungnya merosot pada sandaran kursi, tidak berniat mengganggu Wenda, ia meraih ponselnya dari saku celana, memeriksa pesan yang masuk.
Pria itu memejamkan mata, menyimpan ponselnya di atas dada. Benda canggih itu naik turun sesuai dengan laju napas Chandra. Suasana hening, Wenda sibuk dengan kerjaannya, Chandra sibuk mengatur mimpinya.
Sampai ... suara dentuman jatuh di lantai membuat konsentrasi Wenda terbagi. Ia menoleh ke samping, kemudian mencari tahu apa yang jatuh tadi. Netranya menemukan ponsel Chandra di bawah kursi yang pria itu duduki.
"Pi, ponsel kamu jatuh itu," ujarnya dengan sedikit menggoyangkan tubuh Chandra agar terbangun. "Kamu tuh kalo capek istirahat di kamar sana. Ngapain tidur di sini."
Chandra tak menyahut, ia bangkit dari posisinya. Mengambil ponselnya dari bawah kursi kemudian mengayunkan tungkainya ke sofa panjang pojok kanan ruangan. Wenda berdecak melihat kelakuan suaminya yang lebih memilih beristirahat di sana ketimbang kamar mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kami: Tokophobia
RomanceSudah memasuki tahun ke dua Wenda dan Chandra mengarungi bahtera pernikahan di usia muda. Namun, fobia yang diderita Wenda membuat rumah tangga mereka memiliki cerita tersendiri. "Kalian pernah dengar istilah tokophobia?" "Tokophobia tempat belanja...